Sabtu, 12 Februari 2011

[94] Kisah-Kisah Inspirasi

1. Ibu, Mengapa Kamu Membenciku?

KOMPAS.com – Situs jejaring sosial seperti Facebook ternyata menjadi sarana yang sangat menguntungkan untuk menyampaikan perasaan seseorang. Tak terkecuali hari ini, 22 Desember. Bila Anda membuka Facebook, berhamburan lah segala pujian dari pengguna mengenai ibu mereka. Tentu, semuanya bernada memuji, memuja, mensyukuri, atau menghargai.
Tetapi sebelum jejaring sosial populer, ingatkah Anda untuk menyampaikan terima kasih atau rasa sayang pada ibu? Mampukah Anda menelepon ibu saat ini untuk menyampaikan langsung betapa bangganya Anda karena ibu telah bekerja keras agar Anda bisa terus sekolah dulu? Apakah Anda telah melanjutkan spirit yang sama seperti yang dulu dilakukan ibu Anda demi kelangsungan hidup keluarga? Mengapa yang kebanyakan dikenang adalah pengalaman masa kecil, bukan pengalaman bulan lalu, atau dua hari yang lalu?
Banyak di antara Anda yang mungkin memiliki hubungan yang kurang baik dengan ibu, justru setelah Anda dewasa. Relasi yang kuat dengan ibu ketika Anda kecil, ternyata menjadi begitu rumit ketika Anda mampu membuat keputusan-keputusan Anda sendiri. Semakin banyak Anda berdialog dari hati ke hati, makin besarlah jurang perbedaan antara Anda dengannya.
Anda mungkin pernah merasakan kekesalan yang mendalam, ketika ibu mulai mengkritik Anda saat remaja. “Anak perempuan kok tidak bisa memasak? Mengapa selalu memakai kaus dan celana panjang? Jangan pulang terlalu malam, tidak pantas dilihat tetangga!” begitu berbagai komentar dari ibu, yang membiarkan adik lelaki Anda pulang hingga dini hari.
Ketika dewasa, Anda mungkin juga mengalami tekanan dari ibu mengenai hubungan Anda dengan pasangan. “Kapan kamu menikah? Ibu malu ditanya-tanya terus oleh keluarga,” begitu katanya, membuat Anda makin resah. Ketika Anda sudah menikah, Anda juga dididik untuk melupakan rasa lelah, karena tugas Anda adalah melayani suami, apapun kondisinya. Atau, ibu selalu mengatakan bahwa bepergian seorang diri tak pantas lagi dilakukan karena Anda sudah berkeluarga.
Semua komentar, wejangan, dan desakan itu membuat Anda berontak. Namun, perlawanan Anda justru makin membuat ibu sakit hati. Deborah Tannen, profesor bidang linguistik di Georgetown University di Washington, DC, mengatakan, konflik semacam ini umumnya disebabkan anak perempuan merasa ibu mereka terlalu mengatur. Namun, Tannen meminta Anda untuk memahami mengapa komentar atau wejangan itu dilontarkan.
“Anda perlu menyadari bahwa sebagian dari alasan ibu bertindak semacam itu, adalah karena ia akan merasa gagal menjadi ibu kalau ada yang tidak berjalan baik pada diri Anda,” kata Tannen, yang juga penulis buku You’re Wearing That? Mothers and Daughters in Conversation.
Konflik terjadi karena perbedaan persepsi antara ibu dan anak. “Ibu cenderung melakukan (kritikan) itu karena rasa peduli, rasa ingin mengasuh. Sedangkan anak perempuan hanya melihatnya sebagai suatu kritikan,” tuturnya.
Dengan kata lain, apapun komentar atau tindakan dari ibu, sebenarnya datang dari rasa cinta. Ingin memastikan segala sesuatunya berjalan sempurna pada sang anak. Sayangnya, Anda tidak menyukai caranya itu. Oleh sebab itu Anda mungkin pernah mengatakan dalam hati, “Bu, aku sangat mencintaimu, tetapi mengapa Ibu mengatakan hal seperti itu padaku?” Hal inilah yang menciptakan hubungan cinta dan benci pada ibu dan anak perempuannya.
Faktor seperti genetik, kepribadian, status sosioekonomi, dan sejarah atau tradisi keluarga, bisa menjelaskan mengapa ibu Anda memiliki pandangan-pandangan yang tak sejalan dengan Anda. Budaya patriarki dalam masyarakat kita sering menempatkan perempuan di bawah lelaki, dan hal inilah yang diterima oleh ibu Anda sejak dulu. Nilai-nilai itulah yang ingin disampaikannya pada Anda, bahwa sebagai perempuan Anda harus menguasai pekerjaan rumah tangga, melayani suami, tidak boleh menuntut, dan lain sebagainya.
Dalam bukunya, Side by Side: The Revolutionary Mother-Daughter Program for Conflict-Free Communication, Dr Charles Sophy mengatakan, pada dasarnya ibu dan anak perempuan menginginkan hal yang sama: cinta, pengertian, dan penghargaan. Mereka berdua saling menginginkannya dari satu sama lain. Ibu menginginkan cinta, penghargaan, dan pengertian dari anak yang dilahirkannya ke dunia. Anak perempuan menginginkan hal yang sama dari perempuan yang memberikannya kehidupan.
Para ibu umumnya tidak akan mengizinkan anak perempuannya berdandan, atau mengencani seseorang yang sosoknya jauh dari kesan baik-baik. “Perilaku spesifik ini seringkali ada kaitannya dengan faktor perbedaan usia, tetapi juga merupakan manifestasi dari keinginan mendasar untuk dimengerti, dihargai, dan dicintai,” tuturnya.
Satu hal yang bisa memberikan peluang untuk menegosiasikan topik yang tak terhindarkan ini (sambil tetap menjaga hubungan yang menyenangkan) adalah komunikasi. Satu-satunya cara yang nyata ibu dan anak perempuan bisa mengembangkan hubungan yang sehat, saling mencintai, dan berlangsung selamanya, adalah memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini. Barangkali Anda akan mengatakan bahwa komunikasi adalah sesuatu yang Anda lakukan secara konstan. Namun, sudahkah Anda menjalankan komunikasi yang efektif, yang jujur dan menghargai?
Berbahagialah Anda yang hingga saat ini masih menikmati hubungan yang manis dengan ibu Anda. Namun untuk Anda yang mengalami hubungan yang tak sempurna dengan ibu, belum terlambat untuk memperbaikinya. Dialog yang jujur dan saling mengerti, tidak hanya akan membuat Anda berdua mampu mengatasi gejolak dalam hubungan Anda, tetapi juga makin menguatkan.

2. Ya Tuhan, Balita 3 tahun Ini Dengan Telaten Rawat Ayahnya Yang Lumpuh


Besar nian cobaan bagi pria ini, setelah dirinya lumpuh karena kecelakaan tak lama berselang sang istripun pergi begitu saja meninggalkannya entah kemana. Namun dia masih memiliki mutiara tak ternilai yaitu karunia dari sang Maha Pengasih seorang anak balita usia 3 tahun yang dengan telaten mendampingi dan merawatnya, sungguh sebuah kisah tak ternilai dari seorang anak seusianya.
Kisah Balita 3 tahun merawat ayahnya yang lumpuh
Bersiap-siap mengambil air untuk mandi sang ayah
Kisah Balita 3 tahun merawat ayahnya yang lumpuh
Membawa air untuk membersihakn badan sang ayah 
Kisah Balita 3 tahun merawat ayahnya yang lumpuh
Mengambil handuk untuk keringkan tubuh sang ayah setelah mandi
Seorang balita perempuan yang baru berusia tiga tahun menjadi tumpuan hidup sang ayah setelah ia mengalami kecelakaan dan tak bisa lagi berjalan. Seperti dilansir China News, Senin (20/12/2010), balita bernama Dong Xinyi merawat sang ayah, Dong Jian (26) dan juga membersihkan kotorannya.
Kisah Balita 3 tahun merawat ayahnya yang lumpuh
Persiapkan kompor listrik untuk masak makanan
Kisah Balita 3 tahun merawat ayahnya yang lumpuh
Memasak makanan buat sang ayah
Xinyi lahir di sebuah keluarga petani di Kota Huanghia di Provinsi Shandong, China, tahun 2007. Beberapa bulan kemudian, sang ibu meninggalkan rumah dan membawa Xinyi setelah Dong Jian mengalami lumpuh akibat kecelakaan. Namun, awal tahun ini, sang ibu mengirimkan Xinyi kembali ke sang ayah. Tidak diketahui mengapa ia melakukan hal itu. Hanya saja, sejak saat itu ia kemudian merawat sang ayah.
“Ia segalanya bagi saya. Setelah kecelakaan, istri meninggalkan saya. Ayah dan ibu tiri saya bahkan tidak peduli. Saya bahkan pernah berpikir untuk bunuh diri,” katanya. “Namun, kini Xinyi adalah di sini dan saya sangat kagum pada dirinya,” katanya. Tidak jelas, bagaimana sang ayah dan anak perempuannya memperoleh uang untuk biaya hidup. Tuhan Maha Pemurah dan Penyayang , senantiasa mengasihi hambaNya yang sabar dan tabah.
Sumber : ruanghati.com

3. Cerita Haru yang Tersisa dari Kurban Tahun Lalu


REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI–Tahun lalu, saat prosesi distribusi kurban di perkampungan lereng Gunung Wilis, Jawa Timur, tatapan saya tak lepas pada keluarga Sartono. Ia membaur di antara ratusan warga yang menunggu giliran jatah sekerat daging qurban hari itu. Mengapa sekerat? Tiga ekor kambing dari Al-Azhar Peduli Ummat dibagi rata untuk 200 keluarga.
Bahkan kulit kambing yang bagi sebagian masyarakat dijual murah begitu saja, ikut dibersihkan bulunya kemudian dicacah kecil-kecil hingga terbagi rata. Pada saat prosesi ini, siapapun yang menyaksikan tak kuat menahan haru. Tiba giliran Sartono mengambil sejumput daging yang terbungkus daun pisang. Petani yang sehari-hari menggarap lahan hutan itu, kemudian bergegas pulang ke rumahnya. Di halaman, tiga anak Sartono yang masih kecil menyerbu girang.
Iwak wedhus yo pak, enak to pak (daging kambing ya pak, enak kan pak),” cecar anak pertama Sartono yang duduk di bangku SD kelas 4. Sartono hanya senyum, kemudian menyerahkan bungkusan daun pisang itu pada istrinya. Anak-anak Sartono tak mau jauh sejengkal pun, dari bungkusan itu. Bahkan saat ibunya menyiapkan perapian di tungku dapur yang terbuat dari tanah liat, ketiga anak Sartono setia menunggui. Mereka seakan tak rela, jika seekor lalat pun hinggap.
Di atas tungku dapur, istri Sartono merebus air di dalam panci yang sudah tampak usang. Kemudian bungkusan itu dibuka, tanpa dicuci lebih dulu. Tampak sejimpit daging, ditimpali potongan tulang. Jika ditimbang, tak lebih dari seperempat kilogram. Amat sedikit, jika dimakan satu orang saja kurang. Tak ada bumbu istimewa diracik, hanya garam dan bawang merah.
Suasana jadi merinding, saat anak-anak Sartono tak beringsut dari tungku dapur. Marno, anak nomor dua bahkan menundukkan wajahnya tepat di atas panci. Kemudian ia mengisap dalam-dalam asap dari dalam panci yang berbau kuah kambing itu. “Hmmm, seger yo kang. Enak. Jajalo. (segar ya mas. Enak. Cobalah),” kata Marno pada kakaknya.
Tak lama kemudian, sang kakak mengikuti saran adiknya. Kemudian diikuti adiknya yang paling kecil. “Iyo enak. Wedhus teko ngendi to pake, (iya enak. Kambing dari mana pak),” tanya anak tertua Sartono padanya. “Orang Jakarta,” jawab Sartono singkat. Sekilas, lelaki paruh baya itu matanya berkaca-kaca.
“Mohon dimaklumi anak-anak saya, Mas. Malu saya, maklum bocah gunung nggak pernah makan daging,” Sartono berusaha menjelaskan. Setelah satu jam berlalu, istri Sartono memberi isyarat masakan sudah matang. Saat itulah, anak-anak Sartono meninggalkan sekerat tulang yang direbus itu dari sejak ayahnya datang. Mereka berburu mengambil piring. Di atas lantai tanah, anak-anak itu duduk bersila menunggu Sang Ibu membagi kuah dan keratan tulang kambing.
Di atas piring sudah diisi nasi tiwul tanpa campuran beras sedikit pun. Tiwul (nasi dari singkong kering) masih jadi makanan pokok, bagi sebagian masyarakat di lereng Gunung Wilis. Anak-anak Sartono makan, begitu lahapnya. Tak ketinggalan istri Sartono juga ikut bergabung. Disusul kemudian Sartono sendiri menyantap menu qurban hari itu. Saya memilih makan nasi tiwul, ditemani sambel teri dan lalapan daun singkong masakan istri Sartono. Sungguh nikmat, meski haru mencabik-cabik.
Makan siang usai. Tapi, lagi-lagi ada yang janggal. Menengok piring makan anak-anak Sartono masih menyisakan keratan tulang. Hanya suiran daging sedikt yang dimakan. Mendadak, Marno yang paling banyak ngomongnya nyeletuk. “Bu disimpan buat makan nanti sore. Jangan hilang ya,” tenggorokan saya terasa tercekat. Mendadak ingat daging yang melimpah di Arab Saudi melengkapi prosesi haji. Juga terbayang pesta daging kurban di kota-kota besar yang orang kaya pun ikut menikmati.
Siang itu, raut wajah gembira tersaji murni. Senyum simpul anak-anak Sartono nyaris sulit ditulis. Tapi, cerita ini harus saya bagi dengan Anda semua. Bahwa sekerat daging bisa jadi bagi kita tak berarti, tapi bagi keluarga Sartono sepotong tulang pun asupan gizi yang tak tentu setahun sekali dinikmati.
Sumber: Al Azhar Peduli Ummat

4. Dahsyatnya Doa Ibu Monyet


Kisah ini dimulai dari hutan rimba, dari sebuah rumah kayu sederhana yang berpenghuni tiga ekor monyet. Mereka terdiri dari ibu monyet, abang monyet dan adik monyet.
Si abang dipanggil “Bang Nyet Nyet”, si adik dipanggil “Dek Nyit Nyit, dan ibu mereka dikenal sebagai “Bu Harum”, karena tubuhnya yang harum, selalu bersih, tidak pernah kotor serta bercahaya, sebab air wudu sangat digemarinya untuk membasuh tubuh.
Bu Harum terkenal juga sebagi ibu yang suka berdoa, bahkan seringkali doanya menyentuh sampai ke lubuk hati semua penduduk yang berwujud monyet.
Alkisah Desa Pisang yang berpenduduk 200 ekor monyet menjadi tenang berkat hidupnya surau di desa itu, karena ramainya jamaah yang salat lima waktu. Sang adik Nyit Nyit selalu menjadi imam.
Surau Al Ikhlas dibangun oleh ayah Nyet Nyet, suami Ibu Harum. Tapi ayah Nyet Nyet meninggal dunia ketika si adik lahir dan baru berumur tiga hari.
Setelah ayah meninggal dunia, abang Nyet Nyet mulai berperilaku aneh, selalu senang makan pisang curian. Baginya semakin banyak pisang yang dicuri semakin kuat dan sehat dia, dan semakin banyak pedagang pisang yang takut padanya. Bila ketahuan mencuri dan pedagang marah, maka si abang Nyet Nyet akan marah lebih galak lagi.
Tingkahnya sungguh memalukan dan semakin hari kehidupannya semakin membawanya kepada jurang kemaksiatan. Abang Nyet Nyet berjudi, minum minuman keras, mengganggu monyet betina , dan semua kemaksiatan yang dilarang agama kerap dilakukan dengan intensitas luar biasa. Kekerasan dan kekasarannya sungguh semakin menjadi-jadi, dan membuat risau serta kurus kering Ibu Harum yang salehah.
Tak putus doa diucapkan dan dipanjatkan Ibu Harum, terus menerus, siang dan malam tak henti-hentinya doa digumamkan, sehingga Ibu Harum menjadi terlihat tidak memiliki aktivitas lain, kecuali mendoakan anaknya yang sulung, yang akhir-akhir ini bahkan ia dengar selalu pergi ke tempat tempat hiburan malam.
Berbeda dengan adiknya yang selalu mentaati perintah Allah Swt. Ia duduk tenang berzikir setiap pagi, sibuk membersihkan surau dan selalu santun dan ramah kepada siapa saja, selalu menolong orang lain dengan ikhlas, dan tidak pernah menyusahkan ibunya.
Doa yang tak putus dan keikhlasan yang sangat dalam, dari seorang ibu yang dengan sepenuh hati mendoakan anaknya, membuat sang ibu dikasihi malaikat dan malaikat beramai-ramai memohon kepada Allah Swt. agar mengabulkan doa sang ibu.
Ketika suatu hari langit dibuka, maka doa sang ibu menjadi mustajab dan terkabul segera, membuat kejadian luar biasa terjadi pada keluarga monyet ini.
Pada hari istimewa itu sang abang tiba tiba merasa ingin sekali salat ketika mendengar azan. Tiba tiba langit mendung dan rasa nyaman bersemilir didalam hatinya. Si abang merasa begitu rindu untuk masuk ke dalam surau , menunaikan salat dan berdoa kepada Allah Swt. dan secara tiba tiba pula,hatinya menjadi benci kepada hiburan malam, rasa bosan hinggap dan ketika kawan-kawan mengajak si abang untuk bermaksiat, si abang menolak keras. Nampaknya doa Ibu Harum telah terkabul. Alhamdulillah.
Tapi perhatian dan doa-doa sang ibu pada si abang, membuat si adik merasa ibu tidak pernah memperhatikan dirinya. Ibu menghabiskan waktu untuk beribadah dan mendoakan si abang, lalu tersenyum pasrah. Di mata si adik, Ibu tidak pernah mengucapkan doa dan kata-kata hikmah untuknya. Hal itu membuat si adik merasa hampa dan sunyi.
Perlahan tapi pasti, adik menjadi bosan dan risau, hatinya pedih dan ia sering berlinang airmata. Ketika sedang gundah gulana itulah, setan datang dan membisikkan dirinya untuk pergi maksiat saja. Buat apa ke surau, toh, tidak membahagiakan ibu dan ibu tidak bertambah sayang padanya. Maka segeralah adik mencoba masuk ke tempat hiburan malam dan mulai meninggalkan ibadah dan suraunya yang indah.
Situasi menjadi terbalik. Abang yang selalu didoakan ibu, menjadi saleh dan rajin ibadah, sedangkan adik yang tadinya taat beribadah sehingga hampir tak pernah didoakan ibu malah menjadi bermaksiat.
Maka, bila ibu hanya mendoakan satu anak saja yang dianggap bermasalah, maka adik yang tidak bermasalah tapi tidak atau jarang didoakan, menjadi bermaksiat. Ibu Harum … mengapa engkau lupa mendoakan adik yang sudah tekun ibadah agar tetap tekun dan istiqomah, mengapa engkau lupa bersikap adil pada anakmu dan yakin bahwa anakmu yang sudah taat beribadah tidak akan tergoda oleh setan yang terkutuk.
Ibu yang bijaksana bersikap adillah kepada anak-anak kita, dan berdoalah terus untuk semuanya, agar yang bermasalah menjadi hilang masalahnya, dan yang sudah baik menjadi tetap baik dan istiqomah, karena bila tetap mendoakan anak yang sudah baik bisa jadi si anak akan menjadi bertambah baik.
Sumber : http://jisc.eramuslim.com/jendela_hati

5. Hak Seorang Istri : Kisah suami si ahli ibadah yang tidak pernah ‘menyentuh’ istrinya

Ada sepasang suami istri yang dihadirkan ke hadapan Hakim Ka’ab Al As’adi. Perkara suami istri itu diajukan kepada Hakim karena pengaduan sang istri terhadap suaminya sendiri.
Maka ketika sidang mulai digelar, dengan meratap, si istri mengadukan hal-nya kepada sang Hakim.
” Tuan Hakim yang terhormat, aku mengadu kepadamu , memintamu untuk memberikan keadilan kepadaku”.” Ya baiklah. Tapi jelaskan dahulu perkara apa yang hendak kamu ajukan kepadaku !”.” Aku mengadukan suamiku. Aku benar-benar tidak suka dengan cara hidupnya selama ini. Setiap hari kerjanya cuma sibuk beribadah. Tempat tidurnya adalah masjid. Ia jarang sekali untuk datang tidur bersamaku di tempat tidur kami dirumah. Setiap malam kerjanya cuma sholat melulu. Kalau siang hari terus menerus puasa. Aku hampir-hampir tak pernah ia perdulikan. Aku betul-betul tida senang dengan cara hidup yang seperti ini terus-menerus “.
Mendengar pengaduan si istri, hakim Ka’ab Al As’adi mengkonfirmasikan perihal tersebut kepada suaminya.” Betulkah pengaduan oleh istrimu barusan itu ?”” Benar, Pak Hakim !”.” Kalau begitu, apa maksudmu dengan semua kegiatanmu yang terus menerus seperti itu ?”” Aku ingin menjadi ahli ibadah, Pak Hakim !”.
Setelah tahu duduk persoalannya, Hakim Ka’ab lalu merenungkannya. Setelah mempertimbangkan jawaban-jawaban yang diutarakan sang suami secara mendalam, kemudian hakim memberikan keputusannya.
” Sebagai suami darinya, istrimu mempunyai hak atas dirimu. Kamu wajib memenuhi haknya itu. Allah SWT telah menghalalkan bagimu dua wanita, tiga wanita, atau sampai empat wanita untuk dapat kamu jadikan istrimu. Sekarang, istrimu kan hanya seorang. Itu berarti dalam empat hari berturut-turut kamu mempunyai waktu tiga hari untuk melakukan ibadah dan sehari dapat kamu gunakan untuk memenuhi kebutuhan biologis istrimu”.

Keputusan hakim Ka’ab Al As’adi yang menetapkan tiga hari sekali untuk mengumpuli istri membuat khalifah Umar bin Khattab terkagum-kagum. Atas kebijaksanaannya yang mengagumkan itu, kemudian khalifah mengangkat Ka’ab sebagai hakim di Basrah.

6. Wanita Tua yang Ingin Membeli Yusuf

Konon ketika Yusuf dijual pada orang-orang Mesir, maka mereka itu memperlakukannya dengan ramah. Banyak para pembeli dan karena itu, para pedagang memberikan harga padanya senilai dengan minyak kesturi dari lima sampai sepuluh kali berat badannya. Sementara itu, dalam kegirangan yang amat sangat, seorang wanita tua lari mendekat, dan menyelusup di antara para pembeli itu, ia pun berkata pada salah seorang bangsa Mesir, “Biarlah kubeli orang Kanaan itu, karena aku ingin sekali memiliki orang muda itu. Aku telah memintal sepuluh kumparan benang untuk membeli dia, maka ambillah benang itu dan berikan Yusuf padaku, kemudian selesailah perkara itu.”
Para pedagang tersenyum dan berkata, “Keluguanmu telah menyesatkan dirimu. Mutiara pelik ini tidak teruntuk bagimu; orang-orang itu telah menawarnya dengan seratus barang-barang berharga. Mana mungkin kau menyaingi mereka dengan beberapa kumparan benangmu?” Sambil menatap wajah mereka, wanita tua itu berkata, “Aku tahu betul bahwa kau tak akan menjualnya dengan begitu murah, tetapi cukuplah bagiku kalau kawan-kawan dan musuh-musuhku akan mengatakan ‘Wanita tua ini terrnasuk salah seorang yang ingin membeli Yusuf.’”
Siapa yang tak bercita-cita tak akan pernah sampai ke kerajaan tak berbatas itu. Dikuasai oleh keinginan yang mulia ini, seorang pangeran agung memandang kerajaan duniawinya sebagai debu. Ketika disadarinya betapa hampa kebangsawanannya yang bersifat sementara itu, ia pun memutuskan bahwa kebangsawanan ruhani sama harganya dengan seribu kerajaan dunia.
Musyawarah Burung terjemahan Hartojo Andangdjaja
Judul asli: Mantiqu’t-Thair oleh Faridu’d-Din Attar
Diterjemahkan dari The Conference of the Birds (C. S. Nott).
Diterbitkan oleh PT DUNIA PUSTAKA JAYA

7. Rp. 1.500,- = Rp. 600.000,- (matematika Allah)

Tidak ada satu maksud apa pun ketika menuliskan cerita ini, semoga Allah menjaga hati ini dari sifat riya meski sebiji zarah pun.
Jum’at lalu, saya berangkat ke kantor dengan dada sedikit berdegub. Melirik ukuran bensin di dashboard motor, masih setengah. “Yah cukuplah untuk pergi pulang ke kantor”.
Namun, bukan itu yang membuat dada ini tak henti berdegub. Uang di kantong saya hanya tersisa seribu rupiah saja. Degubnya tambah kencang karena saya hanya menyisakan uang tidak lebih dari empat ribu rupiah saja di rumah. Saya bertanya dalam hati, “makan apa keluarga saya siang nanti?” Meski kemudian buru-buru saya hapus pertanyaan itu, mengingat nama besar Allah yang Maha Melindungi semua makhluk-Nya yang tawakal.
Saya berangkat, terlebih dulu mengantar si sulung ke sekolahnya. Saya bilang kepadanya bahwa hari ini tidak usah jajan terlebih dulu. Alhamdulillah ia mengerti. Soal pulangnya, ia biasa dijemput tukang ojeg yang –sukurnya- sudah dibayar di muka untuk antar jemput ke sekolah.
Sepanjang jalan menuju kantor saya terus berpikir, dari mana saya bisa mendapatkan uang untuk menjamin malam nanti ada yang bisa dimakan oleh isteri dan dua putri saya. Urusan besok tinggal bagaimana besok saja, yang penting sore ini bisa mendapatkan sesuatu untuk bisa dimakan.
Tiba di kantor, tiba-tiba saya mendapatkan sebungkus mie goreng dari seorang rekan kantor yang sedang milad (berulang tahun). Perut saya yang sejak pagi belum terisi pun mendesak-desak untuk segera diisi. Namun saya ingat bahwa saya tidak memiliki uang selain yang seribu rupiah itu untuk makan siang. Jadi, saya tangguhkan dulu mie goreng itu untuk makan siang saja.
Sepanjang hari kerja, terhitung dua kali saya menelepon isteri di rumah menanyakan kabar anak-anak. “sudah makan belum?” si cantik di seberang telepon hanya menjawab, “Insya Allah,” namun suaranya terasa getir. Saat itu, anak-anak sedang tidur siang.
Pukul lima sore lebih dua puluh menit saya bergegas ke rumah. Sebelumnya saya sudah berniat untuk menginfakkan seribu rupiah di kantong saya jika melewati petugas amal masjid yang biasa ditemui di jalan raya. Sayangnya, sepanjang jalan saya tidak menemukan petugas-petugas itu, mungkin karena sudah terlalu sore. Akhirnya, sekitar separuh perjalanan ke rumah, adzan maghrib berkumandang. Motor pun terparkir di halaman masjid, dan seketika mata ini tertuju kepada kotak amal di pojok masjid. “bismillaah…” saya masukkan dua koin lima ratus rupiah ke kotak tersebut.
Usai sholat, setelah berdoa saya meneruskan perjalanan. Tapi sebelumnya, tangan saya menyentuh sesuatu di kantong celana. Rupanya satu koin lima ratus rupiah. Kemudian saya ceploskan lagi ke kotak amal yang sama.
Sesampainya di rumah, isteri sedang memasak mie instan. Semangkuk mie instan sudah tersaji, “kita makan sama-sama yuk…” ajak si manis. Kemudian saya bilang, “abang sudah kenyang, biar anak-anak saja yang makan”. Anak-anak pun lahap menyantap mie instan plus nasi yang dihidangkan ibu mereka. Rasanya ingin menangis saat itu.
***
Keesokan paginya, isteri menggoreng singkong untuk sarapan. Alhamdulillah masih ada yang bisa dimakan. Sebenarnya hari itu masih punya harapan. Seorang teman isteri beberapa hari lalu meminjam sejumlah uang dan berjanji mengembalikannya Sabtu pagi. Namun yang ditunggu tidak muncul. Bahkan ketika terpaksa saya harus mengantar isteri menemui temannya itu, pun tidak membuahkan hasil.
Tiba-tiba telepon saya berdering, “Pak, saya baru saja mentransfer uang satu juta rupiah ke rekening bapak. Yang empat ratus ribu untuk pesanan 20 buku bapak yang terbaru. Sisanya rezeki untuk anak-anak bapak ya…” seorang sahabat dekat memesan buku karya saya yang terbaru.
Subhanallah, Allahu Akbar! Saya langsung bersujud seketika itu. Saya hanya berinfak seribu lima ratus rupiah dan Allah membalasnya dengan jumlah yang tidak sedikit. Ini matematika Allah, siapa yang tak percaya janji Allah? Yang terpenting, siang itu juga saya buru-buru mengeluarkan sejumlah uang dari yang saya peroleh hari itu untuk diinfakkan.
***
Saya bersyukur tidak memiliki banyak uang maupun tabungan untuk saya genggam. Sebab semakin banyak yang saya miliki tentu semakin berat pertanggungjawaban saya kepada Allah.

8. EMANSIPASI PRIA, ANTARA AKU, TUHANKU, DAN ISTRIKU

Seorang lelaki berdoa: “Oh Tuhan, saya tidak terima. Saya bekerja begitu keras di kantor, sementara istri saya enak-enakan di rumah. Saya ingin memberinya pelajaran, tolonglah ubahlah saya menjadi istri dan ia menjadi suami.”
Tuhan merasa simpati dan mengabulkan doanya. Keesokan paginya, lelaki yang telah berubah wujud menjadi istri tersebut, terbangun dan cepat-cepat ke dapur menyiapkan sarapan. Kemudian membangunkan kedua anaknya untuk bersiap-siap ke sekolah.
Kemudian ia mengumpulkan dan memasukkan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci.
Setelah suami dan anak pertamanya berangkat, ia mengantar anaknya yang kecil ke sekolah taman kanak-kanak.
Pulang dari sekolah TK, ia mampir ke pasar untuk belanja. Sesampainya di rumah, setelah menolong anaknya ganti baju, ia menjemur pakaian dan kemudian memasak untuk makan siang.
Selesai memasak, ia mencuci piring-piring bekas makan pagi dan peralatan yang telah dipakai memasak. Begitu anaknya yang pertama pulang, ia makan siang bersama kedua anaknya.
Tiba-tiba ia teringat ini hari terakhir membayar listrik dan telepon.
Disuruhnya kedua anaknya untuk tidur siang dan cepat-cepat ia pergi ke bank terdekat untuk membayar tagihan tersebut.
Pulang dari bank ia menyetrika baju sambil nonton televisi. Sore harinya ia menyiram tanaman di halaman, kemudian memandikan anak-anak. Setelah itu membantu mereka belajar dan mengerjakan PR. Jam sembilan malam ia sangat kelelahan dan tidur terlelap. Tentu masih ada’pekerjaan- pekerjaan kecil lainnya’ yang harus dikerjakan.
Dua hari menjalani peran sebagai istri ia tak tahan lagi. Sekali lagi ia berdoa, “Ya Tuhan, ampuni aku. Ternyata aku salah. Aku tak kuat lagi menjalani peran sebagai istri. Tolong kembalikan aku menjadi suami lagi.”
Tuhan menjawab:
“Bisa saja. Tapi kamu harus menunggu sembilan bulan, karena saat ini kamu sedang hamil.”
Sumber : Facebook ” Catatan KUMPULAN CERITA HIKMAH “

9. Seorang Zuhud Yang Dungu

Seorang zuhud meninggalkan kehidupan masyarakat dan pergi kepadang pasir untuk menyibukkan diri beribadah di sebuah tempat yang sunyi.Ia memutuskan mengucilkan diri dan tidak masuk ke kota serta berkumpul dengan masyarakat.
Dalam ibadahnya, ia memohon kepada Allah, ” Ya Allah, berikanlah rezekiku yang telah Engkau tentukan bagiku. “  Seminggu telah berlalu. Namun makanan yang diharapkan tak kunjung datang. Waktu itu rasa lapar sudah hampir membunuhnya. Ia lalu memohon kepada Allah, ” Ya Allah, berikanlah bagian rezekiku. Jika tidak, cabutlah nyawaku. ” Tiba-tiba terdengar suara, ” Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, Aku tak akan memberimu rezeki sampai engkau kembali kekota dan berhubungan dengan masyarakat. ” Lalu ia pun terpaksa kembali ke kota. Sesampainya di kota, seseorang memberinya makan dan yang lainnya memberinya minum, sampai akhirnya ia kekenyangan.
Dikarenakan tidak menyadari kebijakan Ilahi, dalam benaknya terlintas, ” Mengapa justru masyarakat yang memberiku makan, sementara Allah tidak memberikan apapun? ” Ia lalu mendengar suara, “ Apakah engkau menginginkan untuk berzuhud dengan cara yang keliru, dan mengingkari kebijakan-Ku? Apakah Engkau tak tahu bahwa Aku memberi rezeki hamba-hambaKu melalui tangan hamba-hambaKu juga?  Cara semacam itu jauh lebih Aku sukai ketimbang aku memberikannnya secara langsung lewat tangan (kekuasaan)- Ku sendiri. “
Dipetik dari Buku ” Kisah-Kisah Hikmah ” karya Muhammad Muhammadi

10. SULTAN YANG MENJADI ORANG BUANGAN

Seorang Sultan Mesir konon mengumpulkan orang orang
terpelajar, dan-seperti biasanya–timbullah pertengkaran.
Pokok masalahnya adalah Mikraj Nabi Muhammad. Dikatakan,
pada kesempatan tersebut Nabi diambil dari tempat tidurnya,
dibawa ke langit. Selama waktu itu ia menyaksikan sorga
neraka, berbicara dengan Tuhan sembilan puluh ribu kali,
mengalami pelbagai kejadian lain–dan dikembalikan ke
kamarnya sementara tempat tidurnya masih hangat. Kendi air
yang terguling karena tersentuh Nabi waktu berangkat, airnya
masih belum habis ketika Nabi turun kembali.
Beberapa orang berpendapat bahwa hal itu benar, sebab ukuran
waktu disini dan di sana berbeda. Namun Sultan menganggapnya
tidak masuk akal.
Para ulama cendikia itu semuanya mengatakan bahwa segala hal
bisa saja terjadi karena kehendak Tuhan. Hal itu tidak
memuaskan raja.
Berita perbedaan pendapat itu akhirnya didengar oleh Sufi
Syeh Shahabuddin, yang segera saja menghadap raja. Sultan
menunjukkan kerendahan hati terhadap sang guru yang berkata,
“Saya bermaksud segera saja mengadakan pembuktian.
Ketahuilah bahwa kedua tafsiran itu keliru, dan bahwa ada
faktor-faktor yang bisa ditunjukkan, yang menjelaskan cerita
itu tanpa harus mendasarkan pada perkiraan ngawur atau akal,
yang dangkal dan terbatas.”
Di ruang pertemuan itu terdapat empat jendela. Sang Syeh
memerintahkan agar yang sebuah dibuka. Sultan melihat keluar
melalui jendela itu. Di pegunungan nunjauh disana terlihat
olehnya sejumlah besar perajurit menyerang, bagaikan semut
banyaknya, menuju ke istana. Sang Sultan sangat ketakutan.
“Lupakan saja, tak ada apa-apa,” kata Syeh itu.
Ia menutup jendela itu lalu membukanya kembali. Kali ini tak
ada seorang perajurit pun yang tampak.
Ketika ia membuka jendela yang lain, kota yang di luar
tampak terbakar. Sultan berteriak ketakutan.
“Jangan bingung, Sultan; tak ada apa-apa,” kata Syeh itu.
Ketika pintu itu ditutup lalu dibuka kembali, tak ada api
sama sekali.
Ketika jendela ketiga dibuka, terlihat banjir besar
mendekati istana. Kemudian ternyata lagi bahwa banjir itu
tak ada.
Jendela keempat dibuka, dan yang tampak bukan padang pasir
seperti biasanya, tetapi sebuah taman firdaus. Dan setelah
jendela tertutup lagi, lalu dibuka, pemandangan itu tak ada.
Kemudian Syeh meminta seember air, dan meminta Sultan
memasukkan kepalanya dalam air sesaat saja Segera setelah
Sultan melakukan itu, ia merasa berada di sebuah pantai yang
sepi, di tempat yang sama sekali tak dikenalnya, karena
kekuatan gaib Syeh itu. Sultan marah sekali dan ingin
membalas dendam.

11. Semangkok Nasi Putih (True Story)

Pada sebuah senja dua puluh tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda
yang kelihatannya seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir di
depan sebuah rumah makan cepat saji di kota metropolitan, menunggu
sampai tamu di restoran sudah agak sepi, dengan sifat yang segan dan
malu-malu dia masuk ke dalam restoran tersebut. “Tolong sajikan saya
semangkuk nasi putih.”
Dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan.
Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan pemuda
ini hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apapun,
lalu menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya.
Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan sedang membayar berkata
dengan pelan :
“dapatkah menyiram sedikit kuah sayur diatas nasi saya.”
Istri pemilik rumah berkata sambil tersenyum :
“Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar !”
Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini,
Tempayan retak itu berkata kepada si tukang air,
“Saya sungguh malu pada diri saya sendiri,
dan saya ingin mohon maaf kepadamu.”
“Kenapa?” tanya si tukang air,
“Kenapa kamu merasa malu?”
“Saya hanya mampu, selama dua tahun ini,
membawa setengah porsi air dari yang seharusnya
dapat saya bawa karena adanya retakan
pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor
sepanjang jalan menuju rumah majikan kita.
Karena cacadku itu, saya telah membuatmu rugi.”
Kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak,
Dan dalam belas kasihannya, ia berkata,
“Jika kita kembali ke rumah majikan besok,
aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah
di sepanjang jalan.”
Benar, ketika mereka naik ke bukit,
Si tempayan retak memperhatikan
Dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah
Di sepanjang  sisi jalan,
Dan itu membuatnya sedikit terhibur.
Namun pada akhir perjalanannya, Ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor,
dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata kepada tempayan itu,
“Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga
di sepanjang jalan di sisimu
tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan
di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu
Itu karena aku selalu menyadari akan cacadmu.
Dan aku memanfaatkannya.
Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu,
Dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air,
Kamu mengairi benih-benih itu.
Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga
Indah itu untuk menghias meja majikan kita.
Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang. “
Setiap dari kita memiliki
Cacad dan kekurangan kita sendiri.
Kita semua adalah tempayan retak.
Namun jika kita mau,
Tuhan akan menggunakan kekurangan kita
Untuk menghias-Nya.
Di mata Tuhan yang bijaksana,
Tak ada yang terbuang percuma.
Jangan takut akan kekuranganmu.
Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun
Dapat menjadi sarana keindahan Tuhan.
Ketahuilah, didalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

12. Konferensi Para Setan

Setan mengadakan konfensi yang dihadiri oleh bangsa
iblis, syaithon dan jin. Dalam pembukaan konferensi tsb
dikatakannya:
“Kita tidak dapat melarang kaum muslim ke Mesjid”,
“Kita tidak dapat melarang mereka membaca Al-Qur’an
dan mencari kebenaran”,
“Bahkan kita tidak dapat melarang mereka mendekatkan diri
dengan Tuhan mereka, Allah dan pembawa risalahNya, Muhammad”,
“Pada saat mereka menyebut kebesaran dan mendekatkan diri
kepada Allah, maka kekuatan kita akan lumpuh.”
“Oleh sebab itu, biarkanlah mereka pergi ke Masjid;
biarkan mereka tetap melakukan kesukaan mereka, TETAPI, CURI WAKTU
MEREKA, sehingga mereka akhirnya tidak lagi punya waktu untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah”.
“Inilah yang akan kita lakukan,” kata iblis. Alihkan perhatian mereka
sedikit demi sedikit, dari usaha mereka untuk
meningkatkan kedekatannya kepada Allah, dan awasi terus kegiatannya
sepanjang hari!”
“Bagaimana kami melakukannya?” tanya para hadirin yaitu iblis, syaitan, dan
jin. “Sibukkan mereka dengan hal-hal yang
sebenarnya tidak penting bagi kehidupan mereka, tapi mereka kemudian akan
menganggap penting.”, Dan ciptakan tipu-daya untuk menyibukkan fikiran
mereka agar menjadi lupa mengingat kebesaran Allah dan mereka tidak sempat
lagi bersyukur atas semua nikmat dan karuniaNYA,” jawab sang iblis
“Rayu mereka agar suka BELANJA, BELANJA DAN BELANJA
SERTA BERHUTANG, BERHUTANG DAN BERHUTANG”.
“Bujuk para istri untuk bekerja diluar rumah sepanjang hari dan para suami
bekerja 6 sampai 7 hari dalam seminggu, 10 – 12 jam seminggu, sehingga
mereka merasa bahwa hidup ini sangat kosong, hampa… dan akhirnya mereka
menyesali bahwa dunia ini hanyalah kesenangan yang menipu, dan jika mereka
meninggalkan dunia ini sewaktu-waktu, maka tidak ada amalan yang berarti
baginya, yang akan dibawanya menghadap Allah.”
“Jangan biarkan mereka menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka.”. “Jika
keluarga mereka mulai tidak harmonis,
maka meresa ada ketenangan di rumah-rumah mereka.”
Pikat mereka untuk membunyikan radio atau kaset selama mereka berkendaraan”.
“Dorong mereka untuk menyetel TV, VCD, CD dan PC dirumah sepanjang hari.
Bunyikan musik terus menerus di semua restoran maupun di toko-toko di dunia
ini”. “Hal ini akan mempengaruhi fikiran mereka dan merusak hubungan mereka
dengan Allah dan RasulNya”
“Penuhi meja-meja di rumah mereka dengan majalka akan merasa bahwa rumah bukan lagi tempat mereka untuk
melepaskan lelah sepulang dari bekerja, dan bukan lagi tempat untuk berbagi
kasih sayang”. “Dorong terus cara berfikir seperti itu, sehingga mereka
tidak meraah-majalah dan tabloid, yang
akan melupakan mereka pada berdzikir
dengan menyebut asma Allah”.
“Cekoki mereka dengan berbagai berita dan gosip selama 24 jam sehari”.
“Serang mereka dengan berbagai iklan-iklan di jalanan”.
“Banjiri kotak surat mereka dengan informasi tak berguna, katalog-katalog,
undian-undian, tawaran-tawaran dari berbagai macam iklan”.
“Muat gambaran wanita yang cantik itu adalah yang langsing dan berkulit
mulus di majalah dan TV, untuk menggiring para
suami berfikir bahwa PENAMPILAN itu menjadi unsur terpenting, sehingga
membuat para suami tidak tertarik lagi pada
istri-istri mereka”
“Buatlah para istri menjadi sangat letih pada malam hari, buatlah mereka
sering sakit kepala”.
“Jika para istri tidak memberikan cinta yang diinginkan sang suami, maka
mereka akan mulai mencoba mencari di luaran”
“Hal inilah yang akan mempercepat retaknya sebuah keluarga”
“Terbitkan buku-buku cerita untuk mengalihkan kesempatan mereka dari belajar
beribadah yang benar, lupakan mereka akan
makna shalat, jauhkan mereka dari budi pekerti yang luhur, serta nilai nilai
luhur tentang penghormatan kepada orang yang lebih tua dan para guru.”
“Sibukkan mereka sehingga tidak lagi punya waktu untuk mengkaji bagaimana
Allah menciptakan alam semesta. Arahkan mereka ke tempat-tempat hiburan,
fitness, pertandingan-pertandingan, konser musik dan bioskop.”
Buatlah mereka menjadi SIBUK, SIBUK DAN SIBUK.”
“Perhatikan, jika mereka jumpa dengan orang shaleh, bisikkan gosip-gosip dan
percakapan tidak berarti, sehingga
percakapan mereka tidak berdampak apa-apa. “Isi kehidupan mereka dengan
keindahan-keindahan semu yang akan membuat mereka tidak punya waktu untuk
mengkaji dan merenungi kebesaran Allah, padahal saat
kembali kepada Allah itu pasti.” “Dan dengan segera mereka akan merasa bahwa
keberhasilan, kebaikan/kesehatan keluarga
adalah merupakan hasil usahanya yang kuat semata-mata, bukan atas izin
Allah.”
“PASTI BERHASIL, PASTI BERHASIL.” “RENCANA YANG BAGUS.”
Iblis, syaitan dan jin kemudian pergi dengan penuh semangat untuk melakukan
tugas “MEMBUAT MUSLIMS MENJADI LEBIH SIBUK DENGAN URUSAN DUNIAWI, LEBIH
KALANG KABUT, DAN SENANG HURA-HURA YANG TAK BERMAKNA”.
“Dan jadikan manusia hanya menyisakan sedikit saja atau bahkan tidak ada
lagi waktu untuk mengingat Allah sang
Pencipta.”
“Tidak lagi mereka punya waktu untuk bersilaturahmi dan saling mengingatkan
akan ketentuan dan hukum-hukum yang
diturunkan oleh Allah melalui RasulNya”, sementara, Allah telah menyiapkan
surga bagi mereka yang taat kepada Allah dan RasulNYA, dan telah menyediakan
neraka bagi mereka yang menentang hukum Allah dan RasulNYA dan melanggar
segala laranganNYA.
.Sekarang pertanyaannya adalah, ” APAKAH RENCANA IBLIS INI AKAN BERHASIL???”
“ANDALAH YANG MENENTUKAN!!!”
Wassalam,
Sumber : IndoForum

13. Kisah Perajin Tenun Sutra dan Perampok

Shiciri Kojun adalah seorang perajin tenun sutra. kata orang, ia bukan hanya sebagai seorang pengrajin kain – tetapi lebih dari pada itu, ia adalah seniman kain. Motif-motif kain sutra rajutannya sangat indah, sehingga tidak heran jika ia menjadi sangat terkenal karena karya-karyanya.
Pada suatu senja, saat Shiciri Kojun sedang merajut sutra, datanglah seorang perampok memasuki rumahnya. Perampok itu membawa sebilah pedang, yang langsung ditempelkannya ke leher Shiciri Kojun.. “Serahkan semua uangmu !” kata perampok itu.
Dengan tenang Shiciri berkata, “Semua uangku ada di laci itu, tapi jangan ganggu saya, karena saya sedang berkonsentrasi mengerjakan tenunan sutra ini..” Pencuri itu pun segera melepaskan pedang yang ditempelkannya di leher Shiciri, lalu berjalan dan bergegas membuka sebuah laci lemari yang ditunjukkan Shiciri.
Ketika perampok itu sedang memasukkan uang-uang itu di tasnya, tiba-tiba Shiciri berkata, “Jangan ambil semuanya, saya masih butuh seperempat dari uang itu untuk membayar pajak besok pagi.”
Entah mengapa, perampok itu menuruti kata-kata Shiciri. Ia pun hanya mengambil tiga per empat uang di laci itu. Setelah memastikan uang-uang tersebut telah tertata di tasnya, perampok itu segera berjalan menuju pintu keluar.
Saat perampok itu hampir sampai di pintu, tiba-tiba Shiciri berkata dengan lembut, “Berterima kasihlah setelah engkau menerima hadiah”. Dengan setengah bingung, perampok itu lalu mengucapkan “Terima kasih” lalu pergi meninggalkan rumah Shiciri.
Beberapa hari kemudian terdengar kabar bahwa perampok itu telah tertangkap. Setelah melalui berbagai proses, perampok itu mengakui segala perbuatannya, termasuk menyebutkan siapa-siapa saja yang pernah dirampok olehnya.
Sidang pengadilan pun digelar. Seluruh korban perampokan dipanggil oleh hakim satu per satu untuk menceritakan proses perampokannya. Kebanyakan dari mereka menghujat dan mencaci maki perampok itu dengan penuh dendam.
Beberapa saat kemudian, Shiciri pun juga dipanggil oleh sang hakim untuk memberi kesaksian tentang proses perampokan yang menimpanya beberapa hari lalu.
Dan Shiciri pun berkata, “Laki-laki ini bukan perampok, saya memang pernah memberinya banyak uang – sesuai dengan permintaannya, tapi saya tidak pernah merasa dipaksa oleh dia”
Shiciri lalu melanjutkan kata-katanya, ” Bahkan setahu saya, ia adalah orang yang cukup sopan, ia tidak lupa mengucapkan ‘terima kasih’ saat keluar dari rumah saya.”
beberapa tahun kemudian, saat perampok itu telah dibebaskan dari hukumannya. mantan perampok itu segera pergi menemui Shiciri, dan meminta Shiciri untuk menjadi gurunya. Tetapi, seumur hidup – Shiciri tidak pernah menganggap dirinya sendiri sebagai guru, karena ia memang belum pernah menjadi guru.
Karena bingung tentang apa yang harus diajarkan kepada mantan perampok itu, akhirnya Shiciri hanya mengajarinya tentang teknik-teknik membuat tenunan sutra. Dan perampok itu pun menuruti ajaran Shiciri – dan menjadi murid yang setia – hingga akhir hayat Shiciri.
(Unknown Author, dari buku “The Chinnese Story”, 2002)

14. Kisah Seekor Tokek Dan Seorang Petani

Pada suatu hari ada seorang petani yang bingung. Ia mempunyai sepetak lahan, ia berpikir apakah ladang tersebut akan ia tanami melon atau semangka. Tiba-tiba, “tokeeeeeek..!” Tokek yang bersarang di plafon atap rumahnya itu berbunyi. Dengan sigap, petani itu berseru “Meloon!”. Tokek itu berbunyi lagi, “Tokeeeek..!” Petani itupun berseru lagi “Semangkaa..”. Dan begitu seterusnya beberapa kali hingga tokek tersebut berhenti berbunyi. Kata terakhir yang diserukan petani tersebut adalah “melon”, maka petani itu pun memutuskan untuk menanam melon di ladang. Beberapa bulan berlalu dan ternyata melonnya tumbuh subur. Sangat berbeda dengan tetangganya yang menanam semangka. Semangka tetangganya tersebut hampir semuanya gagal panen tanpa ada sebab yang jelas. “Tokek itu simbol keberuntunganku.” Gumam petani.
Sore harinya, seorang pedagang melon datang ke rumah petani tersebut. Ia menawarkan diri untuk membeli semua hasil panen melon di atas harga pasar. Padahal di sisi lain, petani itu sudah berencana menjual melon ke KUD. “Mmm.. dijual ke orang itu tidak ya??” tiba-tiba tokek itu berbunyi lagi “tokeeek..!” Sekonyong-konyong petani itu berseru “Ya..!” ; Tokek itupun berbunyi lagi “tokeeek..!” Petanipun berseru lagi “tidaak..!” Dan begitu seterusnya beberapa kali hingga tokek tersebut berhenti berbunyi. Kata terakhir yang diserukan petani tersebut adalah “tidak”. Maka petani itu menolak menjual melonnya pada pedagang itu, dan lebih memlih menjual melonnya ke KUD, sekalipun dihargai lebih murah. Keberuntungan pun datang lagi pada petani itu, pedagang tersebut ternyata seorang penipu. Dengan berbagai tipu muslihatnya pedagang itu telah berhasil menipu salah satu tetangganya, dengan membawa lari seluruh hasil panen tanpa dibayar sepeserpun.
Petani itu sangat bangga dengan tokeknya. Dengan sedikit berusaha, akhirnya dia berhasil menangkap tokek itu. Tokek tersebut lalu diberi sangkar yang besar dan bagus, segala kebutuhan tokek itupun dipenuhinya setiap hari. Bulan demi bulan pun berlalu, dan seperti biasa tokek tersebut selalu membawa keberuntungan bagi petani tersebut. Apapun yang menjadi keputusan petani selalu menunggu jawaban si tokek.
Cerita pun terus berlanjut, petani tersebut lalu membuat semacam ’standarisasi’ bagi jawaban si tokek. Bunyi pertama ia artikan sebagai “ya”, dan bunyi kedua diartikan sebagai “tidak”. ‘Standarisasi’ bunyi tokek inipun berhasil. Lambat laun petani itu pun menjadi kaya raya. Ia telah menjadi salah satu tuan tanah terkaya di desanya.
Tahun demi tahun pun berlalu. Tapi entah mengapa, akhir-akhir ini tokek tersebut selalu membawa petani tersebut pada keputusan yang salah. Beberapa kali jawaban tokek tersebut selalu mengarah pada kesialan semata. Tokek tersebut telah membuat petani tersebut kehilangan tanah karena sengketa, salah memilih pupuk, salah cara dalam mengairi sawah, kehilangan istri, dan seabreg masalah-masalah lain. Keadaan petani itu pada saat ini justru jauh lebih buruk dari keadaan sebelum ia menemukan si tokek.
Lambat laun petani tersebut menjadi benci terhadap tokek tersebut, dan ia pun berseru “Akuu bodoooooh!!”.
Seperti diperintah, tokek di dalam kandang itu juga menyahut “tokeeeeeek..!” selama satu kali.
Karya : Joddie

15. Kisah Riwayat Sebuah Guci Cantik

Pada suatu hari sepasang suami istri yang baru menikah, berbulan madu di Cina. Saat berjalan-jalan di sebuah galeri seni, mereka menemukan sebuah guci yang indah sekali. Mereka melihat harga yang tercantum di label guci itu, tertulis angka 40.000 USD !
“Sangat mahal” kata si istri.
“Ya, tentu !” tiba-tiba pelayan galeri itu berkata, “Guci ini dibuat sekitar 400 tahun lalu, sangat klasik, tetapi tetap indah dan utuh, karena ia dibuat oleh seorang maestro seni yang luar biasa, pembuatnya adalah seniman sejati, guci yang dibuatnya selalu berkualitas tinggi dan bernilai seni tinggi, sekalipun sudah berusia ratusan tahun.
“Tak disangka, guci itu tiba-tiba berkata.
“Tak tahukah kalian bahwa aku sebenarnya hanya seonggok tanah liat bau yang tak berguna?”
Orang-orang itu hanya melongo,
“Saat itu tuanku menemukan aku, memukul-mukulkan aku pada sebuah papan, hingga pasir dan kerikil dalam tubuhku keluar semua.. sakit sekali rasanya”
Sang guci melanjutkan ceritanya.
“Tidak hanya itu, selanjutnya ia menaruhku di atas batu yang berputar; dan dengan segera dia memutar-mutar dan mulai mengikis dan membentuk tubuhku. Aku tidak tahan.. pusing.. tolong hentikan.. sakit.. itu yang kuteriakkan, tetapi tuanku hanya berkata: belum saatnya”
“Sesudah itu dia meletakkan aku di sebuah ruangan di atas panggangan api, tahukah kalian, betapa panasnya itu? perlahan-lahan tubuhku yang lembek dan hitam berubah menjadi kaku dan memerah.. panas.. tolong hentikan.. itu yang kuteriakkan, tetapi tuanku tersenyum dan hanya berkata: belum saatnya”
“Sesudah itu, tuanku mengeluarkan dari ruangan itu, dan ia mulai menggoreskan cat-cat pada tubuhku.. saat tubuhku masih panas dan memerah.. pedih sekali rasanya.. seluruh kulitku terasa seperti disiram api.. aku hanya bisa menangis dan berkata.. tolong hentikan.. aku tidak kuat.. tetapi tuanku berkata: belum saatnya”
“Sesudah tubuhku berlumuran cat, tuanku memasukkanku lagi ke ruangan tadi dan mulai memanggangku lagi.. kali ini panas yang kurasakan luar biasa, mungkin beberapa kali lipat dari panas yang tadi… tolooong.. sakiiitt…. itu yang bisa kuucapkan, tetapi tuanku hanya berkata: belum saatnya, tinggal sebentar lagi”
“Setelah beberapa jam di panggangan itu, aku mulai melihat kulitku perlahan-lahan mulai memutih dan sangat keras.. lebih keras dari sebelumnya.. sakit dari sekujur tubuhku aku rasakan. Perlahan-lahan tuanku mengeluarkan aku dari ruangan itu.. membersihkan tubuhku dengan lap sutra dan memberiku tempat di atas sebuah meja yang indah..”
“Beberapa hari kemudian, sakitku mulai hilang, dan ajaib, aku merasa sangat kuat. Perlahan-lahan aku mulai sadar, bahwa aku telah berubah menjadi guci yang sangat cantik, seorang raja bersedia membeliku dengan harga yang sangat tinggi”
“Semenjak itu, aku tidak pernah bertemu dengan tuanku lagi, tetapi yang aku tahu, semenjak raja itu membeliku, aku selalu berada di tempat yang indah dan tinggi, agar semua orang bisa melihatku, semua orang bangga dapat memiliki dan melihat aku, aku pun yakin kalian semua pasti ingin berfoto didekatku. Dulu, pernah ada dua kerajaan bertempur cuma gara-gara memperebutkan aku…”
“Oohh betapa bahagianya aku, seandainya bisa bertemu dengan tuanku sekali lagi.. aku ingin mengucapkan terima kasih.. akan karyanya yang sangat indah di hidupku”
(Dari “A Cup of Tea at Afternoon”; author: unknown)
Cerita ini mengingatkan aku pada masa lalu..
dan kehebatan tangan-Nya dalam membentuk aku.

16. Malam Terakhir Bagi Angela

Joe dan Angela bertemu secara tak sengaja di sebuah karnaval tahunan yang diadakan setiap liburan musim panas
di kota tempat kelahiran Angela.
Perkenalan yang berlanjut pada temu makan malam dan kebersamaan yang penuh tawa dan bahagia seakan segalanya
akan berlangsung selamanya.
Banyak hal yang mereka alami dalam kebersamaan mereka.
Hal-hal indah yang menyatukan hati dan pandangan mereka.
Dua hari sebelum liburan musim panas berakhir Angela jatuh sakit.
Dokter memberikan memberikan obat penghilang rasa sakit karena tak ada lagi yang dapat dilakukan untuk memerangi kanker yang menggerogoti Angela dari dalam.
Satu hal yang tak diketahui Joe bahwa itu adalah liburan musim panas terakhir bagi Angela sebelum batas waktu secara medis itu tiba.
Malam itu adalah malam terakhir liburan musim panas dan malam terakhir bagi Angela.
Angela terbaring ditempat tidurnya yang serba putih dengan tangan yang menggenggam lembut tangan Joe.
Tak ada airmata antara mereka karena senyum yang memiliki waktu mereka. Tatapan mata saja sudah cukup bagi mereka untuk berbagi cerita tentang apa yang ada dihati mereka masing-masing.
Lirih Joe berkata, “Mengapa kebersamaan ini tak abadi?”
Dengan senyum manis Angela berkata,
“Jangan melihat seberapa lama kebersamaan kita namun ingatlah tentang kebersamaan kita.
Walau hanya sesaat namun itu adalah saat terbaik yang pernah aku miliki dalam hidupku.
Bukan berapa lama kita bersama tapi keindahan dan kebahagian bersamamu adalah harta karun bagiku.
Walau hanya sesaat bersamamu namun itulah kebahagiaan terindah seumur hidupku”.
———————————————————————————————————
Mengukur kebahagian bukan dari berapa lama kita menikmati kebahagian itu. Mengukur cinta bukan berapa lama kita menjalani waktu percintaan dengan orang yang kita cintai.
Kita takkan pernah lupa akan keindahan bunga yang mekar dimusim semi namun adakah bunga itu tetap dapat kita lihat sekarang?
Atau pernahkah kita lupa pada keindahan kemilau embun pagi kala matahari pagi bersinar padahal ia sirna saat matahari meninggi?
Kebahagiaan sejati tak datang dari berapa lama sesuatu itu berjalan  namun lebih kepada berapa berartinya waktu itu dijalani.
Mungkin hanya sesaat seperti pendeknya waktu mekarnya bunga.
Mungkin hanya sekejap seperti kehadiran embun yang cemerlangi pagi.
Namun jika itu memberi arti dihati maka itu akan abadi……………..
Mencintailah dengan sepenuh hati saat ini karena mungkin besok kau takkan bisa bersama lagi
dengan orang yang kau cintai.
Mungkin tiada yang abadi namun cinta dan kenangannya adalah abadi………….
sumber:emailku@

17. Rahasia Sebuah Kotak Sepatu

Henry dan Marta sudah menikah lebih dari 40 tahun. Tentu, sepasang manusia itu kini telah renta. Umur Henry 72 tahun dan umur Marta 68 tahun. Ketika hidup berumah tangga, keduanya tidak pernah menyimpan rahasia. Kecuali, sebuah kotak sepatu yang di simpan Marta di lemari pakaiannya. Marta  berpesan kepada suaminya untuk tidak sekali-kali membukanya atau bahkan menanyakan tentang barang itu kepadanya.
Suatu ketika, Marta sakit keras. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Henry dan anak-anak mereka untuk menyembuhkan Marta. Tetapi, tak satu pun yang berhasil. Dokter sudah angkat tangan dengan penyakit Marta. Mengingat tuanya usia Marta, tidak mungkin bagi dokter untuk melakukan tindakan-tindakan medis seperti yang biasa dilakukan pada penderita biasa.
Saat berbaring di tempat tidur, Marta berkata lirih pada suaminya, “Tolong ambilkan kotak sepatu di lemari pakaianku.” Henry segera beranjak dari tempat duduknya dan mengambil kotak sepatu itu, lalu memberikannya pada istrinya. Rupanya Marta sadar, bahwa ini adalah saat yang tepat untuk membuka rahasia di dalam kotak sepatu itu.
“Bukalah.” Marta berkata lagi pada suaminya. Perlahan-lahan Henry membuka penutup kotak itu. Henry mendapati ada dua boneka rajut dan setumpuk uang senilai hampir sepuluh juta rupiah. Henry lalu menanyakan ada apa dengan dua boneka rajut dan uang itu pada istrinya.
“Ketika kita menikah, ada sebuah rahasia perkawinan yang dituturkan Nenekku.” Marta bercerita, “Nenekku berpesan bahwa jangan sekali-kali membentak atau berteriak pada suamimu. Nenek bilang jika suatu saat saya marah padamu, saya harus tetap diam dan merajut sebuah boneka.” Henry hanya bisa terdiam saat mendengar cerita istrinya. Dan, air mata pun mulai bercucuran di pipinya.
“Sayang, lalu bagaimana dengan uang sepuluh juta ini?” Tanya Henry pada Marta, “Darimana engkau mendapatkan sebanyak ini?” Isteri menyahut, “Oh, itu adalah uang hasil penjualan dari boneka-boneka yang pernah saya buat.”
(Ditulis ulang dari cerita kiriman Mas Didik. Thanks, Mas!.. ^^ )

18. Filosofi dari Sebuah Tempayan Retak

Seorang tukang air India memiliki dua tempayan besar, Masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan
Yang dibawa menyilang pada bahunya.
Satu dari tempayan itu retak,
Sedangkan tempayan satunya lagi tidak.
Jika tempayan yang tidak retak itu selalu membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari  mata air ke rumah majikannya. Tempayan itu hanya dapat air setengah penuh,
Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari.
Si tukang air hanya dapat membawa
Satu setengah tempayan air ke rumah majikannya.
Tentu saja si tempayan yang tidak retak
Merasa bangga akan prestasinya,
Karena dapat menunaikan  tugasnya dengan sempurna.
Namun si tempayan retak yang malang itu
Merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya
Dan merasa sedih sebab ia hanya dapat
Memberikan setengah dari porsi yang seharusnya
Dapat diberikannnya.
Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini,
Tempayan retak itu berkata kepada si tukang air,
“Saya sungguh malu pada diri saya sendiri,
dan saya ingin mohon maaf kepadamu.”
“Kenapa?” tanya si tukang air,
“Kenapa kamu merasa malu?”
“Saya hanya mampu, selama dua tahun ini,
membawa setengah porsi air dari yang seharusnya
dapat saya bawa karena adanya retakan
pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor
sepanjang jalan menuju rumah majikan kita.
Karena cacadku itu, saya telah membuatmu rugi.”
Kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak,
Dan dalam belas kasihannya, ia berkata,
“Jika kita kembali ke rumah majikan besok,
aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah
di sepanjang jalan.”
Benar, ketika mereka naik ke bukit,
Si tempayan retak memperhatikan
Dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah
Di sepanjang  sisi jalan,
Dan itu membuatnya sedikit terhibur.
Namun pada akhir perjalanannya, Ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor,
dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata kepada tempayan itu,
“Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga
di sepanjang jalan di sisimu
tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan
di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu
Itu karena aku selalu menyadari akan cacadmu.
Dan aku memanfaatkannya.
Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu,
Dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air,
Kamu mengairi benih-benih itu.
Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga
Indah itu untuk menghias meja majikan kita.
Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang. “
Setiap dari kita memiliki
Cacad dan kekurangan kita sendiri.
Kita semua adalah tempayan retak.
Namun jika kita mau,
Tuhan akan menggunakan kekurangan kita
Untuk menghias-Nya.
Di mata Tuhan yang bijaksana,
Tak ada yang terbuang percuma.
Jangan takut akan kekuranganmu.
Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun
Dapat menjadi sarana keindahan Tuhan.
Ketahuilah, didalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

19. Jadilah Seperti Air Dan Jangan Ikuti Jejak Awan

Di sebuah tempat nan jauh dari kota  di Jawa Barat , tampak seorang pemuda bergegas menuju surau kecil. Wajahnya menampakkan kegelisahan dan kegamangan.
Ia seperti mencari sesuatu di surau itu.
“Assalamu’alaikum, Kabayan ” ucapnya ke Kabayan yang terlihat sibuk menyapu ruangan surau. Spontan, si Kabayan itu menghentikan sibuknya. Ia menoleh ke si pemuda dan senyumnya pun mengembang.
“Wa’alaikumussalam. Mangga. Mari masuk!” ucapnya sambil meletakkan sapu di sudut ruangan.
Setelah itu, ia dan sang tamu pun duduk bersila.
“Ada apa, Jang ?” ucapnya dengan senyum yang tak juga menguncup.
“Kabayan , Aku diterima kerja di kota!” ungkap sang pemuda kemudian.
“Syukurlah,” timpal si Kabayan bahagia. “Kabayan, kalau tidak keberatan, berikan aku petuah agar bisa berhasil!” ucap sang pemuda sambil menunduk.
Ia pun menanti ucapan si Kabayan di hadapannya.
“Jang , Jadilah seperti air. Dan jangan ikuti jejak awan,” untaian kalimat singkat meluncur tenang dari mulut si Kabayan.
Sang pemuda belum bereaksi. Ia seperti berpikir keras memaknai kata-kata Kabayan.
Tapi,tak berhasil. “Maksud, Kabayan?” ucapnya kemudian.
“Jang , Air mengajarkan kita untuk senantiasa merendah. Walau berasal dari tempat yang tinggi, ia selalu ingin ke bawah. Semakin besar, semakin banyak jumlahnya; air kian bersemangat untuk bergerak kebawah. Ia selalu mencari celah untuk bisa mengaliri dunia dibawahnya,” jelas si Kabayan dengan tenang.
“Lalu dengan awan,Kabayan?” tanya si pemuda penasaran.
“Jangan sekali-kali seperti awan, Jang. Perhatikanlah! Awan berasal dari tempat yang rendah, tapi ingin cepat berada di tempat tinggi.
Semakin ringan, semakin ia tidak berbobot; awan semakin ingin cepat meninggi,” terang si Kabayan begitu bijak.
“Tapi Jang,” tambahnya kemudian. “Ketinggian awan cuma jadi bahan permainan angin.”
Dan si pemuda pun tampak mengangguk pelan.
sumber : http://pwsmedan.blogspot.com/2009/02/air-atau-awan.html

20. Surga untuk Suami Saya

Jakarta -Pagi itu, semua berjalan seperti biasa saja. Semua sibuk mengerjakan pekerjaan masing-masing apalagi hari itu banyak sekali kegiatan yang harus dipersiapkan oleh kami di Dompet Dhuafa.
Namun yang pasti hari itu, saya mendapatkan lagi pelajaran betapa sesungguhnya memberi pelayanan yang terbaik itu berlaku itu semua orang. Tak peduli apakah itu orang kaya, atau orang yang terlihat kaya atau terlihat biasa-biasa saja.
Pertama soal betapa prasangka itu, tidaklah benar. Menyangka ibu tua renta yang datang dengan anaknya itu tadinya adalah orang yang akan meminta bantuan, namun nyatanya ia malah muzakki yang dari dana zakatnya program rumah sehat terpadu kami insyaAllah dapat terwujud.
Kedua, jangan pernah melihat orang dari fisiknya saja. Yang disangka meminta malah membayar. Semoga Allah membuka hati ini terus-menerus untuk dapat menangkap kebaikan. Amin.
Bermula dari datangnya ibu dan anaknya, wajahnya biasa-biasa saja. Bahkan nampak sekali kerut-kerut di wajahnya membuat ia tampak semakin tua dan lelah saja. Ia datang untuk meminta penjelasan tentang program rumah sehat terpadu yang rencananya kami bangun di depan sekolah unggul bebas biaya di Parung, Bogor.
”Boleh, saya mendapatkan infomasi tentang Rumah Sehat Terpadu,” tanyanya perlahan.
”Boleh Ibu, informasi apa yang ingin Ibu dapatkan. Rumah Sakit itu sengaja kami beri nama Rumah Sehat, karena kami ingin agar mereka yang datang mendapatkan layanan kesehatan di Rumah Sehat tersebut menjadi sehat. Sementara kata terpadu dikarenakan di lokasi itu nantinya akan terintregasikan seluruh program-program pendidikan, kesehatan, ekonomi, yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Semuanya kami berikan gratis. Bahkan kami berencana membangun masjid kaca” ujar Herdi, amil Dompet Dhuafa.
”Siapa saja yang boleh mendapatkan layanan kesehatan gratsis itu?” tanyanya lagi.
Kami semua menyangka bahwa ibu tua itu mengharapkan bantuan untuk mendapatkan layanan kesehatan cuma-cuma itu. Ternyata tidak. Ia hanya ingin memastikan lagi bahwa dana zakat yang diserahkan oleh para muzakki ke Dompet Dhuafa itu memberikan dampak yang besar bagi masyarakat.
”Ok Nak Herdi, saya ingin membayarkan zakat saya, di mana lokasi Bank Mandiri terdekat di sini? Bila sudah transfer saya akan kabari Nak Herdi.”.
Herdi terhenyak kaget, dan semakin kaget  lagi begitu ia ingin segera membayarkan zakat tanpa menunda waktu.
”Bank Mandiri tak jauh dari sini Ibu. Saya bisa antarkan.”
”Tak usah, nanti saja bila sudah saya tranfer saya akan kembali untuk dapatkan bukti setor zakatnya. Tolong berikan no rekening Dompet Dhuafa di Bank Mandiri.”
Herdi pun sibuk mencari no rekening Dompet Dhuafa di Bank Mandiri. Padahal nomor itu ada di brosur DD, tapi seolah tak ada. Jadi sulit untuk dicari. Sampai menjumpai no rekening nya. ”Ahh ini nomor nya Bu..!”
”Saya minta izin dahulu nanti saya kembali lagi bila sudah mentransfer”.
Belum lagi 5 menit handphone Herdi pun, berdering. ”Bisa di cek ke rekening Dompet Dhuafa, saya baru saja mentransfer Rp 150 juta,” suara dibalik telepon itu terdengar agak samar.
”Mohon maaf Ibu, berapa yang Ibu transfer nanti akan kami cek segera ke Bank Mandiri.”
”Rp 150 juta, Mas,” ujar ibu itu.
Masya Allah sebanyak itu, Alhamdulillah ya Allah, semoga Allah memberikan kemuliaan pada Ibu itu.
”Sebentar itu kami akan cek, Mbak Endang tolong di cek di Bank Mandiri, apakah sudah masuk transfer sebesar Rp 150 juta untuk Rumah Sehat Terpadu.”
”Sudah Mas,” sahut Endang dari balik ruangan.
”Alhamdulillah Ibu, sudah masuk ke rekening kami.”
Hmm Luar biasa, lihatlah katanya-katanya, ”Saya bayarkan zakat ini untuk suami saya yang telah wafat. Saya berharap zakat yang saya tunaikan ini, memudahkan jalan bagi ia menuju surga, seperti yang selama ini diharapkannya.”
”Amin Ibu, kami berdoa semoga almarhum mendapatkan tempat yang mulia dan tinggi atas zakat yang Ibu tunaikan hari ini. Semoga Allah memberikan pahala atas harta yang telah diberikan dan menjadikan suci serta keberkahan atas harta Ibu yang tersisa.”
”Amin”
***
Pembaca yang mulia, kisah ini membuat saya harus sering berdoa semoga saya bisa seikhlas mereka dalam sedekah dan belajar juga untuk menjauhkan diri dari prasangka. Sambil terus mendoakan para muzakki agar doa dan harapannya segera terwujud.
Penulis, Yuli Pujihardi adalah Corporate Secretary & Resources Mobilization Director Dompet Dhuafa.

 21.Titik Hitam Di Atas Kertas Putih

Bertahun-tahun yang lalu hingga sekitar beberapa bulan yang lalu, terus terang saya menjadi seorang yang merasa kehidupan dunia ini datar-datar saja, tidak ada yang istimewa dan layak disyukuri. Bagi saya saat tidurlah suatu kebahagiaan terindah. Entahlah, saya begitu menyesal atas apa yang saya miliki, istri, pekerjaan, kehidupan, kemampuan serta fisik yang saya miliki sepertinya tidak sesuai harapan. Saya selalu merasa menjadi orang yang KEKURANGAN di dunia ini. Semakin kuat saya berusaha untuk merubah keadaan, yang saya terima adalah semakin banyak kekecewaan. Saya tidak tahu harus memulai dari mana, hingga suatu saat seorang sahabat  memberikan suatu nasehat yang sungguh luar biasa dan memberikan suatu gambaran utuh tentang sebuah arti syukur dalam kehidupan. Di suatu tempat aku dan sahabatku berbincang-bincang :
Ya…aku mengerti apa yang kau alami, tidak hanya kamu akupun sendiri pernah mengalami dan mungkin banyak orang lainnya, sekarang aku akan ambil satu kertas putih kosong dan aku tunjukkan padamu, apa yang kamu lihat ?, ucap sahabatku.
Aku tidak melihat apa-apa semuanya putih, jawabku lirih.
Sambil mengambil spidol hitam dan membuat satu titik ditengah kertasnya, sahabatku berkata “Nah..sekarang aku telah beri sebuah titik hitam diatas kertas itu, sekarang gambar apa yang kamu lihat?”.
“Aku melihat satu titik hitam”, jawabku cepat.
“Pastikan lagi !”, timpal sahabatku.
“titik hitam”, jawabku dengan yakin.
“Sekarang aku tahu penyebab masalahmu. Kenapa engkau hanya melihat satu titik hitam saja dari kertas tadi? cobalah rubah sudut pandangmu, menurutku yang kulihat bukan titik hitam tapi tetap sebuah kertas putih meski ada satu noda didalamnya, aku melihat lebih banyak warna putih dari kertas tersebut sedangkan kenapa engkau hanya melihat hitamnya saja dan itu pun hanya setitik  ?”. Jawab Sahabatku dengan lantang,
“Sekarang mengertikah kamu ?, Dalam hidup, bahagia atau tidaknya hidupmu tergantung dari sudut pandangmu memandang hidup itu sendiri, jika engkau selalu melihat titik hitam tadi yang bisa diartikan kekecewaan, kekurangan dan keburukan dalam hidup maka hal-hal itulah yang akan selalu hinggap dan menemani dalam hidupmu”.
“Cobalah fahami, bukankah disekelilingmu penuh dengan warna putih, yang artinya begitu banyak anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kamu, kamu masih bisa melihat, mendengar, membaca, berjalan, fisik yang utuh dan sehat, anak yang lucu-lucu dan begitu banyak kebaikan dari istrimu daripada kekurangannya, berapa banyak suami-suami yang kehilangan istrinya ?, Juga begitu banyak kebaikan dari pekerjaanmu dilain sisi banyak orang yang antri dan menderita karena mencari pekerjaan. Begitu banyak orang yang lebih miskin bahkan lebih kekurangan daripada kamu, kamu masih memiliki rumah untuk berteduh, aset sebagai simpananmu di hari tua, tabungan , asuransi dan teman-teman yang baik yang selalu mendukungmu. Kenapa engkau selalu melihat sebuah titik hitam saja dalam hidupmu ?” dan juga…….. ……… .
Itulah kamu, betapa mudahnya melihat keburukan orang lain, padahal begitu banyak hal baik yang telah diberikan orang lain kepada kamu.
Itulah kamu, betapa mudahnya melihat kesalahan dan kekurangan orang lain, sedangkan kamu lupa kelemahan dan kekurangan diri kamu..
Itulah kamu, betapa mudahnya kamu menyalahkan dan mengingkari- Nya atas kesusahan hidupmu, padahal begitu besar anugerah dan karunia yang telah diberikan oleh-Nya dalam hidupmu.
Itulah kamu betapa mudahnya menyesali hidup kamu padahal banyak kebahagiaan telah diciptakan untuk kamu dan menanti kamu
“Mengapa kamu hanya melihat satu titik hitam pada kertas ini? PADAHAL SEBAGIAN KERTAS INI BERWARNA PUTIH ?, sekarang mengetikah engkau ? “, ucap sahabatku sambil pergi (entah kemana).
“Ya aku mengerti”, ucapku lirih.
Kertas itu aku ambil, aku buatkan satu pigora indah dan aku gantung di dinding rumahku. Bukan untuk SESEMBAHAN bagiku tapi sebagai PENGINGAT  dikala lupa,..lupa. ..bahwa begitu banyak warna putih di hidupku daripada sebuah titik hitam. Sejak itu aku mencintai HIDUP ini. Bisa Hidup adalah suatu anugerah yang paling besar yang diberikan kepada kita oleh Perekayasa Agung… Aku tidak akan menyia-nyiakannya.
Diambil dari Web Forum Upi

22. Kisah Anak Kecil dan Es Krim Seharga Setengah Dollar

Pada suatu hari seorang anak kecil masuk ke sebuah restoran terkenal. Dengan langkah riang dan sedikit berlari, anak kecil itu duduk di salah satu bangku kosong di sana. “Sangat Ramai.” gumamnya. Anak kecil itu kemudian mengangkat tangannya untuk memanggil salah satu pelayan restoran. Seorang pelayan perempuan pun segera datang menghampiri anak kecil itu dengan membawa buku menu makanan.
“Mau pesan apa, dik?” Tanya pelayan itu. “Berapa harga satu porsi es krim bertabur strawbery dan coklat itu?” Si anak balik bertanya sambil menunjuk salah satu gambar yang terpampang di tembok restoran.
“2 Dollar.” Jawab si pelayan dengan ramah. Anak itu kemudian memasukkan tangannya ke dalam saku dan mengeluarkan beberapa keping uang receh dan menghitungnya. “Kalau es krimnya tanpa strawberry dan coklat berapa?”. “1 Dollar.” jawab pelayan itu dengan sedikit aneh.
Anak itu kemudian memasukkan tangannya ke saku yang lain, dia mengeluarkan recehan lagi, dan mulai menghitungnya. “Kalau es krimnya tanpa strawberry dan coklat, serta cuma separuh porsi saja berapa?” “Setengah Dollar!” jawab pelayan itu agak ketus. “Baik, saya pesan itu saja.” Kata si anak lagi.
Pelayan itu segera kembali ke dapur. Beberapa saat kemudian pelayan kembali ke meja si anak sambil membawa pesanannya. Anak itu pun segera memakan es krim tersebut dengan lahap. Setelah es krim selesai dimakan, pelayan kembali menemui anak itu sambil membawa nota pembayaran.
“Semua setengah dollar.” Kata pelayan sambil menyodorkan nota kepada si anak. Si anak lalu mengeluarkan semua uang receh miliknya dan memberikannya pada pelayan. “Ini setengah dollar.” Katanya. Kemudian, tangan anak itu merogoh saku belakangnya dan mengeluarkan selembar uang 10 Dollar. “Dan ini tips untuk kamu.” Kata anak itu sambil menyerahkan 10 dollar itu.
(author unknown – ditulis ulang dan diterjemahkan dari buku “Six Great Lesson” oleh Mary Jane)
—————–
Memang, kadang manusia hanya melihat sesuatu dari luarnya. Bahkan saya sendiri pun sering mengalami hal itu. Kesibukan dan keruwetan kejadian sehari hari bisa membuat seseorang lupa untuk ‘melihat lebih dalam’ orang-orang di sekitarnya. Sangat wajar jika seseorang yang sudah pakai Jas mulai menganggap remeh orang-orang yang hanya menggunakan T-Shirt.
Tapi cerita di atas mengingatkan saya lagi, bahwa sesuatu yang berharga kadang muncul dari hal-hal yang biasa-biasa saja. Rejeki bisa datang dari arah yang tak terduga, bahwa mata manusia kadang terlalu sempit untuk dapat melihat spektrum kepribadian seseorang. Seperti halnya hujan yang tetap bisa turun saat matahari bersinar terik.. seperti siang tadi.
Semoga cerita ini bisa menjadi pelajaran yang cukup berharga bagi mereka yang membacanya.. termasuk saya..  salam..  :)

23. Anak Berbaju Ungu di Sebuah Terminal

Aku berjalan tergesa-gesa menuju kantorku. Yup, aku memang bangun agak kesiangan pagi ini. Sehingga aku harus mengejar waktu agar tidak terlambat sampai di kantor. Seperti biasa sesudah berjalan sekitar 100 meter dari kosku, aku sampai di sebuah halte. Disitulah tempatku biasa menunggu bus.
Hampir setiap pagi aku ketemu dengan orang-orang yang sama di halte itu. Mereka juga para pekerja kantor, sama dengan aku. Aku hapal dengan wajah-wajah mereka, sekalipun aku sama sekali tidak tahu nama-nama mereka.
Tetapi ada yang berbeda hari ini, aku melihat seorang anak kecil. Perempuan yang mungkin berusia 10 tahunan itu sedang duduk melamun di halte. Pakaian lusuhnya berwarna ungu, dan wajahnya tampak sedih sekali. Belum sempat terlalu lama mengamati anak itu – tiba-tiba busku datang dan aku berangkat bekerja.

Besok paginya, di halte itu aku melihat anak kecil itu lagi. Dengan baju yang sama lusuhnya dengan kemarin, dan dengan raut muka yang sama sedihnya juga. Ada yang unik dengan anak itu, entah kenapa dia selalu mengamati orang-orang yang menunggu di halte itu.
—-
Pagi ini adalah pagi yang ketiga kulihat anak itu. Semua pada dirinya tetap sama. Pakaian ungu lusuh dan wajah sedih. “Mungkin ia adalah gelandangan yang tinggal di halte ini”. Pikirku. Dari caranya berpakaian yang asal-asalan saya bisa memastikan anak itu adalah seorang anak jalanan. Mungkin dia adalah salah satu pengamen yang sering menyanyikan lagu-lagu tak jelas di perempatan dekat halte bus ini.
—-
Sepuluh hari sudah kulihat anak itu tetap duduk di tempatnya setiap pagi. Hari ini aku punya jadwal piket di kantor, sehingga aku harus datang lebih pagi dari biasanya. Tidak ada orang lain di halte kecuali aku dan anak berbaju ungu itu.
“Kenapa engkau selalu bersedih ?” tanyaku, “Apa kamu lapar ?”
“Nggak mas” jawabnya singkat, “Aku hanya menjalankan tugas”
“Tugas apa ?” tanyaku agak aneh.
Raut wajah anak itu tiba-tiba berubah, dia tertawa riang sambil berkata :
“Tugas untuk menunggu seseorang mau menyapaku”
Sesudah berkata demikian, baju gadis itu mendadak berubah menjadi putih bersih – dan di punggunggnya muncul sepasang sayap putih. Sambil tersenyum, anak itu perlahan-lahan menghilang dari pandanganku, dan berubah menjadi bola putih bersinar yang langsung melesat menuju langit.
Dan aku masih terbengong-bengong berdiri di sini.
(semoga cerita ini dapat mengingatkan kita untuk lebih ‘peduli’  dan mau menyapa)
Sumber : Joddie

24. if life is so short..

Seorang anak muda yang sedang bermain di luar kota. Angkutan umum sudah habis dan ia kesulitan untuk pulang. Maka ia memutuskan untuk menginap di rumah yang ditemuinya. “Pak, bolehkah saya menginap di sini?” tanya anak muda itu kepada pemilik rumah. “Tidak boleh! memang kamu pikir rumah ini hotel?” jawab pemilik rumah itu dengan ketus.
“Memang rumah ini dulu dibangun oleh siapa?” balas anak muda. “Oleh kakek buyut saya!” jawab pemilik rumah itu. “Lalu kakek buyutmu sekarang dimana?” Anak muda itu tidak mau kalah. “Kakek buyut saya meninggal 40 tahun lalu, kemudian rumah ini ditinggali anaknya – yaitu kakek saya. Sesudah kakek saya meninggal, bapak dan ibu saya tinggal di sini. Tetapi tiga tahun yang lalu bapak saya meninggal, lalu saya dan istri saya memutuskan untuk pindah ke mari dan menemani Ibu. Mungkin kelak saya akan mewariskan rumah ini pada salah satu anak saya.” Pemilik rumah itu bercerita dengan cepat.
“Lalu kenapa kamu tidak mau menyebut rumah ini sebagai hotel?” Tanya si anak muda, “Penghuni rumah ini selalu berganti, selalu datang dan pergi, seperti sebuah penginapan.”
(unknown resource)
———————————————————————
Yup.. that’s life! Siapapun tahu hidup adalah sebuah proses yang singkat. Penghuni bumi selalu berganti, dari generasi ke generasi – dari keturunan ke keturunan. Orang Jawa berfilsafat bahwa “Urip iku gur koyo mampir ngombe.” atau “hidup itu cuma sekedar mampir minum”. Seperti halnya seseorang yang tengah melakukan perjalanan panjang, ia akan berhenti sejenak untuk minum sebelum melanjutkan langkahnya. Saat ‘berhenti minum’ itu yang kemudian disebut hidup.

25. Sup dari Batu

Pada suatu hari, tiga orang bijaksana berjalan melintasi sebuah desa kecil.
Desa itu tampak miskin. Tampak dari sawah-sawah sekitarnya yang sudah tidak menghasilkan apa-apa lagi. Ya, memang telah terjadi perang di negeri itu – dan sebagai rakyat jelata – merekalah yang kena dampaknya. Macetnya distribusi pupuk, bibit, dan kesulitan-kesulitan lain membuat sawah mereka tidak mampu menghasilkan apa-apa lagi. Cuma beberapa puluh orang yang masih setia tinggal di desa itu.
Sekonyong-konyong beberapa orang mengerubuti tiga orang bijaksana itu. Dengan memijit-mijit tangan dan punggung tiga orang itu, orang-orang desa memelas dan meminta sedekah, roti, beras, atau apalah yang bisa dimakan.
Satu dari tiga orang bijaksana itu lalu bertanya kepada penduduk desa itu, “Apakah kalian tidak punya apa-apa, hingga kalian meminta-minta seperti ini ?”
“Kami tidak memiliki apapun untuk dimakan, hanya batu-batu berserakan itu yang kita miliki.” Jawab salah satu penduduk desa.
“Maukah kalian kuajari untuk membuat sup dari batu-batu itu ?” Tanya orang bijaksana sekali lagi.
Dengan setengah tidak percaya, penduduk itu menjawab, “Mau..”
“Baiklah ikutilah petunjukku.” Orang bijaksana itu menjelaskan, “Pertama-tama, ambil tiga batu besar itu, lalu cucilah hingga bersih !” perintah orang bijaksana sambil menunjuk tiga buah batu sebesar kepalan tangan. Orang-orang pun mengikuti perintahnya.
Sesudah batu itu dicuci dengan bersih hingga tanpa ada pasir sedikitpun di permukaannya. Orang bijaksana itu lalu menyuruh penduduk untuk menyiapkan panci yang paling besar dan menyuruh panci itu untuk diisi dengan air. Ketiga batu bersih itupun lalu dimasukkan ke dalam panci – dan sesuai dengan petunjuk orang bijaksana itu – batu-batu itupun mulai direbus.
“Ada yang dari kalian tau bumbu masak ? Batu-batu itu tidak akan enak rasanya jika dimasak tanpa bumbu.” Tanya orang bijaksana.
“Aku tahu !” seru seorang ibu, kemudian ia mengambil sebagian persediaan bumbu dapurnya, kemudian meraciknya, dan memasukkannya kedalam panci besar itu.
“Adakah dari kalian yang memiliki bahan-bahan sup yang lain ?” Tanya orang bijaksana itu. “Sup ini akan lebih enak jika kalian menambahkan beberapa bahan lain, jangan cuma batu saja.”
Beberapa penduduk mulai mencari bahan-bahan makanan lain di sekitar desa. Beberapa waktu kemudian dua orang datang dengan membawa tiga kantung kentang. “Kami menemukannya di dekat kali, ternyata ada banyak sekali kentang liar tumbuh disana.” Katanya. Kemudian orang itu mengupas, encuci, dan memotong-motong kentang-kentang itu dan memasukkannya ke dalam panci.
Kurang dari satu menit, seorang ibu datang dengan membawa buncis dan sawi. “Aku masih punya banyak dari kebun di belakang halaman rumahku.” Kata ibu itu, lalu ibu itu meraciknya dan memasukkannya ke dalam panci.
Sesaat, datang pula seorang bapak dengan tiga ekor kelinci di tangannya. “Aku berhasil memburu tiga ekor kelinci, kalau ada waktu banyak, mungkin aku bisa membawa lebih lagi, soalnya aku baru saja menemukan banyak sekali kawanan kelinci di balik bukit itu.” Dengan bantuan beberapa orang, tiga kelinci itu pun disembelih dan diolah kemudian dimasukkan ke dalam panci.
Merasa telah melihat beberapa orang berhasil menyumbang sesuatu. Penduduk-penduduk yang lain tidak mau kalah, mereka pun mulai mencari-cari sesuatu yang dapat dimasukkan ke dalam panci sebagai pelengkap sup batu.
Kurang dari satu jam, beberapa penduduk mulai membawa kol, buncis, jagung, dan bermacam-macam sayuran lain. Tak hanya itu, anak-anak juga membawa bermacam-macam buah dari hutan. Mereka berpikir akan enak sekali jika buah-buah itu bisa dijadikan pencuci mulut sesudah sup disantap. Ada pula seorang bapak yang membawa susu dari kambing piaraannya, dan ada pula yang membawa madu dari lebah liar yang bersarang di beberapa pohon di desa itu.
Beberapa jam kemudian sup batu itu telah matang. Panci yang sangat besar itu sekarang telah penuh dengan berbagai sayuran dan siap disantap. Dengan suka cita, penduduk itu makan bersama dengan lahapnya. Mereka sudah sangat kenyang, hingga mereka lupa ‘memakan’ batu yang terletak di dasar panci.
Tiga orang bijaksana itu hanya tersenyum melihat tingkah para penduduk itu. Dan mereka pun sadar, sekarang waktunya mereka untuk meneruskan perjalanan. Mereka mohon diri untuk meninggalkan desa itu. Sebelum beranjak pergi, seorang bapak sekonyong-konyong memeluk dan menciumi ketiga orang itu sambil berkata, “Terima kasih telah mengajari kami untuk membuat sup dari batu..”
(Diadaptasi dari : The Inspirational Book, Unknown Author)

26. Hidup Seperti Warung Makan

Seorang Kakek dan Nenek turun dari sebuah bus antar kota di sebuah terminal. Mereka telah menempuh perjalanan dari perjalanan wisatanya di luar negeri. Setelah turun dari pesawat, Kakek dan Nenek tersebut lalu menumpang bus yang telah mereka naiki ini.
Mereka memang berencana untuk langsung menuju kota dimana anak dan cucunya tinggal. Kakek dan Nenek tersebut ingin membagikan oleh-oleh yang mereka dapat dari liburan panjang di masa tuanya.
Dengan membawa barang bawaannya, mereka lalu berjalan menuju sebuah warung makan untuk mengisi perut yang mulai keroncongan.
Kakek dan Nenek itu duduk bersandar di kursi kosong di warung. “Uuhh, sampai juga akhirnya..” Kakek itu menghela nafas. “Empat jam di dalam bus membuat kaki tuaku ini terasa kaku.”
Warung makan itu lumayan besar, dengan jumlah kursi sekitar 30-an buah. Terlihat para pelayannya hiruk pikuk membersihkan meja-meja. Warung itu memang cukup ramai, sekitar tiga per empat jumlah kursinya telah terisi oleh orang-orang yang menikmati makan siangnya. Kakek dan Nenek  itu dengan sabar menunggu pelayan menghampiri untuk menanyakan apa pesanannya.
Setelah lebih dari 20 menit, ternyata tak ada satu pelayan pun yang menghampiri mereka. Para pelayan selalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri-sendiri. Kakek itu lalu memberanikan diri untuk memanggil salah satu pelayan restoran itu.
“mBak, aku mau pesan makanan !” serunya. Dan seruannya itu terdengar oleh salah satu pelayan – yang kemudian datang menghampirinya. Mungkin karena kelelahan, pelayan itu langsung duduk di kursi sebelah depan si kakek itu.
Sambil menyeka keringatnya pelayan itu berkata,
“Wah pak, maaf, di sini warung prasmanan, jadi kalau bapak mau pesan, bapak harus menuju ke meja saji dekat kasir itu”
Pelayan itu lalu melanjutkan,
“Silahkan bapak ambil makanan dan minuman yang bapak suka, kemudian langsung saja bayar di kasir.”
“Oooo begitu..” kata sang kakek. Lalu mereka berdua langsung bergegas menuju meja saji dan melakukan apa yang dikatakan oleh pelayan itu.
Setelah mengambil dan membayar makanannya kakek dan nenek  itu langsung duduk di kursi yang mereka tempati tadi. Si pelayan juga masih berada di situ sambil mengipas-ngipas kepala dengan lap kecilnya.
Sambil mengunyah makanan, si kakek lalu bercerita.
“Tahu tidak, kalau warung makan ini mengingatkanku akan hidup.”
Sang Kakek melanjutkan.
“Kita bisa mendapatkan apapun yang kita inginkan, asal kita mampu untuk membayarnya. Kita bisa jadi apa saja yang kita mau asal kita mau membelinya dengan harga yang sebanding, kerja keras dan pantang menyerah hanyalah sebagian harga yang harus kita bayar.”
Sambil mengiris daging di piring dengan sendoknya, Kakek itu berkata.
“Setiap orang punya kesempatan yang sama untuk menjadi sukses, tapi sukses tidak akan datang jika kita hanya menunggu seseorang datang kepada kita. Untuk dapat menikmati kesuksesan – kita harus mau berdiri, berjalan, lalu mengambil kesuksesan itu – kemudian membayarnya  … yaah.. tepat seperti di warung prasmanan ini.”
Pelayan itu lalu tersenyum dengan hormat kepada Kakek itu, lalu pergi melanjutkan pekerjaannya.
(Diadaptasi dari “More Sower’s Seeds” oleh Brian Cavanaugh)

27. Mawar Dari Surga

“Love always born from a simple thing.. ’cause love is just a simple thing, to make a great change..”


14 Februari 2006
Dua minggu yang lalu pesawat yang ditumpangi Arga telah dinyatakan hilang, hingga hari ini pesawat yang ditumpangi Arga belum ditemukan. Arga adalah suamiku, kami menikah sekitar tiga bulan yang lalu. Saya mulai pasrah menerima keadaan ini. Beberapa kerabat sering datang ke rumah untuk memberi dukungan doa dan penguatan.
Kupandangi seikat bunga layu di dekat foto Arga. Bunga layu itu adalah hadiah valentine dari Arga untukku setahun yang lalu. Sekalipun Arga bukan sosok yang romantis, ia sering memberi kejutan-kejutan kecil kepadaku. Memberi bunga padaku saat Valentine adalah salah satu hal wajib bagi dia.
Hari ini sebenarnya adalah Valentine pertama bagi pernikahan kami. tapi Arga malah ‘pergi’ meninggalkan aku.
..
“Permisi..” kudengar suara orang mengetuk pintu. Segera aku menuju pintu dan membukanya.
“Apakah ini rumah Ibu Arga ?” tanya orang itu.
“Ya saya sendiri.” Jawabku
“Ini bu.. cuma mau mengantar kiriman bunga dari Bapak Arga.” Katanya sambil menyodorkan seikat Bunga Mawar yang sangat indah. Aku baca tulisan di kertas kecil, terdapat tulisan “Semoga aku mencintaimu lebih lagi di tahun ini.. (Arga)”
Aku menerimanya sambil melongo…
“Tapi.. tapi.. Bapak Arga telah hilang ..dan mungkin telah tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat beberapa waktu lalu.. ” Kataku pada pengantar bunga itu setengah tidak percaya.
“Lho kok bisa ?” kata pengantar bunga itu. Kemudian dia mengambil HP dari saku dan menelepon atasannya. Mungkin dia ingin memastikan bahwa itu bukan bunga salah alamat atau kiriman orang iseng.
Agak lama dia menelepon. Aku juga tidak begitu jelas mendengar percakapannya dengan atasannya.
“Begini bu, ini memang benar-benar bunga dari Bapak Arga.” Pengantar bunga itu akhirnya berkata, “Bapak Arga sendiri yang memesan bunga ini sekitar tiga bulan yang lalu, dan dia ingin agar bunga-bunga ini di antar pada tanggal 14 Februari”
Dia melanjutkan, “Bapak Arga telah memesan sepuluh ikat bunga kepada kami, dia ingin kami mengantarkannya kepada anda setiap tahun pada tanggal 14 Februari, hingga 10 tahun ke depan. Bapak Arga juga telah menulis 10 kartu ucapan dengan kalimat-kalimat yang berbeda untuk diselipkan dalam setiap ikatan bunga pesanannya.”
Tiga bulan yang lalu.. setahuku itu adalah bulan saat kami menikah.

14 Februari 2007
Hari ini bunga mawar itu dikirim lagi oleh pengantar bunga itu. Aku tersenyum saat pengantar bunga itu menyodorkan bunga itu kepadaku.
Setelah meletakkannya di dekat foto mendiang suamiku, aku potong salah satu bunga itu, dan memegangkannya ke tangan mungil anak pertamaku. Bayi kecil  lucu itu, yang mewarnai hari-hari indahku akhir-akhir ini.
“Ini nak.. ada bunga dari Bapak..” kataku lirih.
Aku sengaja memberinya nama “Arga Samudra” – sama persis dengan nama bapaknya, agar kelak dia punya kekuatan untuk mencintai, setulus bapaknya.
(‘karangan’ joddie..)

28. Sebuah Kisah Cinta Sejati Untuk Anda Semua

Seorang pria dan kekasihnya menikah dan acaranya pernikahannya sungguh megah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut.
Suatu acara yang luar biasa mengesankan. Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.
Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, “Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan” katanya sambil menyodorkan majalah tersebut.
“Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia…..”
Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama.
Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing. Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya.
“Aku akan mulai duluan ya”, kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman.
Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa air mata suaminya mulai mengalir.
“Maaf, apakah aku harus berhenti ?” tanyanya.
“Oh tidak, lanjutkan…” jawab suaminya.
Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis di atas meja dan berkata dengan bahagia.
“Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu”.
Dengan suara perlahan suaminya berkata “Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu.
Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang…. “
Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya…
Ia menunduk dan menangis…..
Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati. Sesungguhnya takperlu menghabiskan waktu memikirkan hal-hal tersebut.
Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan. Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk,mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita ?
Saya percaya kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.
***
Diterjemahkan dari tulisan : Trevor Klein.
“Sukses tidak harus berarti banyak UANG. Menjadi orang BAIK juga itu termasuk SUKSES”

29. Kisah Seorang Bapak Tua Di Tengah Belantara Kota Jakarta

Jalanan Jakarta seperti biasa, panas dan berdebu, walau pagi ini belum juga beranjak menjadi siang. Aku nyalakan tape dan AC di mobilku, sambil bernyanyi-nyanyi kecil untuk menghilangkan kejenuhan, karena jalan menuju kantor seperti pagi-pagi lainnya, penuh dan macet. Ternyata nyanyian itu tidak membuat hatiku menjadi tenang. Batinku merasa lelah, hatiku mengeluh. Jenuhnya aku dengan suasana rutinitasku sehari-hari, belum lagi urusan kantor yang tidak ada habis-habisnya. Sampai-sampai aku sendiri tidak menikmati lagi apa yang dulu menjadi kenikmatan tersendiri, bekerja di kantorku.
Di tengah kemacetan, tiba-tiba kaca mobilku diketuk oleh seorang tua dengan matanya yang sayu. Dia tersenyum padaku dan menawarkan makanan kecil yang dijualnya. “Neng, lima ratus per bungkus Neng.” ujarnya. Tanpa pikir panjang apakah aku suka dengan makanan yang dijualnya aku menjawab “Ya sudah Pak, beli 10 ya.”. Matanya berbinar-binar senang. “Alhamdulillah Neng, penglaris”. Subhanallah betapa senangnya aku melihat bapak tua itu tersenyum bahagia sekaligus mensyukuri rizkinya. Betapa indahnya berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Rasanya pagi itu yang serba membosankan berubah menjadi pagi yang indah untukku.
Astaghfirullaahal’azhim.. Rabb baik sekali memberikan kesempatan kepadaku untuk langsung berkaca pada diriku sendiri. Aku yang lebih beruntung dari Bapak tua itu, yang dapat duduk enak di kantor yang dingin, masih mengeluh atas kejenuhanku. Kalau saja mataku lebih terbuka, banyak orang-orang yang lebih tidak beruntung, tetapi mereka mencari nafkah dengan gembira, mensyukuri rizki yang diberikan Allah kepada mereka, sedikit apapun. Bapak tua itu, contohnya. Mungkin keuntungan dari penjualan makanan kecil yang diasongnya hanya mampu untuk menghidupinya hari itu, untuk esok, beliau harus bergulat dengan kerasnya Jakarta, begitu tiap harinya.
Ya Allah, semoga Bapak tua dan orang-orang lain yang kurang beruntung diberi keikhlasan dalam menjalani hidup mereka, berikan mereka nikmat syukur dan nikmat rizki-Mu, berikan mereka ketabahan, tunjukkan mereka selalu jalan menuju istiqamah,
Ya Allah, tolong kabulkan, hanya do’a yang dapat aku berikan untuk menolong mereka.
***
Sumber: email sahabat

30. Tidak Jadi Mencuri Terong, Allah Karuniakan Seorang Isteri

Diceritakan oleh : Syaikh Ali Ath-Thanthawi
Di Damaskus, ada sebuah mesjid besar, namanya mesjid Jami’ At-Taubah. Dia adalah sebuah masjid yang penuh keberkahan. Di dalamnya ada ketenangan dan keindahan. Sejak tujuh puluh tahun, di masjid itu ada seorang syaikh pendidik yang alim dan mengamalkan ilmunya. Dia sangat fakir sehingga menjadi contoh dalam kefakirannya, dalam menahan diri dari meminta, dalam kemuliaan jiwanya dan dalam berkhidmat untuk kepentingan orang lain.
Saat itu ada pemuda yang bertempat di sebuah kamar dalam masjid. Sudah dua hari berlalu tanpa ada makanan yang dapat dimakannya. Dia tidak mempunyai makanana ataupun uang untuk membeli makanan. Saat datang hari ketiga dia merasa bahwa dia akan mati, lalu dia berfikir tentang apa yang akan dilakukan. Menurutnya, saat ini dia telah sampai pada kondisi terpaksa yang membolehkannya memakan bangkai atau mencuri sekadar untuk bisa menegakkan tulang punggungnya. Itulah pendapatnya pada kondisi semacam ini.
Masjid tempat dia tinggal itu, atapnya bersambung dengan atap beberapa rumah yang ada disampingnya. Hal ini memungkinkan sesorang pindah dari rumah pertama sampai terakhir dengan berjalan diatas atap rumah-rumah tersebut. Maka, dia pun naik ke atas atap masjid dan dari situ dia pindah kerumah sebelah. Di situ dia melihat orang-orang wanita, maka dia memalingkan pandangannya dan menjauh dari rumah itu. Lalu dia lihat rumah yang di sebelahnya lagi. Keadaannya sedang sepi dan dia mencium ada bau masakan berasal dari rumah itu. Rasa laparnya bangkit, seolah-olah bau masakan tersebut magnet yang menariknya.
Rumah-rumah dimasa itu banyak dibangun dengan satu lantai, maka dia melompat dari atap ke dalam serambi. Dalam sekejap dia sudah berada di dalam rumah dan dengan cepat dia masuk ke dapur lalu mengangkat tutup panci yang ada disitu. Dilihatnya sebuah terong besar dan sudah dimasak. Lalu dia ambil satu, karena rasa laparnya dia tidak lagi merasakan panasnya, digigitlah terong yang ada ditangannya dan saat itu dia mengunyah dan hendak menelannya, dia ingat dan timbul lagi kesadaran beragamanya. Langsung dia berkata, ‘A’udzu billah! Aku adalah penuntut ilmu dan tinggal di mesjid , pantaskah aku masuk kerumah orang dan mencuri barang yang ada di dalamnya?’ Dia merasa bahwa ini adalah kesalahn besar, lalu dia menyesal dan beristigfar kepada Allah, kemudian mengembalikan lagi terong yang ada ditangannya. Akhirnya dia pulang kembali ketempat semula. Lalu ia masuk kedalam masjid dan mendengarkan syaikh yang saat itu sedang mengajar. Karena terlalu lapar dia tidak dapat memahami apa yang dia dengar.
Ketika majlis itu selesai dan orang-orang sudah pulang, datanglah seorang perempuan yang menutup tubuhnya dengan hijab -saat itu memang tidak ada perempuan kecuali dia memakai hijab-, kemudian perempuan itu berbicara dengan syaikh. Sang pemuda tidak bisa mendengar apa yang sedang dibicarakannya. Akan tetapi, secara tiba-tiba syaikh itu melihat ke sekelilingnya. Tak tampak olehnya kecuali pemuda itu, dipanggilah ia dan syaikh itu bertanya, ‘Apakah kamu sudah menikah?’, dijawab, ‘Belum,’. Syaikh itu bertanya lagi, ‘Apakah kau ingin menikah?’. Pemuda itu diam. Syaikh mengulangi lagi pertanyaannya. Akhirnya pemuda itu angkat bicara, ‘Ya Syaikh, demi Allah! Aku tidak punya uang untuk membeli roti, bagaimana aku akan menikah?’. Syaikh itu menjawab, ‘Wanita ini datang membawa khabar, bahwa suaminya telah meninggal dan dia adalah orang asing di kota ini. Di sini bahkan di dunia ini dia tidak mempunyai siapa-siapa kecuali seorang paman yang sudah tua dan miskin’, kata syaikh itu sambil menunjuk seorang laki-laki yang duduk di pojokkan. Syaikh itu melanjutkan pembicaraannya, ‘Dan wanita ini telah mewarisi rumah suaminya dan hasil penghidupannya. Sekarang, dia ingin seorang laki-laki yang mau menikahinya, agar dia tidak sendirian dan mungkin diganggu orang. Maukah kau menikah dengannya? Pemuda itu menjawab ‘Ya’. Kemudian Syaikh bertanya kepada wanita itu, ‘Apakah engkau mau menerimanya sebagai suamimu?’, ia menjawab ‘Ya’. Maka Syaikh itu mendatangkan pamannya dan dua orang saksi kemudian melangsungkan akad nikah dan membayarkan mahar untuk muridnya itu. Kemudian syaikh itu berkata, ‘peganglah tangan isterimu!’ Dipeganglah tangan isterinya dan sang isteri membawanya kerumahnya. Setelah keduanya masuk kedalam rumah, sang isteri membuka kain yang menutupi wajahnya. Tampaklah oleh pemuda itu, bahwa dia adalah seorang wanita yang masih muda dan cantik. Rupanya pemuda itu sadar bahwa rumah itu adalah rumah yang tadi telah ia masuki.
Sang isteri bertanya, ‘Kau ingin makan?’ ‘Ya’ jawabnya. Lalu dia membuka tutup panci didapurnya. Saat melihat buah terong didalamnya dia berkata: ‘heran siapa yang masuk kerumah dan menggigit terong ini?!’. Maka pemuda itu menangis dan menceritakan kisahnya. Isterinya berkomentar, ‘Ini adalah buah dari sifat amanah, kau jaga kehormatanmu dan kau tinggalkan terong yang haram itu, lalu Allah berikan rumah ini semuanya berikut pemiliknya dalam keadaan halal. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu ikhlas karena Allah, maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik dari itu.

31. Rencana Allah Pasti Indah

Ketika aku masih kecil, waktu itu Ibuku sedang menyulam sehelai kain.
Aku yang sedang bermain di lantai, melihat ke atas dan bertanya, apa yang ia lakukan. Ia menerangkan bahwa ia sedang menyulam sesuatu di atas sehelai kain. Tetapi aku memberitahu kepadanya, bahwa yang kulihat dari bawah adalah benang ruwet.
Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut, “Anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara Ibu menyelesaikan sulaman ini, nanti setelah selesai, kamu akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan Ibu dan kamu dapat melihat sulaman ini dari atas.”
Aku heran, mengapa Ibu menggunakan benang hitam dan putih, begitu semrawut menurut pandanganku.
Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara Ibu memanggil, ” Anakku, mari kesini, dan duduklah di pangkuan Ibu. “
Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hampir tidak percaya melihatnya, karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-benang yang ruwet.
Kemudian Ibu berkata, “Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau,tetapi engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, Ibu hanya mengikutinya. Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat melihat keindahan dari apa yang Ibu lakukan.”
Sering selama bertahun-tahun, aku melihat ke atas dan bertanya kepada Allah,”Allah, apa yang Engkau lakukan?”
Ia menjawab, ” Aku sedang menyulam kehidupanmu.”
Dan aku membantah,” Tetapi nampaknya hidup ini ruwet, benang-benangnya banyak yang hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna yang cerah?”
Kemudian Allah menjawab, “Hambaku, kamu teruskan pekerjaanmu, dan Aku juga menyelesaikan pekerjaanKu di bumi ini..”
Satu saat nanti Aku akan memanggilmu ke sorga dan mendudukkan kamu di pangkuanKu, dan kamu akan melihat rencanaKu yang indah dari sisiKu.
Subhanallah, beruntunglah orang-orang yang mampu menjaring ayat indah Allah dari keruwetan hidup di dunia ini. Semoga Allah berkenan menumbuhkan kesabaran dan mewariskan kearifan dalam hati hamba-Nya agar dapat memaknai kejadian-kejadian dalam perjalanan hidupnya, seruwet apapun itu. Amin….
Subhanallah, tulisan ini benar-benar membuka pikiran kita bahwa Allah adalah Dzat Yang maha pengatur segala sesuatu di alam ini.
Cerita ini mengingatkan saya bahwa kendati pun manusia punya keinginan, tetapi Allah mempunyai keputusan yang tak mungkin dapat kita ubah, mari kita senantiasa bertawakkal kepada Nya.
***

32. Kisah Kepala Ikan

Alkisah pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan sepasang kakek-nenek. Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga besar kakek dan nenek tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan.
Pasangan kakek-nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapapun bahkan pihak keluarga mengenai berita mereka perang mulut. Singkat kata mereka telah mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang. Mereka telah dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun pribadi. Pasangan tersebut merupakan gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal.
Disela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat romantis. Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran pasangan tersebut. Sang kakek pun, pertama kali melayani sang nenek dengan mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada sang nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.
Sang nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran.Akhirnya sang nenek berkata kepada sang kakek, “Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas-pasan. Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu. Sejak awal pernikahan kita, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu. Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarangpun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku. Aku tidak tahan lagi untuk mengungkapkan hal ini.”
Sang kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan Sang nenek. Akhirnya, sang kakek pun menjawab, “Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu. Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu. Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku.”
Mendengar hal tersebut, sang nenek pun menangis. Merekapun akhirnya berpelukan. Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya merekapun ikut terharu.
**
Moral Of The Story:
Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita di atas.
Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita masing-masing. Hal itu dapat dilakukan dengan komunikasi yang dilandasi dengan keterbukaan. Oleh karena itu, mulailah kita membina hubungan kita berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
***

33. Maaf, Saya Mau Ke Masjid….

Seorang pengusaha shalih bernama Kajiman -bukan nama asli- sedang menginap di sebuah hotel berbintang lima di Semarang. Usai melakukan qiyamul-lail ia bergegas ke luar hotel untuk mencari masjid terdekat untuk shalat Shubuh berjamaah. Waktu saat itu menunjukkan bahwa waktu adzan Shubuh kira-kira setengah jam ke depan.Sehingga Ia ingin jalan-jalan sebentar sebelum sholat shubuh.
Begitu keluar dari lobby hotel, Kajiman pun meminta kepada tukang becak yang bernama Ibnu untuk mengantar keliling Semarang. Kira-kira belasan menit sudah Ibnu mengayuhkan pedal becak, sayup-sayup terdengar suara tarhim yang mengisyaratkan waktu shubuh akan tiba.
Sejurus itu Ibnu berkata santun kepada penumpangnya, “Mohon maaf ya pak, boleh tidak bapak saya pindahkan ke becak lain??” Kajiman membalas, “Memangnya bapak mau kemana?” “Mohon maaf pak, saya mau pergi ke masjid!” jawab Ibnu.
Terus terang Kajiman kagum atas jawaban Ibnu sang tukang becak, namun ia ingin mencari alasan mengapa Ibnu sedemikian hebat kemauannya hingga ingin pergi ke masjid. “Kenapa harus pergi ke masjid pak Ibnu?” Tanya Kajiman. Ibnu dengan polos menjawab, “Saya sudah lama bertekad untuk mengumandangkan adzan di masjid agar orang-orang bangun dan melaksanakan shalat Shubuh. Sayang khan Pak kalau kita tidak shalat Shubuh” jelas Ibnu singkat.
Jawaban ini semakin membuat Kajiman bertambah kagum. Namun Kajiman belum puas sehingga ia melontarkan pertanyaan yang menggoyah keimanan Ibnu. “Pak, bagaimana kalau pak Ibnu tidak usah ke masjid tapi pak Ibnu temani saya keliling kota dan saya akan membayar Rp 500 ribu sebagai imbalannya!” Dengan santun Ibnu menolak tawaran itu, dengan mengatakan bahwa shalat sunnah Fajar itu lebih mahal daripada dunia beserta isinya!”
Ia terkejut dan begitu takjub atas ketaatan Ibnu. Bahkan ketika Kajiman memberikan tawaran dua kali lipat, tetap saja Ibnu menolak. Kekaguman pun membawa Kajiman menyadari bahwa ada pelajaran besar yang sedang ia dapati dari seorang guru kehidupan bernama Ibnu .
Beberapa saat kemudian, Ibnu dan Kajiman pun tiba di salah satu masjid. Usai sholat dan puas berdoa. Kajiman lalu berdiri dan menghampiri tubuh Ibnu. Ia gamit tangan Ibnu untuk berjabat lalu memeluk tubuhnya dengan erat. Sementara Ibnu belum mengerti apa maksud perbuatan yang dilakukan Kajiman.
Dalam pelukan itu Kajiman membisikkan kalimat ke telinga Ibnu, “Mohon pak Ibnu tidak menolak tawaran saya kali ini. Dalam doa munajat kepada Allah tadi saya sudah bernazar untuk memberangkatkan pak Ibnu berhaji tahun ini ke Baitullah… ., Mohon bapak jangan menolak tawaran saya ini.
Subhanallah. … bagai kilat yang menyambar. Betapa hati Ibnu teramat kaget mendengar penuturan Kajiman. Kini Ibnu pun mengeratkan pelukan ke tubuh Kajiman dan ia berkata, “Subhanallah walhamdulillah. … terima kasih ya Allah…. terima kasih pak Kajiman….. !” Matanya berkaca-kaca
Ini keimanan tukang becak. Bagaimana dengan Kita?
***
Sumber : Kisah Ust Bobby H.

34. 5 Prinsip Hidup Dalam Sebuah Pensil

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.
“Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentangku?”
Mendengar pertanyaan  si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya.
“Sebenarnya  nenek  sedang  menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting  dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai.
“Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti” ujar sinenek lagi. Mendengar jawaban ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali  kepada si  nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai.
“Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja denganpensil yang lainnya.”  Ujar si cucu.
Si nenek kemudian menjawab, “Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini.”
“Pensil ini mempunyai  5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang  prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini.”
Si nenek kemudian menjelaskan 5  kualitas dari sebuah pensil.
Kualitas  pertama, pensil mengingatkan kamu kalo  kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini.  Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan  pernah lupa kalau ada tangan yang selalumembimbing langkah kamu dalam hidup  ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya” .
Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali  harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek.  Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut  selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan,  karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik”.
Kualitas ketiga, pensil  selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk  memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu  kita untuk tetap berada pada jalan yang benar”.
Kualitas  keempat, bagian yang paling penting dari  sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkanarang yang ada di dalam  sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal -hal di  dalam dirimu”.
Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan  tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu  perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena ituselalulah  hati-hati dan sadarterhadap semua tindakan”.

3.5 Kucing Kecil yang Penuh Makna

Hudzaifah.org – Sepasang suami istri, ikhwan dan akhwat, berjalan kaki bersama sambil tertawa dan bercanda ria. Dari kejauhan, mereka melihat ada dua ekor kucing tengah berjalan beriringan. Ibu kucing dan anaknya yang masih kecil. Si kucing kecil berjalan di belakang, mengikuti ibunya. Sangat lucu.
“Wah, lihat Mas…, ada kucing kecil lagi sama ibunya…” ujar sang istri dengan gembira sambil menunjuk dua ekor kucing yang terlihat dari kejauhan.
Saat sudah dekat dengan kucing-kucing itu, mereka menyapa,
“Hai… Puss… Puss…”
Si kucing kecil terlihat berlari riang, dan bercanda dengan ibunya. Ia meloncat kian kemari dan hendak menyebrang jalan raya. Sebuah sepeda motor melintas melewati jalan itu.
“Aduh… awas Puss!… Nanti ketabrak lho..”, ujar sang istri pada si kucing kecil.
“Alhamdulillah tidak kena…” Seru mereka berdua.
“Hati-hati Puss…, jangan nyebrang-nyebrang lagi ya.” Mereka menyapa dengan melambai-lambaikan tangan pada si kucing kecil.
Kucing kecil itu menatap dua manusia di hadapannya.
“Alhamdulillah ya kucingnya tidak ketabrak…” ujar istri pada suaminya sambil tertawa senang. Mereka melanjutkan perjalanan. Si kucing kecil kembali ke pinggir jalan dan berjalan di belakang ibunya sambil sesekali mengajak bercanda sang ibu.
Si kucing kecil berlari lagi ke tengah jalan… Ah.. kucing itu tidak akan tertabrak, bukankah dia kucing yang gesit, pikir sang akhwat. Dari kejauhan, sebuah motor melaju dengan kencang. Sambil tetap berjalan, ekor mata akhwat dan ikhwan tersebut tetap memperhatikan gerak si kucing kecil. Tapi, perkiraan mereka salah. “Awas…” seru mereka dalam hati.
“KREKK!!” Kejadian begitu cepat. Sepeda motor itu tepat menabrak dan menggilas si kucing kecil yang tengah berlari kucingmenyebrang ke tengah jalan.
“Kucingnya ketabrak!!.. ” Kedua insan itu terperanjat.
Badan si kucing kecil gemetar dan kepalanya yang semula tegak, terkulai perlahan ke aspal jalan raya.
“Puss… !”
Kucing kecil yang beberapa detik lalu sangat riang, tiba-tiba kini terkulai tak bergerak. Ah…, Puss….
Dan ibu kucing kecil itu sendirian.
Tak ada lagi anaknya yang menemani perjalanan.
Senyum dan tawa ikhwan akhwat itu hilang seketika. Terdiam. Menjadi teringat diri. Dunia menjadi kecil. Ingin segera bertaubat. Sujud. Bisa saja, saat sedang tertawa bercanda, ternyata sedetik lagi diri ini dicabut nyawa oleh Malaikat Izrail. Persis seperti kucing itu.
Begitu mudahnya Ia mencabut nyawa makhluk-Nya dan begitu indah serta halus cara Ia memberikan teguran, peringatan, kepada hamba-hamba- Nya. Melalui seekor kucing.
Sambil terus menyusuri jalan, terngiang sabda Rasulullah SAW di benak mereka, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya, “Bahwa malaikat maut memperhatikan wajah manusia di muka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang melihat wajah seseorang, didapati orang itu ada yang masih tertawa. Maka berkata Izrail, “Alangkah herannya aku melihat orang ini sedangkan aku diutus oleh Allah Ta’ala untuk mencabut nyawanya tetapi dia masih bergelak tawa.”
Dan juga dalam hadits lainnya, Rasulullah SAW bersabda, “Jika kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan pasti akan banyak menangis, pasti kamu tidak akan bersenang-senang dengan istri kamu di atas kasur dan pasti kamu akan keluar dari rumahmu menuju tanah lapang sambil menjerit-jerit karena takut kepada Allah.”
Lama.., aku bersimpuh di hadapan-Mu.. Begitu khusyu
Tak tahan jua air mataku mengalir tanda penyesalanku
Kini aku sadari begitu banyak dosa mematri
Akankah hamba layak dipuji
Sedangkan diri kecil tak berarti
Besar rahmat-Mu penuh dengan ampunan…
Namun kumalu karena hati telah lalai
Kekal azab-Mu penguasa seluruh alam
Tersujud aku memohon keridhoan
Allah… Ya Allah…
Kau Pengasih, Kau penyayang
Allah…. Ya Allah
Kau Pelindung, Kau pengampun
Pada-Mu ya Allah kami serahkan
Segala ujian, karunia-Mu
Kuatkanlah iman dan kesabaran
Berikan ampunan dalam hidupku Ya Allah….

36. Karena Mimpi Melihat Neraka

Pada zaman Rasulullah SAW jika para sahabat yang mulia bermimpi, biasanya mereka akan mengadukan dan menceritakannya kepada Baginda Rasul. Suatu malam, seorang sahabat nabi yang masih remaja bernama Abdullah bin Umar ra., pergi ke Masjid Nabawi. Dia membaca Al-Quran sampai kelelahan. Setelah cukup lama membaca Al-Quran, dia hendak tidur.
Seperti biasa, sebelum tidur dia menyucikan diri dengan cara berwudhu, baru kemudian merebahkan badan dan berdoa, “Bismika Allahumma ayha wa bismika amutu; ya Allah, dengan nama-Mu aku hidup dan dengan nama-Mu aku mati.”
Demikianlah, Baginda Rasul menuntunnya cara tidur yang baik. Sehingga, dalam tidur pun, malaikat masih mencatatnya sebagai orang yang tidak lalai. Dengan menyucikan diri, ruh orang yang tidur akan mendapatkan hikmah dan siraman doa para malaikat.
Sambil pelan-pelan memejamkan mata, Abdullah bin Umar terus bertasbih menyebut nama Allah hingga akhirnya terlelap. Di dalam tidurnya yang nyenyak, dia bermimpi.
Dalam mimpinya, dia berjumpa dengan dua malaikat. Tanpa berkata apa apa, dua malaikat itu memegang kedua tangannya dan membawanya ke neraka. Dalam mimpinya, neraka itu bagai sumur yang menyalakan api berkobar kobar. Luar biasa panasnya. Di dalam neraka itu, dia melihat orang-orang yang telah dikenalnya. Mereka terpanggang dan menanggung siksa yang tiada tara pedihnya.
Menyaksikan neraka yang mengerikan dan menakutkan itu, Abdullah bin Umar seketika berdoa, “A’udzubillahi minannaar. Aku berlindung kepada Allah dari api neraka.”
Setelah itu, Abdullah bertemu dengan malaikat lain. Malaikat itu berkata, “Kau belum terjaga dari api neraka!”
Pagi harinya, Abdullah bin Umar menangis mengingat mimpi yang dialaminya. Lalu, dia pergi ke rumah Hafshah binti Umar, istri Rasulullah SAW. Dia menceritakan perihal mimpinya itu dengan hati yang cemas.
Setelah itu, Hafsah menemui Baginda Nabi dan menceritakan mimpi saudara kandungnya itu pada beliau. Seketika itu, beliau bersabda, “Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah bin Umar kalau dia mau melakukan shalat malam!”
Mendengar sabda Nabi itu, Hafshah bergembira. Dia langsung menemui adiknya, Abdullah bin Umar dan berkata,
“Nabi mengatakan bahwa kau adalah sebaik-baik lelaki jika kau mau shalat malam. Dalam mimpimu itu, malaikat yang terakhir kau temui mengatakan bahwa kau belum terjaga dari api neraka. Itu karena kau tidak melakukan shalat tahajud. Jika kau ingin terselamatkan dari api neraka, dirikanlah salat tahajud setiap malam. Jangan kau sia-siakan waktu sepertiga malam; waktu di mana Allah SWT memanggil-manggil hamba-Nya; waktu ketika Allah mendengar doa hamba-Nya.”
Sejak itu, Abdullah bin Umar tidak pernah meninggalkan shalat tahajud sampai akhir hayatnya. Bahkan, kerap kali dia menghabiskan waktu malamnya untuk shalat dan menangis di hadapan Allah SWT. Setiap kali mengingat mimpinya itu, dia menangis. Dia berdoa kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka.
Apalagi jika dia juga ingat sabda baginda Nabi SAW, “Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya pada hari kiamat adalah seseorang yang diletakkan pada kedua tepak kakinya bara api yang membuat otaknya mendidih. Dia merasa tidak ada orang lain yang lebih berat siksanya daripada dia. Padahal, sesungguhnya siksa yang ia terima adalah yang paling ringan di dalam neraka.“
Dia berusaha sekuat tenaga untuk beribadah kepada Allah, mencari ridha Allah, agar termasuk hamba hamba-Nya yang terhindar dari siksa neraka dan memperoleh kemenangan surga.
Akhirnya, dia bisa merasakan betapa nikmatnya shalat tahajud. Betapa agung keutamaan shalat tahajud. Tidak ada yang lebih indah dari saat-saat ia sujud dan menangis kepada Allah pada malam hari.
***

37. Wanita Yang Memesan Tempat di Neraka

***
Musim panas merupakan ujian yang cukup berat. Terutama bagi Muslimah, untuk tetap mempertahankan pakaian kesopanannnya. Gerah dan panas tak lantas menjadikannya menggadaikan etika. Berbeda dengan musim dingin, dengan menutup telinga dan leher kehangatan badan bisa terjaga. Jilbab memang memiliki multifungsi.
Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, dari Kairo ke Alexandria; di sebuah mikrobus, ada seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat, karena menantang kesopanan. Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu mengundang ‘perhatian’ kalau bisa dibahasakan sebagai keprihatinan sosial.
Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan bahwa pakaian yang dikenakannya bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya sendiri. Disamping itu, pakaian tersebut juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan. Orang tua itu bicara agak hati-hati, pelan-pelan, sebagaimana seorang bapak terhadap anaknya.
Apa respon perempuan muda tersebut? Rupanya dia tersinggung, lalu ia ekspresikan kemarahannya karena merasa hak privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah hak prerogatif seseorang!
“Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya, tempat di neraka Tuhan Anda!”
Sebuah respon yang sangat frontal. Orang tua berjanggut itu hanya beristighfar. Ia terus menggumamkan kalimat-kalimat Allah. Penumpang lain yang mendengar kemarahan si wanita ikut kaget, lalu terdiam.
Detik-detik berikutnya, suasana begitu senyap. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpi, tak terkecuali perempuan muda itu.
Lalu sampailah perjalanan di penghujung tujuan, di terminal terakhir mikrobus Alexandria. Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun, tapimereka terhalangi oleh perempuan muda tersebut yang masih terlihat tidur, karena posisi tidurnya berada dekat pintu keluar.
“Bangunkan saja!” kata seorang penumpang.
“Iya, bangunkan saja!” teriak yang lainnya.
Gadis itu tetap bungkam, tiada bergeming.
Salah seorang mencoba penumpang lain yang tadi duduk di dekatnya mendekati si wanita, dan menggerak-gerakkan tubuh si gadis agar posisinya berpindah. Namun, astaghfirullah! Apakah yang terjadi? Perempuan muda tersebut benar-benar tidak bangun lagi. Ia menemui ajalnya dalam keadaan memesan neraka!
Kontan seisi mikrobus berucap istighfar, kalimat tauhid serta menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk di sampingnya. Ada pula yang histeris meneriakkan Allahu Akbar dengan linangan air mata.
Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan. Seandainya tiap orang mengetahui akhir hidupnya. Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat.  Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan yang buruk. Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah. Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya. Allah akan semakin mendekatkan orang-orang yang dekat dengan-NYA semakin dekat.
Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar, mumpung kesempatan itu masih ada!
Apakah booking tempatnya terpenuhi di alam sana?
Wallahu a’lam

38. Utusan-Utusan Malaikat Maut Kepada Manusia

Dikisahkan bahwa malaikat maut bersahabat dengan Nabi Ya’qub As. Suatu ketika Nabi Ya’qub berkata kepada Malaikat maut, ” Aku menginginkan sesuatu yang harus kau penuhi sebagai tanda persaudaraankita”.
“Apakah itu?” Tanya Malaikat maut.
“Jika ajalku telah dekat, beritahulah aku!” pinta Ya’qub As.
Malaikat maut berkata, “Baik, aku akan memenuhi permintaanmu, aku tidak hanya akan mengirimkan satu utusanku, namun aku akan mengirim dua atau tiga utusanku”.
Dan setelah mereka bersepakat, kemudian mereka berpisah. Setelah beberapa lama malaikat maut kembali menemui nabi Ya’qub. Kemudian nabi Ya’qub bertanya, “Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah atau mencabut nyawaku?”
“Aku datang untuk mencabut nyawamu” Jawab malaikat maut.
“Lalu dimana ketiga utusanmu?” tanya Nabi Ya’qub As.
“Sudah kukirim” jawab malaikat maut, “Putihnya rambutmu setelah hitamnya, lemahnya tubuhmu setelah kekarnya, dan bongkoknya badanmu setelah tegapnya. Wahai Ya’qub, itulah utusanku untuk setiap Bani adam.”

39. Ketika Orang Kaya Dan Orang Miskin Bertemu Di Surga

Alkisah, di suatu negeri pernah hidup seorang kaya raya, yang rajin beribadah dan beramal. Meski kaya raya, ia tak sombong atau membanggakan kekayaannya. Kekayaannya digunakan untuk membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga-tetangganya yang miskin dan kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya. Di musim paceklik, ia membagikan bahan pangan dari kebunnya yang berhektar-hektar kepada banyak orang yang kesusahan. Salah satu yang sering dibantu adalah seorang tetangganya yang miskin.
Dikisahkan, sesudah meninggal, berkat banyaknya amal, si orang kaya ini pun masuk surga. Secara tak terduga, di surga yang sama, ia bertemu dengan mantan tetangganya yang miskin dulu. Ia pun menyapa.
“Apa kabar, sobat! Sungguh tak terduga, bisa bertemu kamu di sini,” ujar si kaya.
“Mengapa tidak? Bukankah Tuhan memberikan surga pada siapa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa memandang kaya dan miskin?” jawab si miskin.
“Jangan salah paham, sobat. Tentu saja aku paham, Tuhan Maha Pengasih kepada semua umat-Nya tanpa memandang kaya-miskin. Cuma aku ingin tahu, amalan apakah yang telah kau lakukan sehingga mendapat karunia surga ini?”
“Oh, sederhana saja. Aku mendapat pahala atas amalan membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya….”
“Bagaimana itu mungkin?” ujar si kaya, heran. “Bukankah waktu di dunia dulu kamu sangat miskin. Bahkan seingatku, untuk nafkah hidup sehari-hari saja kamu harus berutang kanan-kiri?”
“Ucapanmu memang benar,” jawab si miskin. “Cuma waktu di dunia dulu, aku sering berdoa: Oh, Tuhan! Seandainya aku diberi kekayaan materi seperti tetanggaku yang kaya itu, aku berniat membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan banyak amal lainnya. Tapi apapun yang kau berikan untukku, aku akan ikhlas dan sabar menerimanya.”
“Rupanya, meski selama hidup di dunia aku tak pernah berhasil mewujudkannya, ternyata semua niat baikku yang tulus itu dicatat oleh Tuhan. Dan aku diberi pahala, seolah-olah aku telah melakukannya. Berkat semua niat baik itulah, aku diberi ganjaran surga ini dan bisa bertemu kamu di sini,” lanjut si miskin.
Maka perbanyaklah niat baik dalam hati Anda. Bahkan jika Anda tidak punya kekuatan atau kekuasaan untuk mewujudkan niat baik itu dalam kehidupan sekarang, tidak ada niat baik yang tersia-sia di mata Tuhan.
***

40. Kaum yang Membuat Kuburan Untuk Melupakan Dunia

Diriwayatkan bahwa Dzul Qarnain melewati sebuah kaum yang tidak memiliki harta dunia sedikitpun. Mereka membuat kuburan bagi keluarga mereka yang telah mati di depan pintu rumah mereka. Setiap hari mereka mengamati kuburan itu, membersihkan, menyapu, menziarahinya dan beribadah kepada Allah di sekat kuburan itu.
Mereka tidak makan kecuali rerumputan dan berbagai tanaman lain.
Kemudian Dzul Qarnain mengutus seorang laki-laki. Utusan itu kemudian memanggil raja kaum itu tapi dia tidak memenuhi panggilan utusan itu, dan berkata, “Aku tak punya keperluan kepadanya, tidak juga dia kepadaku.”
Maka kemudian Dzul Qarnain mendatangi kaum tersebut dan berkata, “Bagaimana keadaan kalian? Mengapa aku tidak melihat emas atau perak yang kalian miliki. Dan mengapa aku juga tidak melihat nikmat dunia yang kalian miliki?” Pemimpin mereka menjawab, “Karena nikmat dunia tidak pernah membuat kenyang seorang manusia pun.” Bertanya kembali Dzul Qarnain, “Mengapa kalian membuat kuburan di depan rumah kalian?”
Dia menjawab, “Agar langsung terlihat oleh mata kami, sehingga akan mempengaruhi ingatan kami akan kematian, dan mendinginkan hasrat pada dunia dalam hati kami. Tujuan itu agar kami tidak disibukkan oleh dunia dan melupakan Tuhan kami.”
Dzul Qarnain bertanya kembali, “Dan mengapa kalian hanya memakan rerumputan dan tanaman?” Dia menjawab, “Karena kami benci menjadikan perut-perut kami sebagai kuburan bagi hewan-hewan. Dan bagaimana pun lezatnya suatu makanan, tetap akan hancur.”
Pimpinan kaum itu menjulurkan tangannya ke dalam lubang dan mengeluarkan satu buah tengkorak kepala manusia kemudian meletakkan tengkorak itu didepannya dan berkata, “Wahai Dzul Qarnain, apakah engkau tahu, siapa pemilik tengkorak ini? Ini adalah tengkorak seorang raja didunia yang telah menzhalimi rakyatnya, bersikap melampaui batas kepada mereka dan suka menyiksa orang-orang lemah, serta menghabiskan seluruh waktunya untuk mengumpulkan dunia. Maka Allah mencabut nyawanya dan menjadikan neraka sebagai tempat kembali untuknya.”
Kemudian pemimpin kaum itu menjulurkan kembali tangannya dan mengambil sebuah tengkorak kepala yang lain dan meletakkan didepannya. Dia bertanya, “Apakah engkau tahu siapa pemilik tengkorak ini? Sesungguhnya kepala ini milik seorang raja yang adil.
Dia mengasihi rakyatnya dan menyukai seluruh anggota kerajaannya, kemudian Allah mencabut nyawanya dan memasukkannya kedalam surga serta meninggikan derajatnya.”
Setelah itu, pemimpin kaum itu meletakkan tangannya diatas kepala Dzul Qarnain dan berkata, “Termasuk golongan manakah kepalamu ini?
Dzul Qarnain menangis tersedu-sedu sambil menundukkan kepalanya dan berkata, “Jika engkau mau menjadi sahabatku, akan aku serahkan sawah dan ladangku kepadamu dan memberikan sebagian kerajaan kepadamu.”
Laki-laki itu menjawab, “Tidak mungkin, aku tidak menyukainya. ” Dzul Qarnain bertanya, “Mengapa demikian?” Dia menjawab, “Karena seluruh manusia akan menjadi musuhmu karena harta dan kekuasaan. Sebaliknya, mereka akan menjadi saudaramu akibat perasaan qanaah dan kemiskinanmu. Maka Allah akan bersamamu.”
***
Sumber : Buku “ETIKA BERKUASA: Nasihat-nasihat Imam Al-Ghazali – Karya Imam Al-Ghazali.

41. Setan pun Takut Pada Manusia Yang Meninggalkan Shalat

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Tazkirah buat semua….
Ada seorang manusia yang bertemu dengan setan di waktu subuh. Entah bagaimana awalnya, akhirnya mereka berdua sepakat mengikat tali persahabatan. Ketika waktu subuh berakhir dan orang itu tidak mengerjakan solat, maka setan pun sambil tersenyum bergumam, “Orang ini memang boleh menjadi sahabatku..!”
Begitu juga ketika waktu Zuhur orang ini tidak mengerjakan shalat, setan tersenyum lebar sambil membatin, ” Rupanya inilah bakal teman sejatiku di akhirat nanti..!”
Ketika waktu ashar hampir habis tetapi temannya itu dilihatnya masih juga asik dengan kegiatannya, setan mulai terdiam……
Kemudian ketika datang waktunya magrib, temannya itu ternyata tidak shalat juga, maka setan nampak mulai gelisah, senyumnya sudah berubah menjadi kecut. Dari wajahnya nampak bahwa ia seolah-olah sedang mengingat-ngingat sesuatu.
Dan akhirnya ketika dilihatnya sahabatnya itu tidak juga mengerjakan shalat Isya, maka setan itu sangat panik. Ia rupanya tidak bisa menahan diri lagi, dihampirinya sahabatnya yang manusia itu sambil berkata dengan penuh ketakutan, “Wahai sobat, aku terpaksa memutuskan persahabatan kita !”
Dengan keheranan manusia ini bertanya, “Kenapa engkau ingkar janji bukankah baru tadi pagi kita berjanji akan menjadi sahabat ?”.
“Aku takut !”, jawab setan dengan suara gemetar.
“Nenek moyangku saja yang dulu hanya sekali membangkang pada perintah-Nya, yaitu ketika menolak disuruh sujud pada “Adam”, telah dilaknat-Nya; apalagi engkau yang hari ini saja kusaksikan telah lima kali membangkang untuk bersujud pada-Nya (Sujud pada Allah). Tidak terbayangkan olehku bagaimana besarnya murka Allah kepadamu !”, kata setan sambil beredar pergi.

42. Budak Yang Dimerdekakan Karena Kesalahannya Sendiri

SUATU hari, Imam Husain bersantap makan malam
dan seorang budak wanita berdiri di samping membawa
segelas air hampir tepat di atas kepala Husain.
Namun malang nasib si budak, gelas tersebut jatuh
dari tangannya hingga pecah berkeping-keping dan membasahi
tubuh tuannya. Sang Imam menatap tajam wajah
budaknya.
Budak yang banyak akal itu mengutip salah satu ayat
al-Qur’an yang bunyinya “(Allah mencintai) orang-orang
yang menahan diri dari amarahnya dan orang-orang yang suka
memaafkan orang lain.”
Dengan kalem Husain menjawab, “Aku memaafkanmu.”
Si budak membaca ayat berikutnya, “Dan Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik (kepada sesama).”
Saat itu juga sang Imam berteriak, “Aku bebaskan
kamu dari perbudakan yang membuatmu terbelenggu
olehku.”
—Husain (Muhammad Ali Salmin)

43. Kisah Kera Yang Membuang Separuh Uang Ke Laut

PENGANTAR
Inilah kisah seekor kera yang mengikuti seorang
pedagang yang culas. Dia mencampur khamr yang
dijualnya dengan air. Suatu hari, kera ini mengambil
harta pedagang dan membawanya ke atas tiang perahu.
Kera ini membagi harta itu dengan adil. Satu dinar
dilemparkan ke laut dan satu dinar dilempar ke perahu;
ia membaginya menjadi dua bagian. Kera ini
menenggelamkan harta yang didapat oleh pedagang ini
sebagai imbalan atas kecurangannya yang mencampur
khamr dengan air, dan kera ini menyisakan separuh
harta yang berhak didapat oleh pedagang itu dari khamr.
NASH HADIS
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah bersabda, “Ada seorang
laki-laki yang menjual khamr di sebuah perahu. Dia
mencampur khamr dengan air. Dia mempunyai seekor
kera. Kera ini mengambil kantong uang dan
membawanya ke tiang perahu. Kera itu lalu membuang
satu dinar ke laut dan satu dinar ke perahu, sehingga ia
membaginya menjadi dua bagian.”
TAKHRIJ HADIS
Syaikh Nashiruddin Al-Albani menyebutkan hadis ini
dalam Silsilah Al-Ahadis Ash-Shahihah (6/826), hadis no.
2844. Dia berkata tentang takhrij-nya, “Diriwayatkan
oleh Al-Harbi dalam Al-Gharib (5/155/2): Musa
menyampaikan kepada kami, Hammad bin Ishaq bin Abi
Thalhah menyampaikan kepada kami dari Abu Shalih dari
Abu Hurairah secara marfu’.”
Aku berkata, “Ini adalah sanad yang shahih. Hadis ini
diriwayatkan oleh Ahmad (2/306 dan 335, 407), Al-Harits
dalam Musnad-nya (2/50 – tambahan-tambahannya),
Baihaqi dalam Syuabul Iman (4/332/5307 dari beberapa
jalan).”
Syaikh Albani telah menyebutkan jalan-jalan
periwayatan hadis ini dan menjelaskan sanad-sanadnya.
Silakan merujuk jika kamu ingin.
PENJELASAN HADIS
Ini adalah kisah seorang pedagang yang mencampur air
dengan khamr. Keranya mengambil uang hasil penjualan
khamr. Kera ini membagi harta itu menjadi dua bagian.
Separuh dibuang ke laut dan separuh lagi dibiarkan di
perahu dengan cara seperti yang disebutkan dalam
hadis.
Hadis ini mengisyaratkan kerugian dunia yang menimpa
pedagang-pedagang yang curang. Mereka mencampur
yang baik dengan yang buruk atau mencampur sesuatu
dengan sesuatu yang tidak berharga atau berharga
rendah, seperti orang-orang yang mencampur susu
dengan air atau bensin dengan minyak atau minyak
dengan air. Mereka ini memakan harta orang lain dengan
cara yang batil. Harta yang didapat dari perbuatan
seperti ini adalah harta haram yang dihisab karenanya
pada hari Kiamat.
Banyak rahasia pada hewan-hewan yang tidak kita
ketahui kecuali hanya sedikit. Kera, lebih-lebih yang
jinak, bisa membuat keajaiban. Di antaranya adalah
seperti yang dilakukan oleh kera ini. Ia membuang satu
dinar ke laut dan dinar yang lain ke perahu seperti yang
dijelaskan di dalam hadis.
Mungkin ada yang bertanya, “Bagaimana orang ini
disalahkan karena kecurangannya dan tidak disalahkan
karena menjual khamr yang diharamkan oleh Allah?”
Jawabannya adalah bahwa khamr tidak diharamkan
dalam syariat mereka. Di awal kehidupan Madinah khamr
juga belum diharamkan. Lalu dicela tanpa diharamkan,
lalu diharamkan meminumnya di waktu sebelum shalat
di mana menjualnya juga belum diharamkan, lalu
diharamkan meminumnya.
Pada waktu khamr belum diharamkan, kaum muslimin
menjual-belikannya secara terbuka. Sedangkan berbuat
curang pada waktu itu telah diharamkan dan dihukum
karenanya.
PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS
1. Larangan berbuat curang, seperti mencampur susu
dengan air. Harta yang diraih dengan cara ini bisa
lenyap di dunia sebelum di Akhirat.
2. Keunikan kera yang dengan adil dalam memberi
hukum kepada harta orang itu.
3. Halalnya khamr bagi kaum laki-laki dari kalangan
mereka.
4. Boleh naik perahu dan berdagang di atasnya.
5. Adanya perahu dandinar-dinar yang tercetak sejak
zaman dahulu.

44. Kisah Bayi di Gendongan Yang Bisa Berbicara

Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu
Hurairah dari Nabi bersabda, “Di kalangan Bani Israil
terdapat seorang wanita yang menyusui putranya. Lalu
seorang laki-laki berkendara dan berpenampilan
menawan melewatinya. Wanita itu berkata, ‘Ya Allah,
jadikanlah anakku seperti orang ini.’ Anak yang
disusuinya itu meninggalkan susunya dan memandang
laki-laki si pengendara dan berkata, ‘Ya Allah, janganlah
Engkau menjadikanku sepertinya.’ Kemudian dia
meneruskan mengisap susunya.” Abu Hurairah berkata,
“Seolah-olah aku melihat Nabi mengisap jarinya.”
Selanjutnya seorang hamba wanita melewatinya. Ibu
berkata, “Ya Allah, jangan jadikan anakku sepertinya.”
Anak itu meninggalkan susunya dan berkata, “Ya Allah,
jadikan aku sepertinya.” Wanita itu bertanya, “Mengapa
begitu?” Dia menjawab, “Pengendara itu adalah salah
seorang yang sombong, sementara hamba sahaya wanita
itu dituduh berzina dan mencuri, padahal dia tidak
melakukannya.”
Nash hadis dalam riwayat Muslim, “Manakala seorang
bayi sedang menyusu dari ibunya, seorang pengendara
dengan penampilan menarik lewat dengan kendaraan
yang mewah. Ibunya berkata, ‘Ya Allah, jadikanlah
anakku seperti orang ini.’ Lalu anaknya meninggalkan
puting susu ibunya, memandang laki-laki pengendara itu
dan berkata, ‘Ya Allah, jangan jadikan aku sepertinya.’
Kemudian dia kembali kepada susunya dan meneruskan
menyusu.” Abu Hurairah berkata, “Seolah-olah aku
melihat Rasulullah sementara beliau menceritakan
bagaimana anak itu menyusu dengan jari telunjuknya di
mulutnya, maka beliau mengisapnya.” Nabi bersabda,
“Lalu mereka melewati seorang hamba sahaya yang
dipukuli oleh orang-orang. Mereka berkata kepadanya,
‘Kamu telah berzina dan mencuri.’ Sementara hamba
sahaya itu menjawab, ‘Cukuplah Allah sebagai
Penolongku dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung.’ Ibu
itu berkata, ‘Ya Allah, jangan jadikan anakku sepertinya.’
Lalu si anak meninggalkan susunya dan melihat kepada
hamba sahaya itu dan berkata, ‘Ya Allah, jadikan aku
seperti dia.”
Pada saat itulah terjadi perbincangan antara ibu dengan
bayi yang disusuinya. Ibunya berkata, “Semoga lehermu
sakit. Telah lewat seorang laki-laki dengan penampilan
menarik dan aku berkata, ‘Ya Allah, jadikanlah anakku
sepertinya,’ tapi kamu berkata, ‘Ya Allah, jangan jadikan
diriku sepertinya.’ Lalu lewatlah seorang hamba sahaya
wanita yang dipukuli dan mereka berkata kepadanya,
‘Kamu telah berzina dan mencuri.’ Lalu aku berkata, ‘Ya
Allah, jangan jadikan anakku sepertinya.’ Dan kamu
berkata, ‘Ya Allah, jadikan diriku seperti dia.” Anaknya
menjawab, “Laki-laki itu adalah laki-laki yang sombong,
maka aku berkata, ‘Ya Allah, jangan jadikan aku
sepertinya’. Dan sesungguhnya wanita yang mereka
tuduh berzina dan mencuri, sebenarnya dia tidak berzina
dan mencuri. Maka aku berkata, ‘Ya Allah, jadikanlah
aku sepertinya. “

45. Kisah Wanita Yang Masuk Neraka Karena Seekor Kucing

Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi
bersabda, “Seorang wanita masuk Neraka karena seekor
kucing yang diikatnya. Dia tidak memberinya makan dan
tidak membiarkannya makan serangga bumi.”
Dalam riwayat di Bukhari, “Seorang wanita disiksa karena
seekor kucing yang dia kurung sampai mati. Dia masuk
Neraka karenanya. Dia tidak memberinya makan, dan
minum sewaktu. Mengurungnya. Dia tidak pula
membiarkannya dia makan serangga bumi.
Dalam riwayat di Bukhari, “Seorang wanita disiksa karena
seekor kucing yang dia kurung sampai mati. Dia masuk
Neraka karenanya. Dia tidak memberinya makan, dan
minum sewaktu. Mengurungnya. Dia tidak pula
membiarkannya dia makan serangga bumi.

Rasulullah telah melihat wanita yang mengikat kucing ini
berada di Neraka manakala beliau melihat Surga dan
Neraka pada shalat gerhana. Dalam Shahih Bukhari dari
Asma binti Abu Bakar bahwa Rasulullah bersabda, “Lalu
Neraka mendekat kepadaku sehingga aku berkata, ‘Ya
Rabbi, aku bersama mereka?’ Aku melihat seorang
wanita. Aku menyangka wanita itu diserang oleh seekor
kucing. Aku bertanya, ‘Bagaimana ceritanya?’ Mereka
berkata, ‘Dia menahannya sampai mati kelaparan. Dia
tidak memberinya makan dan tidak pula membiarkannya
mencari makan.” Nafi’ berkata, “Menurutku dia berkata,
‘Mencari makan dari serangga bumi.”
Muslim meriwayatkan hadis Rasulullah yang melihat
seorang wanita yang mengikat kucing berada di Neraka,
dari Jabir. Di dalamnya terdapat keterangan bahwa
wanita itu berasal dari Bani Israil. Dalam riwayat lain
disebutkan bahwa wanita itu berasal dari Himyar.
TAKHRIJ HADIS
Hadis tentang kucing dalam Shahih Bukhari dalam Kitab
Bad’il Khalqi, bab jika lalat jatuh ke dalam bejana salah
seorang dari kalian, 6/356, no. 3318. Dan dalam Kitab
Ahadisil Anbiya’, no. 3482. Dan dalam Kitabul Musaqah,
bab keutamaan memberi minum, 5/41, no. 2365.
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya
dari Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar dalam Kitabus
Salam, bab diharamkannya membunuh kucing (4/1760,
no. 2242- 2243).
Hadis tentang Rasulullah melihat seorang wanita yang
mengikat kucing diriwayatkan oleh Bukhari dalam
Shahih-nya dalam Kitabul Adzan dan Asma’ binti Abu
Bakar (2/231, no. 745) dan Kitabul Musaqah Abdullah,
keutamaan memberi minum air, 5/41, no. 2364.
Adapun riwayat Muslim tentang Rasulullah melihat
wanita yang menyiksa kucing terdapat dalam Kitabul
Kusuf, bab apa yang diperlihatkan kepada Rasulullah
dalam shalat Kusuf, 2/622, no.904

46. Kisah Orang Yang Bersumpah Mendahului Allah

Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Jundab
bahwa Rasulullah menyampaikan bahwa seorang laki-laki
berkata, “Demi Allah, Allah tidak mengampuni fulan.”
Dan bahwa Allah berfirman, “Siapakah gerangan yang
bersumpah mendahului Aku bahwa Aku tidak
mengampuni fulan. Aku telah mengampuni fulan dan
membatalkan amalmu.” Atau seperti yang dia sabdakan.
Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunan-nya dari Abu
Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Di
kalangan Bani Israil terdapat dua orang laki-laki
bersaudara. Salah seorang dari keduanya berbuat dosa,
sementara yang lain bersungguh-sungguh dalam
beribadah. Orang yang bersungguh-sungguh melihat
kawannya selalu melakukan dosa, maka dia berkata
kepadanya, ‘Berhentilah.’
Suatu hari dia melihat temannya berbuat dosa lagi, maka
dia berkata kepadanya, ‘Berhentilah.’ Kawannya
menjawab, ‘Biarkan diriku. Ini antara aku dengan
Tuhanku. Apakah kamu diutus sebagai pengawasku?’ Dia
berkata, ‘Demi Allah, Allah tidak mengampunimu atau
Allah tidak memasukkanmu ke dalam Surga.’
Lalu keduanya mati. Keduanya berkumpul di sisi Rabbul
alamin. Maka Dia berfirman kepada orang yang
bersungguh-sungguh, ‘Apakah kamu mengetahui tentang
Aku, atau apakah kamu mampu atas apa yang ada di
tangan-Ku?’ Dia berfirman kepada pelaku dosa, ‘Pergilah,
masuklah ke dalam Surga dengan rahmat-Ku.’ Dan
berfirman kepada yang lain, ‘Bawalah orang ini ke
Neraka.”
Abu Hurairah berkata, “Demi dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, dia telah mengucapkan satu kalimat yang
mencelakai dunia dan Akhiratnya.”
TAKHRIJ HADIST
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya
dalam Kitabul Bir was Shilah wal Adab, 4/2022, no.
2618. Lihat Syarah Shahih Muslim Nawawi, 16/133.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya dalam
Kitabul Adab, bab larangan tentang berbuat aniaya, no.
1901. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud, 3/926, no. 4097.

47. 7 Batu Yang Menghalangi 7 Pintu Neraka

Dalam sebuah hadis menceritakan, pada zaman dahulu ada seorang lelaki wukuf di Arafah. Dia berhenti di lapangan luas itu. Pada waktu itu orang sedang melakukan ibadah haji. Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang sangat penting. Bahkan wukuf di Arafah itu disebut sebagai haji yang sebenarnya karena apabila seorang itu berwukuf di padang Arafah dianggap hajinya telah sempurna walaupun yang lainnya tidak sempat dilakukan. Sabda Rasulullah mengatakan :
“Alhajju Arafat” (Haji itu wukuf di Arafah)


Rupanya lelaki itu tadi masih belum mengenali Islam dengan lebih mendalam. Masih dalam istilah ‘muallaf’. Semasa dia berada di situ, dia telah mengambil tujuh biji batu lalu berkata pada batu itu :
“Hai batu-batu, saksikanlah olehmu bahwa aku bersumpah bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu pesuruh Allah.” 
Setelah dia berkata begitu dia pun tertidur di situ. Dia meletakkan ketujuh batu itu di bawah kepalanya. Tidak lama kemudian dia bermimpi seolah-olah telah datang kiamat. Dalam mimpi itu juga dia telah diperiksa segala dosa-dosa dan pahalanya oleh Tuhan. Setelah selesai pemeriksaan itu ternyata dia harus masuk ke dalam neraka. Maka dia pun pergi ke neraka dan hendak memasuki salah satu daripada pintu-pintunya.
Tiba-tiba seketika batu kecil yang dikumpulnya tadi datang dekat pintu neraka tersebut. Tetapi mereka tidak sanggup rupanya. Malaikat azab telah berada di situ. Semua malaikat itu mendorongnya masuk ke pintu neraka tersebut. Tapi tidak berhasil. Kemudian dia pun pergi ke pintu lain. Para malaikat itu tetap berusaha hendak memasukkannya ke dalam neraka tapi tidak behasil karena batu mengikut ke mana saja dia pergi.
Akhirnya habislah ketujuh pintu neraka didatanginya. Para malaikat yang bertindak akan menyiksa orang-orang yang masuk neraka berusaha sekuat tenaga untuk mendorong lelaki itu dalam neraka tetapi tidak berhasil. Sampai di pintu neraka nomor tujuh, neraka itu tidak mau menerimanya karena ada batu yang mengikutinya. Ketujuh batu itu seolah-olah membentengi lelaki itu daripada memasuki neraka. Kemudian dia naik ke Arasy di langit yang ketujuh. Di situlah Allah berfirman yang bermaksud :
“Wahai hambaku, aku telah menyaksikan batu-batu yang engkau kumpulkan di padang Arafah. Aku tidak akan menyia-nyiakan hakmu. Bagaimana aku akan

48. Dialog Setan Orang Mukmin dan Setan Orang Kafir

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa pada suatu ketika bertemulah setan orang mukmin dengan setan orang kafir. Keadaan setan orang kafir ketika itu berminyak, gemuk dan berpakaian sedangkan setan orang mukmin kurus, kotor dan bertelanjang.
Lantas setan si kafir bertanya : “Hai setan orang mukmin, mengapa engkau kurus?” Jawab setan orang mukmin : “Aku bersama orang sedang makan yang sering menyebut nama Allah, hingga aku selalu kelaparan. Kalau minum dia juga menyebut nama Allah sehingga aku selalu kehausan. Kalau dia berpakaian selalu menyebut nama Allah sehingga aku tetap telanjang dan sewaktu bersolek dia selalu menyebut nama Allah hingga aku tetap kusut masai.”
Lantas berkata setan orang kafir: “Aku tidak begitu, aku hidup bersama orang yang tidak menyebut nama Allah dalam semua perbuatannya. Itulah sebabnya aku dapat menyertai orang itu sewaktu makan, minum dan berpakaian.”
Dalam hal ini jelas membayangkan hati orang bertakwa senantiasa terhindar daripada hawa nafsu dan sifat tercela. Jika setan datang kepada seseorang, bukan disebabkan syahwat tetapi karena terlupa berzikir kepada Allah. Apabila hati ingat kembali kepada Allah, maka mundurlah syaitan laknat itu.

49. Menolak Makanan Mewah

Suatu ketika Utbah bin Farqad, Gubernur Azerbaijan, di masa pemerintahan Umar bin Khattab disuguhi makanan oleh rakyatnya. Kebiasaan yang lazim kala itu. Dengan senang hati gubernur menerimanya seraya bertanya, ” Apa makanan ini? “Namanya Habish. terbuat dari minyak samin dan kurma, ” jawab salah seorang dari mereka.
Sang Gubernur segera mencicipi makanan itu. Sejenak kemudian bibirnya menyunggingkan senyum, ” Subhanallah. Betapa manis dan enak makanan ini. Tentu kalau makanan ini kita kirim kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab di Madinah dia akan senang, ” ujar Utbah.
Kemudian ia memerintahkan rakyatnya untuk membuat makanan dengan kadar yang diupayakan lebih enak. Setelah makanan tersedia, sang gubernur memerintahkan anak buahnya untuk berangkat ke Madinah dan membawa habish untuk Khalifah Umar Bin Khattab.Sang Khalifah segera membuka dan mencicipinya. ” Makanan apaan ini? ” tanya Umar.
“Makanan ini namanya Habish. Makanan paling lezat di Azerbaijan, ” jawab salah seorang utusan.
“Apakah seluruh rakyat Azerbaijan bisa menikmati makanan ini?” tanya Umar lagi.
“Tidak. Tidak semua bisa menikmatinya, ” jawab utusan itu guguip.
Wajah Khalifah langsung memerah pertanda marah. Ia segera memerintahkan kedua utusan itu untuk membawa kembali habish ke negerinya. Kepada Gubernya ia menulis surat ” ………..makanan semanis dan selezat ini bukan dibuat dari uang ayah dan ibumu. Kenyangkan perut rakyatmu dengan makanan ini sebelum engklau mengenyangkan perutmu. ‘
Dipetik dari Tabloid ” Media Umat ” edisi 40 tanggal 16 juli 2010

50. Seorang Pendosa Yang Lebih Dekat Di Sisi Allah

Dari Mas’ud , bahwa Rasulullah bersabda :
” Seorang pendosa yang sangat mengharap rahmat Allah, lebih dekat di sisi Allah daripada ahli ibadah yang putus asa akan rahmat Allah. ”
Zaid bin Aslam mendengar kisah yang diceritakan Umar :
Pada masa lalu, hiduplah seorang hamba yang tekun ibadahnya. Namun sayang ia tak pernah mengharap rahmat Allah.
Ketika meninggal , hamba itu bertanya kepada Allah :
“Ya Tuhan, apa yang Engkau berikan kepadaku? “
“Neraka ” Jawab Tuhan.
“Neraka? Lalu kemana ibadah dan amal baikku semasa aku masih hidup dulu ? ” protesnya.
Ketika di dunia kau selalu putus asa dengan rahmat-Ku, maka hari ini tak kuberikan rahmat-Ku. “

51. Kisah Sapi yang Berbicara Kepada Penunggangnya Dan Srigala Yang Berbicara Kepada Penggembala

Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu
Hurairah berkata, “Rasulullah shalat Subuh, kemudian
beliau menghadap kepada orang-orang. Beliau bersabda,
‘Seorang laki-laki menuntun seekor sapi, tiba-tiba
menaikinya dan memukulnya. Sapi itu berkata, ‘Kami
tidak diciptakan untuk ini, tetapi kami diciptakan untuk
membajak sawah.’ Maka orang-orang berkata,
‘Subhanallah, seekor sapi berbicara.’ Nabi bersabda,
‘Sesungguhnya aku beriman kepadanya, begitu pula Abu
Bakar dan Umar.’ Padahal keduanya tidak ada di
tempat.”
Ketika seorang menggembala dombanya, tiba-tiba seekor
serigala menyerang dan membawa lari seekor domba.
Penggembala itu mengejarnya, sehingga seolah-olah dia
menyelamatkannya darinya. Serigala itu berkata kepada
penggembala, ‘Kamu menyelamatkannya dariku. Lalu
siapa yang menyelamatkannya pada hari datangnya
binatang buas, pada hari itu tidak ada penggembala
kecuali aku?’ Orang-orang berkata, “Subhanallah, serigala
berbicara.” Nabi bersabda, “Aku beriman kepada hal ini,
begitu pula Abu Bakar dan Umar.” Padahal keduanya
tidak ada di tempat.
TAKHRIJ HADIS
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari di beberapa tempat
dalam Shahih-nya yang paling komplit adalah riwayat
dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, 6/512, no. 3471.
Diriwayatkan pula dalam Kitab Fadhoilus Shahabah, bab
sabda Nabi, “Seandainya aku mengangkat seorang
kekasih.” (7/18, no. 2663)
Diriwayatkan dalam Kitabul Hartsi wal Muzaroah, bab
menggunakan sapi untuk membajak, 5/8, no. 2324.
Bukhari menyebutkan dalam bab keutamaan Umar, Kitab
Fadhoilus Shahabah tentang kisah serigala yang
berbicara kepada penggembala (tanpa kisah sapi), 7/42,

52. Kisah Orang-Orang Dimana Allah Menghidupkan Orang Mati Bagi Mereka

Dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah bersabda, “Ada
sekelompok orang dari Bani Israil yang keluar
mendatangi sebuah kuburan. Mereka berkata, ‘Sebaiknya
kita shalat dua rakaat dan berdoa kepada Allah Azza wa
Jalla agar mengeluarkan seorang yang telah mati, lalu
kita bertanya kepadanya tentang kematian’.” Nabi
bersabda, “Lalu mereka melakukannya.
Ketika mereka
dalam kondisi demikian, tiba-tiba sebuah kepala muncul
dari sebuah kubur di kuburan itu. Ia berwarna coklat dan
di keningnya terdapat tanda sujud. Dia berkata, ‘Wahai
kalian, apa yang kalian inginkan dariku? Aku telah mati
seratus tahun yang lalu dan panasnya kematian belum
reda dariku sampai sekarang. Maka, berdoalah kalian
kepada Allah Azza wa Jalla agar mengembalikan diriku
sebagaimana semula.”
TAKHRIJ HADIS
Syaikh Nashiruddin Al-Albani tentang takhrij hadis ini
dalam Silsilah Al-Ahadis As-Shahihah (6/1028), no. 1209,
berkata,
“Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Az-Zuhd (16-
17), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (9/62) tanpa
kisah. Begitu pula Bazzar dalam Musnad-nya (1/108/192-
Kasyful Astar). Hadis ini diriwayatkan oleh Abd bin
Humaid dalam Al-Muntakhab dari Al-Musnad (Q 1/152)
dengan lengkap. Begitu pula Waki’ dalam Az-Zuhd
(1/280/56) dan Ibnu Abi Dawud dalam Al-Baats (5/30).
Ucapan yang pertama darinya mempunyai penguat dari
hadis Abu Hurairah secara marfu’.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2/126), Thahawi dalam
Musykilil Atsar (1/40-41), Ibnu Hibban (109 – Mawarid).

53. Kisah Pembunuh 99 Orang

Dalam sebuah Hadits yang diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim secara sepakat disebutkan bahwa: dahulu di kalangan orang-orang yang sebelum kalian -yakni kaum Bani Israil- ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang. Lelaki ini telah berlumuran darah. Jari-jemarinya, pakaiannya, tangan, dan pedangnya, semuanya basah oleh darah, karena telah membunuh 99 orang dari kalangan orang-orang yang jiwanya terpelihara. Padahal seandainya semua penduduk bumi dan penduduk langit bersatu-padu untuk membunuh seorang lelaki muslim, tentulah Allah akan mencampakkan mereka semuanya dengan muka di bawah ke dalam neraka. Maka terlebih lagi dengan seseorang yang datang dengan pedang yang terhunus, sikap yang kejam, jahat, lagi emosi, akhirnya dia membunuh 99 orang.
Lelaki pelaku kejahatan ini telah melumuri dirinya dengan darah banyak orang dan membinasakan banyak jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya serta mencabut nyawa mereka. Sesudah dirinya berlumuran dengan kejahatan dan dosa besar ini, ia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Ia pun ber­pikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawab­kan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka.

Maka keluarlah ia dengan pakaian yang berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-­jemarinya berbelepotan darah. Ia datang bagaikan seorang yang mabuk, terkejut, lagi ketakutan seraya bertanya-tanya kepada semua orang: “Apakah aku masih bisa diampuni?” Orang-orang berkata kepadanya: “Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni.”
Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang-orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil yang belum pernah merasakan manisnya ilmu dan tidak pernah membekali dirinya dengan pengetahuan, penelitian, dan penguasaan terhadap masalah-­masalah agama. Dia hanya melakukan ibadahnya menurut tata cara yang dibuat-buatnya sendiri tanpa ada dalil, baik dari syari’at maupun agama.
Perhatikan QS. AL-HADJlD (57): 27, yang artinya:
“Dan mereka mengada-adakan kerahiban, padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-­adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak meme­liharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. “

Sesungguhnya agama itu bila tidak dibarengi dengan cahaya hidayah dan ilmu, sama dengan kesesatan dan bid’ah yang bertumpang-tindih antara yang satu dan yang lainnya.
Ia pun pergi dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya, lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut.
Rahib tersebut mengharamkan kepada dirinya sendiri: daging, makanan yang baik, pakaian yang baik, dan kawin, padahal Allah tidak mengharamkan semuanya itu atas dirinya. Dia lakukan hal tersebut karena kejahilannya tentang maksud Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia pun keluar menyambutnya.
Lelaki pembunuh ini masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah segar, membuat si rahib kaget dan terkejut bukan kepalang. Si rahib berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu.”
Sambutan ini jelas bukan tata cara yang biasa digunakan oleh para ulama dan para da’i yang menghendaki hidayah bagi manusia, karena pintu Allah selalu terbuka; pemberiannya senantiasa datang dan pergi; pahala-Nya dianugerahkan; tangan kekuasaan­Nya senantiasa terbuka pada malam hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdosa pada siang harinya, dan senantiasa terbuka pada siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdo’a pada malam harinya, hingga matahari terbit dari arah tenggelamnya (hari Kiamat).
Si pembunuh bertanya: “Wahai rahib ahli ibadah, aku telah mem­bunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?”
Rahib yang jahil itu spontan menjawab: “Tiada taubat bagimu!”
Mahasuci Allah, apakah engkau menutup pintu yang selalu dibuka oleh Allah? Apakah engkau memutuskan tali yang telah dijulurkan oleh Allah? Apakah engkau mencegah hujan yang telah diturunkan oleh Allah? Apakah engkau menutup jalan masuk yang telah dibuat oleh Allah?
Padahal Allahlah yang menciptakan; Allahlah yang telah menetapkan; Allahlah yang memberikan ampunan; Allahlah yang menghisab; dan Allahlah yang berbisik kepada seorang hamba pada hari yang tiada bermanfaat lagi harta benda dan anak-anak, kecuali orang yang menghadap kepada Allah dengan hati yang bersih, lalu Allah menyuruhnya mengakui dosa-dosanya, kemu­dian Allah mengampuninya jika Dia menghendaki. Maka apakah urusanmu, hai rahib, sehingga engkau ikut campur dalam urusan antara para hamba dan Tuhannya?
Apakah engkau memang seorang yang ahli untuk memberi fatwa dalam masalah ini? Bukan, engkau bukanlah seorang yang ahli dalam bidang ini. Hal ini hanya bisa ditangani oleh para ulama yang mengamalkan ilmunya lagi mengetahui tujuan syari’at-Nya.
Akhirnya, si penjahat ini putus asa memandang kehidupan ini. Di matanya dunia ini terasa gelap; kehendak dan tekadnya melemah; dan keindahan yang terlihat di wajahnya menjadi buruk. Ia pun mengangkat pedangnya dan membunuh rahib ini sebagai balasan yang setimpal untuknya guna menggenapkan 100 orang manusia yang telah dibunuhnya.
Selanjutnya, ia keluar menemui orang-orang guna menanya­kan kembali kepada mereka, bukan karena alasan apa pun, melainkan karena jiwanya sangat menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap kepada-Nya.
Ia bertanya kepada mereka: “Masih adakah jalan untuk ber­taubat bagiku?”
Mereka menjawab: “Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang ulama, bukan seorang rahib, yang ahli tentang hukum Tuhan.”
Sehubungan dengan pengertian ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan­nya melalui ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya:
Dalam QS. AZ-ZUMAR (39): 9, yang artinya:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”

Dalam QS. AL-­MUJAADALAH (58): 11, yang artinya:
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. “

Dalam QS. AL-ANKABUUT (29): 49
“Sebenarnya Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. “

Dalam QS. ALI ‘IMRAN (3): 18, yang artinya:
”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). “

Si pembunuh itu pergi menemui orang alim itu yang saat itu berada di majelisnya sedang mengajari generasi dan mendidik umat.
Orang alim itu pun tersenyum menyambut kedatangannya.
Begitu melihatnya, ia langsung menyambutnya dengan hangat dan mendudukkannya di sebelahnya setelah memeluk dan menghormatinya. Ia bertanya: “Apakah keperluanmu datang kemari?”
Ia menjawab: “Aku telah membunuh 100 orang yang terpelihara darahnya, maka masih adakah jalan taubat bagiku?”
Orang alim itu balik bertanya: “Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat? Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan; bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus.”
Ia berkata: “Aku mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah.”
Orang alim berkata: “Aku memohon kepada Allah semoga Dia menerima taubatmu.”
Selanjutnya, orang alim itu berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau tinggal di kampung yang jahat, karena sebagian kampung dan sebagian kota itu adakalanya memberikan pengaruh untuk berbuat kedurhakaan dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah imannya di tempat seperti ini, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan terasa ringanlah baginya semua dosa, serta menggampangkannya untuk melakukan tindakan menen­tang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masya­rakat yang di dalamnya ditegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para hamba.”
“Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan bergaullah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan membantumu untuk bertaubat.”
Si pembunuh itu pun pergi dengan langkah yang cepat dan hati yang gembira dengan berita dan pengharapan ini. Ketika ia telah berada di tengah jalan, ia jatuh sakit dan sekaratul maut datang menjemputnya.
Dalam QS. QAAF (50): 19, yang artinya:
“Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”

Selanjutnya, dia mengucapkan kalimat laa ilaaha illallooh, lalu meninggal dunia. Dia belum pernah shalat, belum pernah puasa, belum pernah bershadaqah, belum pernah zakat, dan belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali, tetapi dia kembali kepada Allah dengan bertaubat, menyesal, berharap, dan takut kepada-Nya.
Maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab untuk mengambil dan menerima nyawanya dari malaikat maut yang mencabutnya. Mereka terlibat perselisihan yang sengit dalam memperebutkannya. Malaikat rahmat berkata: “Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami.”
Malaikat adzab berkata: “Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami.”
Allah pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk melerai persengketaan mereka. Selanjutnya, malaikat yang baru diutus itu pun datang kepada mereka yang telah menjadi dua golongan yang bertengkar.
Malaikat yang baru berkata kepada mereka: ”Tahanlah oleh kalian. Sesungguhnya solusinya menurutku ialah hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara lelaki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik.”
Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, Allah memerin­tahkan kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk mendekat.
Menurut riwayat lain disebutkan bahwa sesungguhnya lelaki pembunuh 100 orang ini menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik. Akhirnya, mereka menjumpai mayat lelaki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga.

(KISAH LELAKI INI DISEBUTKAN DALAM SHAHIH BUKHARI NO. 3395, SHAHIH MUSLIM NO. 6957, DAN AHMAD NO.10924.

54. Memberi 1 Dirham, Mendapat 120.000 Dirham Dari Allah


//givingDari Al-Fudhail bin Iyadh, ia berkata, seorang laki-laki menceritakan kepadaku: “Ada laki-laki yang keluar membawa benang tenun, lalu ia menjualnya satu dirham untuk membeli tepung. Ketika pulang, ia melewati dua orang laki-laki yang masing-masing menjambak kepal kawannya. Ia lalu bertanya, ‘Ada apa?’ Orang pun memberitahunya bahwa keduanya bertengkar karena uang satu dirham. Maka, ia berikan uang satu dirham kepada keduanya, dan iapun tak memiliki sesuatu.
Ia lalu mendatangi isterinya seraya mengabarkan apa yang telah terjadi. Sang isteri lalu mengumpulkan perkakas rumah tangga. Laki-laki itu pun berangkat kembali untuk menggadaikannya, tetapi barang-barang itu tidak laku. Tiba-tiba kemudian ia berpapasan dengan laki-laki yang membawa ikan yang menebar bau busuk. Orang itu lalu berkata kepadanya, ‘Engkau membawa sesuatu yang tidak laku, demikian pula dengan yang saya bawa. Apakah Anda mau menukarnya dengan barang (daganganku)?’ Ia pun mengiakan. Ikan itu pun dibawanya pulang. Kepada isterinya ia berkata, ‘Dindaku, segeralah urus (masak) ikan ini, kita hampir tak berdaya karena lapar!’ Maka sang isteri segera mengurus ikan tersebut. Lalu dibelahnya perut ikan tersebut. Tiba-tiba sebuah mutiara keluar dari perut ikan tersebut
Wanita itu pun berkata gembira, ‘Suamiku, dari perut ikan ini keluar sesuatu yang lebih kecil daripada telur ayam, ia hampir sebesar telur burung dara’.
Suaminya berkata, ‘Perlihatkanlah kepadaku!’ Maka ia melihat sesuatu yang tak pernah dilihatnya sepanjang hidupnya. Pikirannya melayang, hatinya berdebar. Ia lalu berkata kepad isterinya, ‘Tahukah engkau berapa nilai meutiara ini?’ ‘Tidak, tetapi aku mengetahui siapa orang yang pintar dalam hal ini’, jawab suaminya. Ia lalu mengambil mutiara itu. Ia segera pergi ke tempat para penjual mutiara. Ia menghampiri kawannya yang ahli di bidang mutiara. Ia mengucapkan salam kepadanya, sang kawan pun menjawab salamnya. Selanjutnya ia berbicar kepadanya seraya mengeluarkan sesuatu sebesar telur burung dara. ‘Tahukah Anda, berapa nilai ini?, ia bertanya. Kawannya memperhatikan barang itu begitu lama, baru kemudian ia berkata, ‘Aku menghargainya 40 ribu. Jika Anda mau, uang itu akan kubayar kontan sekarang juga kepadamu. Tapi jika Anda menginginkan harga lebih tinggi, pergilah kepada si fulan, dia akan memberimu harga lebih tinggi dariku’.
Maka ia pun pergi kepadanya. Orang itu memperhatikan barang tersebut dan mengakui keelokannya. Ia kemudian berkata, ‘Aku hargai barang itu 80 ribu. Jika Anda menginginkan harga lebih tinggi, pergilah kepada si fulan, saya kira dia akan memberi harga lebih tinggi dariku’.
Segera ia bergegas menuju kepadanya. Orang itu berkata, ‘Aku hargai barang itu 120 ribu. Dan saya kira, tidak ada orang yang berani menambah sedikitu pun dari harga itu!’ ‘Ya’, ia pun setuju. Lalu harta itu ditimbangnya. Maka pada hari itu, ia membawa dua belas kantung uang. Pada masing-masingnya terdapat 10.000 dirham. Uang itu pun ia bawa ke rumahnya untuk disimpan. Tiba-tiba di pintu rumahnya ada seorang fakir yang meminta-minta. Maka ia berkata, ‘Saya punya kisah, karena itu masuklah’. Orang itu pun masuk. Ia berkata, ‘Ambillah separuh dari hartaku ini. Maka, orang fakir itu mengambil enam kantung uang dan dibawanya. Setelah agak menjauh, ia kembali lagi seraya berkata, ‘Sebenarnya aku bukanlah orang miskin atau fakir, tetapi Allah Ta’ala telah mengutusku kepadamu, yakni Dzat yang telah mengganti satu dirhammu dengan 20 qirath. Dan ini yang diberikanNya kepadamu adalah baru satu qirath daripada-nya, dan Dia menyimpan untukmu 19 qirath yang lain.
Dikutip dari www.dongengkakrico.com

55. Al-Qur’an Sebagai Pembela di Hari Akhirat

Abu Umamah r.a. berkata : “Rasulullah S.A.W telah menganjurkan supaya kami semua mempelajari Al-Qur’an, setelah itu Rasulullah S.A.W memberitahu tentang kelebihan Al-Qur’an.”
Telah bersabda Rasulullah S.A.W : Belajarlah kamu akan Al-Qur’an, di akhirat nanti dia akan datang kepada ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya.”
Ia akan datang dalam bentuk seindah-indahnya dan ia bertanya, ” Kenalkah kamu kepadaku?” Maka orang yang pernah membaca akan menjawab : “Siapakah kamu?”
Maka berkata Al-Qur’an : “Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung, dan juga telah bangun malam untukku dan kamu juga pernah membacaku di waktu siang hari.”
Kemudian berkata orang yang pernah membaca Al-Qur’an itu : “Adakah kamu Al-Qur’an?” Lalu Al-Qur’an mengakui dan menuntun orang yang pernah membaca mengadap Allah S.W.T. Lalu orang itu diberi kerajaan di tangan kanan dan kekal di tangan kirinya, kemudian dia meletakkan mahkota di atas kepalanya.
Pada kedua ayanh dan ibunya pula yang muslim diberi perhiasan yang tidak dapat ditukar dengan dunia walau berlipat ganda, sehingga keduanya bertanya : “Dari manakah kami memperolehi ini semua, pada hal amal kami tidak sampai ini?”
Lalu dijawab : “Kamu diberi ini semua karena anak kamu telah mempelajari Al-Qur’an.”

56. Meninggalkan Khianat, Mendapat Rahmat

Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzar Al-Anshari berkata: “Dulu, aku pernah berada di Makkah semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu menjaganya, suatu hari aku merasakan lapar yang sangat. Aku tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menghilangkan laparku. Tiba-tiba aku menemukan sebuah kantong dari sutera yang diikat dengan kaos kaki yang terbuat dari sutera pula.
Aku memungutnya dan membawanya pulang ke rumah. Ketika aku buka, aku dapatkan didalamnya sebuah kalung permata yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Aku lalu keluar dari rumah, dan saat itu ada seorang bapak tua yang berteriak mencari kantongnya yang hilang sambil memegang kantong kain yang berisi uang lima ratus dinar. Dia mengatakan, ‘Ini adalah bagi orang yang mau mengembalikan kantong sutera yang berisi permata’. Aku berkata pada diriku, ‘Aku sedang membutuhkan, aku ini sedang lapar. Aku bisa mengambil uang dinar emas itu untuk aku manfaatkan dan mengembalikan kantong sutera ini padanya’.
Maka aku berkata pada bapak tua itu, ‘Hai, kemarilah’. Lalu aku membawanya ke rumahku. Setibanya di rumah, dia menceritakan padaku ciri kantong sutera itu, ciri-ciri kaos kaki pengikatnya, ciri-ciri permata dan jumlahnya berikut benang yang mengikatnya. Maka aku mengeluarkan dan memberikan kantong itu kepadanya dan dia pun memberikan untukku lima ratus dinar, tetapi aku tidak mau mengambilnya. Aku katakan padanya, ‘Memang seharusnya aku mengembalikannya kepadamu tanpa mengambil upah untuk itu’. Ternyata dia bersikeras, ‘Kau harus mau menerimanya’, sambil memaksaku terus-menerus. Aku tetap pada pendirianku, tak mau menerima.

Akhirnya bapak tua itu pun pergi meninggalkanku. Adapun aku, beberapa waktu setelah kejadian itu aku keluar dari kota Makkah dan berlayar dengan perahu. Di tengah laut, perahu tumpangan itu pecah, orang-orang semua tenggelam dengan harta benda mereka. Tetapi aku selamat, dengan menumpang potongan papan dari pecahan perahu itu. Untuk beberapa waktu aku tetap berada di laut, tak tahu ke mana hendak pergi!
Akhirnya aku tiba di sebuah pulau yang berpenduduk. Aku duduk di salah satu masjid mereka sambil membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika mereka tahu bagaimana aku membacanya, tak seorang pun dari penduduk pulau tersebut kecuali dia datang kepadaku dan mengatakan, ‘Ajarkanlah Al-Qur’an kepadaku’. Aku penuhi permintaan mereka. Dari mereka aku mendapat harta yang banyak.
Di dalam masjid, aku menemukan beberapa lembar dari mushaf, aku mengambil dan mulai membacanya. Lalu mereka bertanya, ‘Kau bisa menulis?’, aku jawab, ‘Ya’. Mereka berkata, ‘Kalau begitu, ajarilah kami menulis’. Mereka pun datang dengan anak-anak juga dan para remaja mereka. Aku ajari mereka tulis-menulis. Dari itu juga aku mendapat banyak uang. Setelah itu mereka berkata, ‘Kami mempunyai seorang puteri yatim, dia mempunyai harta yang cukup. Maukah kau menikahinya?’ Aku menolak. Tetapi mereka terus mendesak, ‘Tidak bisa, kau harus mau’. Akhirnya aku menuruti keinginan mereka juga. Ketika mereka membawa anak perempuan itu kehadapanku, aku pandangi dia. Tiba-tiba aku melihat kalung permata yang dulu pernah aku temukan di Makkah melingkar di lehernya. Tak ada yang aku lakukan saat itu kecuali hanya terus memperhatikan kalung permata itu.
Mereka berkata, ‘Sungguh, kau telah menghancurkan hati perempuan yatim ini. Kau hanya memperhatikan kalung itu dan tidak memperhatikan orangnya’. Maka saya ceritakan kepada mereka kisah saya dengan kalung tersebut. Setelah mereka tahu, mereka meneriakkan tahlil dan takbir hingga terdengar oleh penduduk setempat. ‘Ada apa dengan kalian?’, kataku bertanya. Mereka menjawab, ‘Tahukah engkau, bahwa orang tua yang mengambil kalung itu darimu saat itu adalah ayah anak perempuan ini’. Dia pernah mengatakan, ‘Aku tidak pernah mendapatkan seorang muslim di dunia ini (sebaik) orang yang telah mengembalikan kalung ini kepadaku’.
Dia juga berdoa, ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan orang itu hingga aku dapat menikahkannya dengan puteriku’, dan sekarang sudah menjadi kenyataan’. Aku mulai mengarungi kehidupan bersamanya dan kami dikaruniai dua orang anak. Kemudian isteriku meninggal dan kalung permata menjadi harta pusaka untukku dan untuk kedua anakku. Tetapi kedua anakku itu meninggal juga, hingga kalung permata itu jatuh ke tanganku. Lalu aku menjualnya seharga seratus ribu dinar. Dan harta yang kalian lihat ada padaku sekarang ini adalah sisa dari uang 100 ribu dinar itu.”

57. 70 Tahun Menyembah Berhala

Tersebutlah seorang kakek yang telah menyembah berhala dari batu selama tujuh puluh tahun. Suatu ketika kakek itu memohon sesuatu kepada berhala yang dianggap Tuhannya itu.
“Tujuh puluh tahun sudah lamanya aku menyembahmu. Tak pernah sekalipun aku memohon apa-apa darimu. Kini aku datang menghadap untuk memohon sesuatu. Tolong kabulkanlah permintaanku ini. ” rengek kakek itu .
Telah tujuh puluh kali kakek itu datang menyembah dan mengatakan permohonannya, namun berhala itu tidak pernah mengabulkan sampai kakek itu menjadi bosan dan berputus asa.
Saat itulah Allah memberikan hidayah-Nya, dibuka pintu hati kakek itu. Kini ia ganti meminta kepada Allah Swt.
“Ya Allah, baru sekarang aku menghadap-Mu. Aku mohon kepada-Mu, kabulkanlah permintaanku ini, ya Allah, ” suara kakek itu terdengar lirih, memelas.
Saat itu juga terdengar jawaban dari Allah ” Wahai hambaku, mintalah kepada-Ku, niscaya akan kukabulkan. “
Mendengar firman Allah, gemparlah para malaikat.
“Ya Allah, telah tujuhpuluh tahun lamanya orang itu menyekutukan-Mu. Dia itu orang musyrik penyembah berhala. dan tujuh puluh kali pula ia meminta kepada berhalanya, tak pernah dikabulkan permohonannya, dan memang berhala-berhala itu tak mungkin dapat memberikan sesuatu kepada mereka. Kini kakek itu baru sekali saja dia berdoa dan memohon kepada-Mu, mengapa sudah kau kabulkan permohonannya? ” tanya malaikat.
“Wahai malaikat, jika berhala yang merupakan benda mati tidak bisa mengabulkan permohonannya, dan Aku pun juga tidak, lalu dimana perbedaan antara Aku dan berhala itu. “

58. Kisah Perlawanan Seorang Lelaki dengan Iblis

Ada sepasang Suami isteri yang hidup dengan tenteram. Meskipun melarat, mereka taat kepada perintah Tuhan. Segala yang dilarang Allah dihindari, dan ibadah mereka tekun sekali. Si Suami adalah seorang yang alim yang taqwa dan tawakkal. Tetapi sudah beberapa lama isterinya mengeluh terhadap kemiskinan yang tiada habis-habisnya itu. Ia memaksa suaminya agar mencari jalan keluar. Ia membayangkan alangkah senangnya hidup jika segala-galanya serba cukup.
Pada suatu hari, lelaki yang alim itu berangkat ke ibu kota, mau mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan ia melihat sebatang pohon besar yang tengah dikerumuni orang. Ia  mendekat. Ternyata orang-orang itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan sakti itu. Banyak juga kaum wanita dan pedagang-pedagang yang meminta-minta agar suami mereka setia atau dagangnya laris.
“Ini syirik,” fikir lelaki yang alim tadi. “Ini harus diberantas habis. Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah serta meminta selain Allah.” Maka pulanglah dia terburu-buru. Isterinya heran, mengapa secepat itu suaminya kembali. Lebih heran lagi waktu dilihatnya si suami mengambil sebilah kapak yang diasahnya tajam. Lantas lelaki alim tadi bergegas keluar. Isterinya bertanya tetapi ia tidak menjawab. Segera dinaiki keledainya dan dipacu cepat-cepat ke pohon itu. Sebelum sampai di tempat pohon itu berdiri, tiba-tiba melompat sesosok tubuh tinggi besar dan hitam. Dia adalah iblis yang menyerupai sebagai manusia.
“Hai, mau ke mana kamu?” tanya si iblis.
Orang alim tersebut menjawab, “Saya mau menuju ke pohon yang disembah-sembah orang bagaikan menyembah Allah. Saya sudah berjanji kepada Allah akan menebang roboh pohon syirik itu.”
“Kamu tidak ada apa-apa hubungan dengan pohon itu. Yang penting kamu tidak ikut-ikutan syirik seperti mereka. Sudah pulang saja.”
“Tidak boleh, kemungkaran mesti diberantas,” jawab si alim bersikap tegas.
“Berhenti, jangan teruskan!” bentak iblis marah.
“Akan saya teruskan!”
Karena masing-masing tegas pada pendirian, akhirnya terjadilah perkelahian antara orang alim tadi dengan iblis. Kalau melihat perbedaan badannya, seharusnya orang alim itu dengan mudah boleh dibinasakan. Namun ternyata iblis menyerah kalah, meminta-minta ampun. Kemudian dengan berdiri menahan kesakitan dia berkata, “Tuan, maafkanlah kekasaran saya. Saya tak akan berani lagi mengganggu tuan. Sekarang pulanglah. Saya berjanji, setiap pagi, apabila Tuan selesai menunaikan sembahyang Subuh, di bawah tikar sembahyang Tuan saya sediakan uang emas empat dinar. Pulang saja secepatnya, jangan teruskan niat Tuan itu,”
Mendengar janji iblis dengan uang emas empat dinar itu, lunturlah kekerasan tekad si alim tadi. Ia teringat isterinya yang ingin hidup berkecukupan. Ia teringat akan tiap hari rengekan isterinya. Setiap pagi empat dinar, dalam sebulan saja dia sudah boleh menjadi orang kaya. Menginga desakan-desakan isterinya itu maka pulanglah dia. Patah niatnya semula hendak memberantas kemungkaran.
Demikianlah, semenjak pagi itu isterinya tidak pernah marah lagi. Hari pertama, ketika si alim selesai sembahyang, dibukanya tikar sembahyangnya. Betul di situ tergolek empat benda berkilat, empat dinar uang emas. Dia meloncat riang, isterinya gembira. Begitu juga hari yang kedua. Empat dinar emas. Ketika pada hari yang ketiga, matahari mulai terbit dan dia membuka tikar sembahyang, masih didapatinya uang itu. Tapi pada hari keempat dia mulai kecewa. Di bawah tikar sembahyangnya tidak ada apa-apa lagi kecuali tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah karena uang yang kemarin sudah dihabiskan sama sekali.
Si alim dengan lesu menjawab, “Jangan khuatir, esok barangkali kita bakal dapat delapan dinar sekaligus.”
Keesokkan harinya, harap-harap cemas suami-isteri itu bangun pagi-pagi. Selesai sembahyang dibuka tikar sajadahnya kosong.
“Kurang ajar. Penipu,” teriak si isteri. “Ambil kapak, tebanglah pohon itu.”
“Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku habiskan pohon itu semuanya hingga ke ranting dan daun-daunnya,” sahut si alim itu.
Maka segera ia mengeluarkan keledainya. Sambil membawa kapak yang tajam dia memacu keledainya menuju ke arah pohon yang syirik itu. Di tengah jalan iblis yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghalang. Katanya menyorot tajam, “Mau ke mana kamu?” hardiknya menggelegar.
“Mau menebang pohon,” jawab si alim dengan gagah berani.
“Berhenti, jangan lanjutkan.”
“Bagaimanapun juga tidak boleh, sebelum pohon itu tumbang.”
Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat. Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang terkulai. Dalam kesakitan, si alim tadi bertanya penuh heran, “Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?”
Iblis itu dengan angkuh menjawab, “Tentu saja engkau dahulu boleh menang, karena waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah, demi Allah. Andaikata kukumpulkan seluruh pasukanku menyerangmu sekalipun, aku takkan mampu mengalahkanmu. Sekarang kamu keluar dari rumah hanya karena tidak ada uang di bawah tikar sajadahmu. Maka biarpun kau keluarkan seluruh kebolehanmu, tidak mungkin kamu mampu menjatuhkan aku. Pulang saja. Kalau tidak, kupatahkan nanti batang lehermu.”
Mendengar penjelasan iblis ini si alim tadi termangu-mangu. Ia merasa bersalah, dan niatnya memang sudah tidak ikhlas kerana Allah lagi. Dengan terhuyung-hayang ia pulang ke rumahnya. Dibatalkan niat semula untuk menebang pohon itu. Ia sadar bahwa perjuangannya yang sekarang adalah tanpa keikhlasan karea Allah, dan ia sadar perjuangan yang semacam itu tidak akan menghasilkan apa-apa selain dari kesiaan yang berlanjutan . Sebab tujuannya adalah karena harta benda, mengatasi keutamaan Allah dan agama. Bukankah berarti ia menyalahgunakan agama untuk kepentingan hawa nafsu semata-mata ?
“Barangsiapa di antaramu melihat sesuatu kemungkaran, hendaklah (berusaha) memperbaikinya dengan tangannya (kekuasaan), bila tidak mungkin hendaklah berusaha memperbaikinya dengan lidahnya (nasihat), bila tidak mungkin pula, hendaklah mengingkari dengan hatinya (tinggalkan). Itulah selemah-lemah iman.”
Haditsh Riwayat Muslim.

59. Pahlawan Neraka

Suatu hari satu pertempuran telah terjadi di antara pihak Islam dengan pihak Musyrik. Kedua-dua belah pihak berjuang dengan hebat untuk mengalahkan antara satu sama lain. Tiba saat pertempuran itu dihentikan sejenak dan kedua-dua pihak pulang ke markas masing-masing.
Di sana Nabi Muhammad S.A.W dan para sahabat telah berkumpul membincangkan tentang pertempuran yang telah berlaku itu. Peristiwa yang baru mereka alami itu masih terbayang-bayang di ruang mata. Dalam perbincangan itu, mereka begitu kagum dengan salah seorang dari sahabat mereka iaitu, Qotzman. Semasa bertempur dengan musuh, dia kelihatan seperti seekor singa yang lapar memburu mangsanya. Dengan keberaniannya itu, dia telah menjadi buah bibir ketika itu.
“Tidak seorang pun di antara kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman,” kata salah seorang sahabat.
Mendengar perkataan itu, Rasulullah pun menjawab, “Sebenarnya dia itu adalah golongan penduduk neraka.”
Para sahabat menjadi heran mendengar jawapan Rasulullah itu. Bagaimana seorang yang telah berjuang dengan begitu gagah menegakkan Islam boleh masuk dalam neraka. Para sahabat berpandangan antara satu sama lain apabila mendengar jawaban Rasulullah itu. Rasulullah sadar para sahabatnya tidak begitu percaya dengan ceritanya, lantas baginda berkata, “Semasa Qotzman dan Aktsam keluar ke medan perang bersama-sama, Qotzman telah mengalami luka parah akibat ditikam oleh pihak musuh. Badannya dipenuhi dengan darah. Dengan segera Qotzman meletakkan pedangnya ke atas tanah, manakala mata pedang itu pula dihadapkan ke dadanya. Lalu dia terus membenamkan mata pedang itu ke dalam dadanya.”
“Dia melakukan perbuatan itu adalah karena dia tidak tahan menanggung kesakitan akibat dari luka yang dialaminya. Akhirnya dia mati bukan karena berlawan dengan musuhnya, tetapi membunuh dirinya sendiri. Melihatkan keadaannya yang parah, ramai orang menyangka yang dia akan masuk syurga. Tetapi dia telah menunjukkan dirinya sebagai penduduk neraka.”
Menurut Rasulullah S.A.W lagi, sebelum dia mati, Qotzman ada mengatakan, katanya, “Demi Allah aku berperang bukan karena agama tetapi hanya sekadar menjaga kehormatan kota Madinah supaya tidak dihancurkan oleh kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah untuk membela kehormatan kaumku. Kalau tidak karena itu, aku tidak akan berperang.”
Riwayat ini telah dirawikan oleh Luqman Hakim

60. Kisah Jibril A.S, Kerbau, Kelelawar dan Cacing

Suatu hari Allah SWT memerintahkan malaikat Jibri AS untuk pergi menemui salah satu makhluk-Nya yaitu kerbau dan menanyakan pada si kerbau apakah dia senang telah diciptakan Allah SWT sebagai seekor kerbau. Malaikat Jibril AS segera pergi menemui si Kerbau.
Di siang yang panas itu si kerbau sedang berendam di sungai. Malaikat Jibril AS mendatanginya kemudian mulai bertanya kepada si kerbau, “hai kerbau apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kerbau”. Si kerbau menjawab, “Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kerbau, dari pada aku dijadikan-Nya sebagai seekor kelelawar yang ia mandi dengan kencingnya sendiri”. Mendengar jawaban itu Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor kelelawar.
Malaikat Jibril AS mendatanginya seekor kelelawar yang siang itu sedang tidur bergantungan di dalam sebuah goa. Kemudian mulai bertanya kepada si kelelawar, “hai kelelawar apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kelelawar”. “Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kelelawar dari pada aku dijadikan-Nya seekor cacing. Tubuhnya kecil, tinggal di dalam tanah, berjalannya saja menggunakan perutnya”, jawab si kelelawar. Mendengar jawaban itu pun Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor cacing yang sedang merayap di atas tanah.
Malaikat Jibril AS bertanya kepada si cacing, “Wahai cacing kecil apakah kamu senang telah dijadikan Allah SWT sebagai seekor cacing”. Si cacing menjawab, ” Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor cacing, dari pada dijadikaan-Nya aku sebagai seorang manusia. Apabila mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan tidak beramal sholih ketika mereka mati mereka akan disiksa selama-lamanya”.

61. Arak Menjadi Madu


Pada suatu hari, Umar Al-Khatab sedang berjalan-jalan di lorong-lorong dalam kota Madinah. Di ujung simpang jalan beliau bertemu dengan pemuda yang membawa kendi. Pemuda itu menyembunyikan kendi itu di dalam kain sarung yang diselimutkan di belakangnya. Timbul curiga di hati Umar AL-Khatab apabila terlihat keadaan itu, lantas bertanya, “Apa yang engkau bawa itu?”
Karena  panik sebab takut dimarahi Umar yang terkenal dengan ketegasan, pemuda itu menjawab dengan gugup bahwa  benda yang dibawanya ialah madu. Walaupun sebenarnya benda itu ialah khamar(arak). Dalam keadaannya yang berbohong itu , pemuda tadi sebenarnya ingin berhenti dari  minum arak. Dia sesungguhnya telah menyesal dan insaf dan menyesal melakukan perbuatan yang dilarang  oleh agama itu. Dalam penyesalan itu dia berdoa kepada Tuhan supaya Umar Al-Khatab tidak sampai memeriksa isi kendinya yang dilarang oleh agama itu.
Pemuda itu masih menunggu kata-kata Khalifah, “Kendi ini berisikan madu.” Karena tidak percaya, Khalifah Umar ingin melihat sendiri isi kendi itu. Rupanya doa pemuda itu telah dikabulkan oleh Allah seketika itu juga telah menukarkan isi kendi itu kepada madu. Begitu dia berniat untuk bertobat, dan Tuhan memberikan hidayah, sehingga niatnya yang ikhlas, ia terhindar dari kemarahan Khalifah Umar Al-Khatab, yang mungkin membahayakan pada dirinya sendiri kalau kendi itu masih berisi khamar.
Allah Taala berfirman, ” Seteguk khamar diminum maka tidak diterima Allah amal fardhu dan sunatnya selama tiga hari. Dan barang siapa yang minum khamar segelas, maka Allah Taala tidak menerima sholatnya selama empat puluh hari. Dan orang yang tetap minum khamar, maka selayaknya Allah memberinya dari ‘Nahrul Khabal’. Ketika ditanya, “Ya Rasulullah, apakah Nahrul Khabal itu ?” Jawab Rasulullah, “Darah bercampur nanah orang ahli neraka ! “

62. 5 Syarat Kalau Ingin Berbuat Maksiat


Suatu hari ada seorang lelaki yang menemui Ibrahim bin Adham. Dia berkata, “Wahai Aba Ishak! Selama ini aku gemar bermaksiat. Tolong berikan aku nasihat.” Setelah mendengar perkataan tersebut Ibrahim berkata, “Jika kamu mau menerima lima syarat dan mampu melaksanakannya, maka boleh kamu melakukan maksiat.” Lelaki itu dengan tidak sabar-sabar bertanya. “Apakah syarat-syarat itu, wahai Aba Ishak?”
Ibrahim bin Adham berkata, “Syarat pertama, jika kamu bermaksiat kepada Allah, jangan memakan rezekinya.” Mendengar itu dia mengernyitkan kening seraya berkata, “Dari mana aku mau makan? Bukankah semua yang ada di bumi ini rezeki Allah? “Ya!” tegas Ibrahim bin Adham. “Kalau kamu sudah memahaminya, masih mampukah memakan rezekinya, sedangkan kamu selalu berkeinginan melanggar larangan-Nya?”
“Yang kedua,” kata Ibrahim, “kalau mau bermaksiat, jangan tinggal di bumi-Nya! Syarat ini membuat lelaki itu terkejut setengah mati. Ibrahim kembali berkata kepadanya, “Wahai Abdullah, fikirkanlah, apakah kamu layak memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sedangkan kamu melanggar segala larangan-Nya?”
“Ya! Anda benar.” kata lelaki itu. Dia kemudian menanyakan syarat yang ketiga. Ibrahim menjawab, “Kalau kamu masih mau bermaksiat, carilah tempat tersembunyi yang tidak dapat terlihat oleh-Nya!” Lelaki itu kembali terperanjat dan berkata, “Wahai Ibrahim, ini nasehat macam mana? Mana mungkin Allah tidak melihat kita?” “Ya, kalau memang yakin demikian, apakah kamu masih berkeinginan melakukan maksiat?” kata Ibrahim. Lelaki itu mengangguk dan meminta syarat yang keempat.
Ibrahim melanjutkan, “Kalau malaikat maut datang hendak mencabut rohmu, katakanlah kepadanya, ‘Tunda dulu kematianku . Aku masih mau bertobat dan melakukan amal soleh’.” Kemudian lelaki itu menggelengkan kepala dan segera tersedar, “Wahai Ibrahim, mana mungkin malaikat maut akan memenuhi permintaanku?”
“Wahai Abdullah, kalau kamu sudah meyakini bahawa kamu tidak boleh menunda dan mengundurkan datangnya kematianmu, lalu bagaimana engkau boleh lari dari kemurkaan Allah?”
“Baiklah, apa syarat yang kelima?” Ibrahim pun menjawab, “Wahai Abdullah kalau malaikat Zabaniyah datang hendak mengiringmu ke api neraka di hari kiamat nanti, jangan engkau ikut bersamanya.”
Perkataan tersebut membuat lelaki itu insaf. Dia berkata, “Wahai Aba Ishak, sudah pasti malaikat itu tidak membiarkan aku menolak kehendaknya.” Dia tidak tahan lagi mendengar perkataan Ibrahim. Air matanya bercucuran. “Mulai saat ini aku bertobat kepada Allah.” katanya sambil terisak-isak.

63. Penjual Minyak Wangi dan Seuntai Kalung

Seorang pemuda tiba di Baghdad dalam perjalanannya menunaikan ibadah haji ke tanah suci.
Ia membawa seuntai kalung senilai seribu dinar. Ia sudah berusaha keras untuk menjualnya,
namun tidak seorang pun yang mau membelinya. Akhirnya ia menemui seorang penjual minyak
wangi yang terkenal baik, kemudian menitipkan kalungnya. Selanjutnya ia meneruskan
perjalanannya.
Selesai menunaikan ibadah haji ia mampir di Baghdad untuk mengambil kembali kalungnya.
Sebagai ucapan terima kasih ia membawa hadiah untuk penjual minyak wangi itu.
“Saya ingin mengambil kembali kalung yang saya titipkan, dan ini sekedar hadiah buat Anda,”
katanya.
“Siapa kamu? Dan hadiah apa ini?,” tanya penjual minyak wangi.
“Aku pemilik kalung yang dititipkan pada Anda,” jawabnya mengingatkan.
Tanpa banyak bicara, penjual minyak wangi menendangnya dengan kasar, sehingga ia hampir
jatuh terjerembab dari teras kios, seraya berkata, “Sembarangan saja kamu menuduhku
seperti itu.” Tidak lama kemudian orang-orang berdatangan mengerumuni pemuda yang malang itu. Tanpa tahu persoalan yang sebenarnya, mereka ikut menyalahkannya dan membela penjual minyak wangi. “Baru kali ada yang berani menuduh yang bukan-bukan kepada orang sebaik dia,” kata mereka.
Laki-laki itu bingung. Ia mencoba memberikan penjelasan yang sebenarnya. Tetapi mereka
tidak mau mendengar, bahkan mereka mencaci maki dan memukulinya sampai babak belur dan
jatuh pingsan.
Begitu siuman, ia melihat seorang berada di dekatnya. “Sebaiknya kamu temui saja Sultan Buwaihi yang adil; ceritakan masalahmu apa adanya. Saya yakin ia akan menolongmu,” kata orang yang baik itu.
Dengan langkah tertatih-tatih pemuda malang ini menuju kediaman Sultan Buwaihi. Ia ingin
meminta keadilan. Ia menceritakan dengan jujur semua yang telah terjadi.
“Baiklah, besok pagi-pagi sekali pergilah kamu menemui penjual minyak wangi itu di tokonya.
Ajak ia bicara baik-baik. Jika ia tidak mau, duduk saja di depan tokonya sepanjang hari dan
jangan bicara apa-apa dengannya. Lakukan itu sampai tiga hari. Sesudah itu aku akan
menyusulmu. Sambut kedatanganku biasa-biasa saja. Kamu tidak perlu memberi hormat
padaku kecuali menjawab salam serta pertanyaan-pertanyaanku,” kata Sultan Buwaihi.
Pagi-pagi buta pemuda itu sudah tiba di toko penjual minyak wangi. Ia minta izin ingin bicara,
tetapi ditolak. Maka seperti saran Sultan Buwaihi, ia lalu duduk di depan toko selama tiga
hari, dan tutup mulut.
Pada hari keempat, Sultan datang dengan rombongan pasukan cukup besar.
“Assalamu’alaikum,” kata Sultan.
“Wa’alaikum salam,” jawab pemuda acuh tanpa gerak.
“Kawan, rupanya kamu sudah tiba di Baghdad. Kenapa Anda tidak singgah di tempat kami?
Kami pasti akan memenuhi semua kebutuhan Anda,” kata Sultan.
“Terima kasih,” jawab pemuda itu acuh, dan tetap tidak bergerak.
Saat Sultan terus menanyai pemuda ini, rombongan pasukan yang berjumlah besar itu maju
merangsak. Karena takut dan gemetar melihatnya, si penjual minyak wangi jatuh pingsan.
Begitu siuman, keadaan di sekitarnya sudah lengang. Yang ada hanya sang pemuda, yang masih
tetap duduk tenang di depan toko. Penjual minyak wangi menghampirinya dan berkata:
“Sialan! Kapan kamu titipkan kalung itu kepadanya? Kamu bungkus dengan apa barang
tersebut? Tolong bantu aku mengingatnya.”
Si Pemuda tetap diam saja. Ia seolah tidak mendengar semuanya. Penjual minyak wangi sibuk
mondar-mandir kesana kemari mencarinya. Sewaktu ia mengangkat dan dan membalikkan
sebuah guci, tiba-tiba jatuh seuntai kalung.
“Ini kalungnya. Aku benar-benar lupa. Untung kamu mengingatkan aku,” katanya.
Sumber: Akhbar Adzkiya, Ibn Al-Jauz

64. Iblis Dengan Ahli Neraka

DALAM sebuah hadist diterangkan bahwa apabila penghuni neraka sudah sampai di neraka, maka di situ disediakan sebuah mimbar dari api, dipakaikan pakaian dari api, bermahkota dari api dan diikat iblis itu dengan tali dari api.
Kemudian dikatakan kepada Iblis laknat: “Wahai Iblis, naiklah kamu ke atas mimbar dan berpidatolah kamu kepada penghuni neraka.”
Setelah Iblis menerima arahan maka dia pun naik ke atas mimbar dan berkata: “Wahai para penghuni neraka.” Semua orang yang berada dalam neraka mendengar akan ucapannya dan memandang mereka kepada ketua mereka iaitu Iblis.
Kata Iblis: “Wahai orang-orang yang kafir dan orang-orang munafiq, sesungguhnya Allah SWT telah menjanjikan kepadamu dengan janji yang benar bahwa kamu semua itu mati dan akan dihalau dan akan dihisab dan akan menjadi dua kelompok. Satu kelompok ke syurga dan satu kelompok ke neraka Sa’ir.”
Berkata Iblis lagi: “Kamu semua menyangka bahawa kamu semua tidak akan meninggalkan dunia bahkan kamu semua menyangka akan tetap berada di dunia. Tidaklah ada bagiku kekuasaan di atasmu melainkan aku hanya mengganggu kamu semua. Akhirnya kamu semua mengikuti aku, maka dosanya adalah untuk kamu. Oleh itu janganlah kamu mengumpat aku, mencaci aku, sebaliknya umpatlah dari kamu sendiri, karena sesungguhnya kamu sendirilah yang lebih berhak mengumpat daripada aku yang mengumpat.”
Berkata Iblis lagi: “Mengapakah kamu tidak mau menyembah Allah SWT sedangkan dia Allah yang menciptakan segala sesuatu?”
Akhirnya Iblis berkata: “Hari ini aku tidak dapat menyelamatkan kamu semua dari siksa Allah, dan kamu juga tidak akan dapat menyelamatkan aku. Sesungguhnya pada hari aku telah terlepas dari apa yang telah aku katakan kepada kamu, sesungguhnya aku diusir dan ditolak dari keharibaan Tuhan seru sekalian Alam.”
Setelah mereka (ahli neraka) mendengar kata-kata Iblis itu maka mereka melaknati Iblis itu. Setelah itu Iblis dipukul oleh Malaikat Zabaniah dengan tombak dari api dan jatuhlah dia ke tempat yang paling bawah, dia kekal selama-lamanya bersama-sama dengan orang-orang yang menjadi pengikutnya dalam neraka.
Malaikat Zabaniah berkata: “Tidak ada kematian bagi kamu semua dan tidak ada pula bagimu kesenangan, kamu kekal di dalam buat selama-lamanya.”
Janganlah kita menjadi orang yang bodoh apabila kita tahu bahwa Iblis itu hanya menipu kita, Iblis itu adalah musuh ketat kita. Oleh itu janganlah sekali-kali kita ikut menjadi ahli keluarganya, selagi kita bernafas cepatlah kita kembali ke pangkal jalan kalau nafas sudah berhenti maka segala-galanya tidak berguna lagi.
Mereka yang takut kepada Allah SWT adalah orang yang akan mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat, oleh itu sembahlah hanya kepada Allah. Orang yang takut kepada   Allah SWT adalah mereka ini disebut orang yang amanah, orang yang bersopan santun, orang yang menganggap semua orang Islam itu sebagai saudaranya.
Mereka yang menlanggar kekuasaan Allah SWT dengan berketuakan Iblis dan Syaitan adalah mereka ini dikenali sebagai kaki bohong, kaki pencuri, kaki judi, kaki arak, kaki ganja dan sebagainya. Bagi mereka ini setiap yang sama dengan mereka adalah ahli atau kakitangan Iblis. Kerja mereka adalah menjatuhkan kehormatan mereka sendiri dan menghancurkan Islam.

Dipetik Dari Buku: 2002 Misteri Seri 2 “Himpunan Kisah-kisah Jin, Iblis & Syaitan”.
Pengarang: Muhammad Isa Selamat.

65. Allah sebagai Saksi dan Penjamin

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw., beliau bercerita, “Sesungguhnya ada seorang Bani Israel yang memohon kepada Bani Israel lainnya untuk meminjaminya uang seribu dinar. Orang yang meminjamkan berkata, ‘Datangkanlah saksi-saksi. Aku ingin mempersaksikan peminjaman ini kepada mereka.’ Peminjam berkata, ‘Cukuplah Allah sebagai saksinya.’ Orang yang meminjamkan berkata, ‘Datangkanlah seorang penjamin.’ Peminjam berkata, ‘Cukuplah Allah sebagai penjamin.’ Orang yang meminjamkan berkata, ‘Kamu benar.’ Kemudian dia memberikan uang itu hingga tempo tertentu.

Peminjam uang pergi ke laut untuk memenuhi hajatnya. Kemudian dia merasa sangat membutuhkan perahu untuk mengantarkan uang pinjamannya yang sudah jatuh tempo pembayarannya. Namun, dia tidak menemukannya. Kemudian dia mengambil kayu dan melubanginya. Lalu dia memasukkan ke dalamnya uang seribu dinar berikut secarik tulisan yang ditujukan kepada pemilik uang. Kemudian melapisinya agar tidak terkena air. Lalu dia membawa kayu ke laut. Dia berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa saya telah meminjam uang seribu dinar kepada si Fulan. Dia meminta penjamin dariku, kemudian kukatakan bahwa cukuplah Allah sebagai penjamin, dan dia pun rela. Dia memintaku mendatangkan saksi, lalu kukatakan bahwa cukuplah Allah sebagai saksi, dan dia pun rela. Sesungguhnya aku telah berusaha untuk mendapatkan perahu yang akan kugunakan untuk mengantarkan uangku kepadanya, namun aku tidak mendapatkannya. Kini, kutitipkan uang itu kepada-Mu.’ Kemudian dia melemparkan kayu itu hingga tenggelam. Dia pun pergi. Walau demikian, dia tetap berusaha mencari perahu yang menuju ke negeri orang yang meminjamkan.
Kini, orang yang meminjamkan uang pergi untuk menanti. Barangkali ada perahu datang membawa piutangnya. Tiba-tiba dia menemukan kayu yang berisi uang itu. Dia membawanya pulang sebagai kayu bakar untuk istrinya. Tatkala dia membelahnya, dia menemukan uang dan secarik pesan. Di lain pihak, si peminjam pun datang juga membawa seribu dinar. Dia berkata, ‘Demi Allah, sebelum aku datang sekarang, aku senantiasa berusaha untuk mendapatkan perahu guna mengantarkan pinjaman kepadamu.’ Orang yang meminjamkan berkata, ‘Apakah kamu mengirimkan sesuatu kepadaku?’ Peminjam berkata, ‘Bukankah telah kuceritakan kepadamu bahwa aku tidak menemukan perahu, sebelum saya mendapatkannya sekarang ini?’ Orang yang meminjamkan berkata, ‘Sesungguhnya Allah telah mengantarkan pinjamanmu yang kau taruh dalam kayu. Maka gunakanlah uangmu yang seribu dinar itu dengan baik.’”
Sanad riwayat ini sahih. Al-Bukhari meriwayatkan pula kisah ini dalam
bentuk yang ketat.

66. Tobatnya Sang Penabur Fitnah

aat bin Abi Waqash pernah diangkat sebagai Amir di kota Kufah. Dia telah menjalankan pemerintahan dengan bijak, adil dan baik. Walaupun demikian ada di kalangan manusia yang tidak suka kepadanya telah menabur fitnah dan mengadu kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra.
Untuk mengetahui dari perkara yang sebenarnya, Khalifah telah mengirim seorang mata-mata ke Kufah. Orang ini pergi dari satu masjid ke masjid lainnya untuk menanyakan hal Saad kepada rakyat Kufah. Semua orang yang ditanya, tidak ada yang mengatakan sesuatu tentang Saad kecuali baik.
Pada akhirnya utusan Khalifah sampai ke sebuah masjid yang di situ terdapat seorang lelaki yang dikenali sebagai Abu Saadah. Lelaki ini mengatakan bahawa Saad bin Abi Waqash tidak membagi secara adil, tidak ikut ke medan pertempuran dan tidak adil dalam memutuskan sesuatu perkara.
Apabila Saad mendengar tentang fitnah yang ditaburkan oleh lelaki itu, dia berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah, jika sekiranya orang itu berkata dengan bohong, maka panjangkanlah usianya, panjangkan kefakirannya dan timpakan beberapa fitnah kepadanya.”
Ibnu Umair yang menceritakan kisah ini berkata: “Aku melihat lelaki itu dalam keadaan yang sangat tua sehingga bulu alisnya sampai menutup matanya karena ketuaan. Hidupnya dalam keadaan fakir.”
Bila dikatakan kepadanya: “Bagaimanakah keadaanmu?”
Dia menjawab: “Aku telah menjadi orang yang terlalu tua dan menderita. Aku telah terkena doa Saad, oleh karena itu, aku bertobat kepada Allah, untuk tidak mengulangi lagi perbuatanku yang suka memfitnah itu.”
Dipetik Dari Buku: 2002 Keinsafan – Kisah-kisah Insan Bertobat
Pengarang: Kasmuri Selamat MA

67. Tobatnya Gubernur yang Zalim

Diceritakan bahawa di masa hidup Sayyidah Nafisah ada seorang gubernur zalim yang suka menyiksa rakyatnya tanpa alasan yang jelas. Suatu hari dia telah memerintahkan kepada beberapa orang pegawainya agar menangkap seorang yang dikehendaki untuk disiksanya.
Mendengar dirinya akan ditangkap, orang yang dikehendaki itu lari ke rumah Sayyidah Nafisah minta perlindungan dan ja-minan. Bagaimanapun petugas gubernurr dapat mengestahuinya. Orang yang dcari sangat ketakutan apabila petugas gubernur datang untuk menangkapnya.
“Insya Allah setelah engkau menghadapnya, engkau akan dibebaskan. Pergilah jangan takut, semoga Allah akan melindungi kamu dari penglihatan orang-orang yang zalim,” kata Sayyidah Nafisah kepada orang yang akan dizalimi.
Maka pergilah lelaki itu bersama orang-orang gubernur yang zalim sehingga sampai di istana. Para petugas yang mengawalnya membawa lelaki itu ke hadapan gubernur yang sedang duduk di balai pertemuan.
“Mana orang yang saya suruh tangkap itu?” tanya gubernur kepada para petugas.
“Yang berdiri di hadapan tuan,” jawab mereka.
“Yang Mana? Aku tidak melihat siapapun,” kata gubernur kebingungan.
“Ini dia tuan,” kata mereka lagi.
“Sungguh aku tidak melihatnya,” kata si gubernur. “Pelik betul, apa yang terjadi dengan dia?”
Sebelum dibawa ke sini, dia telah pergi ke rumah Sayyidah Nafisah dan memohon doa. Lalu beliau berdoa: “Semoga Allah melindungi kamu dari penglihatan orang-orang yang zalim.” Kata para petugas memberikan keterangan.
“Masya Allah kalau begitu aku memang zalim. Apakan jadi kalau semua orang yang teraniaya dilindungi oleh Allah dari penglihatanku?” kata gubernur. “Ya Allah, ya Tuhanku! Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu.”
Gaubernur kelihatan sangat menyesal dan takut, lalu dibukanya tutup kepalanya. Karena dia telah betul-betul bertobat, tiba-tiba dia melihat lelaki yang dikehendakinya berdiri tegap di hadapannya. Dia meminta maaf dan mengecup kepala lelaki itu. Lalu dikeluarkannya beberapa helai baju yang bagus dan sejumlah uang dan diberikannya kepada lelaki itu sebagai rasa syukurnya. Selepas itu gubernur yang telah bertobat itu mengeluarkan sejumlah hartanya lagi dan disedekahkannya kepada fakir miskin. Dia juga mengantar utusan kepada Sayyidah Nafisah dengan membawa uang seratus ribu dirham untuk diberikan kepada beliau.
Uang itu diterima oleh Sayyidah Nafisah lalu dibukanya ketika itu dan dibagi-bagikan kepada orang lain yang memerlukannya sehingga habis.
“Wahai Sayyidah Nafisah! Seandainya engkau tinggalkan sedikit uang untuk membeli buka puasa kita, kan baik,” kata perempuan-perempuan sufi yang ada di sekitarnya.
“Ambillah benang yang telah kupintal dengan tanganku sendiri dan jual. Hasilnya belikan makanan untuk buka kita.” Kata Sayyidah.
Pergilah perempuan itu menjual benang hasil pintalan tangan Sayyidah Nafisah yang mulia itu, dan hasilnya dibelikan makanan untuk berbuka puasa mereka. Dengan demikian, Sayyidah Nafisah tidak mengambil sedikitpun uang yang diberikan oleh gubernur.

Dipetik Dari Buku: 2002 Keinsafan – Kisah-kisah Insan Bertobat
Pengarang: Kasmuri Selamat MA

68. Seorang Pemuda & Ayahnya yang Berubah Menjadi Keledai

Dalam terik panas mentari yang memancar menyinari tanah Baitul Haram, seorang ulama zuhud yang bernama Muhammad Abdullah al-Mubarak keluar dari rumahnya untuk menunaikan ibadah haji. Di sana dia leka melihat seorang pemuda yang asyik membaca selawat dalam keadaan ihram. Malah di Padang Arafah dan di Mina pemuda tersebut hanya membasahkan lidahnya dengan selawat ke atas Nabi. “Hai saudara,” tegur Abdullah kepada pemuda tersebut. “Setiap tempat ada bacaannya tersendiri. Kenapa saudara tidak membanyakkan doa dan solat sedangkan itu yang lebih dituntut? Saya lihat saudara asyik membaca selawat saja.”
“Saya ada alasan tersendiri,” jawab pemuda itu. “Saya meninggalkan Khurasan, tanahair saya untuk menunaikan haji bersama ayah saya. Apabila kami sampai di Kufah, tiba-tiba ayah saya sakit berat. Dia telah menghembuskan nafas terakhir di hadapan saya sendiri. Dengan kain sarung yang ada, saya tutup mukanya. Malangnya, apabila saya membuka  kain tersebut, rupa ayah saya telah bertukar menjadi keledai. Saya malu. Bagaimana saya mau memberitahu orang tentang kematian ayah saya sedangkan wajahnya begitu jelek sekali?
“Saya terduduk di sisi mayat ayah saya dalam keadaan kebingungan. Akhirnya saya tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu saya melihat seorang pemuda yang tampan dan baik akhlaknya. Pemuda itu memakai tutup muka. Dia lantas membuka penutup mukanya apabila melihat saya dan berkata, “Mengapa kamu susah hati dengan apa yang telah berlaku?” “Maka saya menjawab, “Bagaimana saya tidak susah hati sedangkan dialah orang yang paling saya sayangi?”
“Pemuda itu pun mendekati ayah saya dan mengusap wajahnya sehingga ayah saya berubah wajahnya menjadi seperti sediakala. Saya segera mendekati ayah dan melihat ada cahaya dari wajahnya seperti bulan yang baru terbit pada malam bulan purnama. “Engkau siapa?” tanya saya kepada pemuda yang baik hati itu. “Saya yang terpilih (Muhammad).”
“Saya lantas memegang jarinya dan berkata, “Wahai tuan, beritahulah saya, mengapa peristiwa ini bisa terjadi?” Rahasia selawat 100 kali “Sebenarnya ayahmu seorang pemakan harta riba. Allah telah menetapkan agar orang yang memakan harta riba akan ditukar wajahnya menjadi keledai di dunia dan di akhirat. Allah telah menjatuhkan hukuman itu di dunia dan tidak di akhirat. “
Semasa hayatnya juga ayahmu seorang yang istiqamah mengamalkan sholawat sebanyak seratus kali sebelum tidur. Maka ketika semua amalan umatku ditontonkan, malaikat telah memberi tahu keadaan ayahmu kepadaku. Aku telah memohon kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memberi syafaat kepada ayahmu. Dan inilah aku datang untuk memulihkan semula keadaan ayahmu.”

69. Tukang Batu dan Doa Seorang Abid

Diriwayatkan bahawa Nabi Isa a.s pernah berjalan di sebuah desa. Di desa itu hidup seorang tukang batu. Berkatalah penghuni desa itu kepada Nabi Isa a.s: “Tukang batu itu selalu menahan air, meludahinya dan mengotorinya. Maka berdoalah kepada Allah agar dia tidak membuatnya dapat pulang dari tempat mana saja dia berada.” Lalu Nabi Isa a.s berdoa: “Ya Allah, kirimkan seekor ular kepadanya dan janganlah engkau kembalikan dia.”
Tukang batu pergi untuk mengambil batu-batu dekat sumber mata air dan dia membawa tiga potong roti. Setelah dia berada di mata air itu, ada seorang ahli ibadah (abid) datang menghampirinya. Abid itu selalu beribadah di atas gunung di dekat mata air. Abid itu mengucapkan salam seraya berkata: “Apakah ada sedikit makanan yang dapat engkau berikan padaku atau engkau memperlihatkan kepadaku sehingga aku dapat melihatnya atau mencium baunya. Kerana aku sudah tidak makan apapun sejak sekian hari.”
Diberikannya sepotong roti, maka berkatalah Abid itu: “Hai tukang batu, mudah-mudahan Allah mengampuni dosamu dan membersihkan hatimu.”
Maka diberikannya roti yang kedua dan berkatalah Abid: “Hai tukang batu, mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosamu baik yang telah lalu atau yang datang kemudian.”
Diberikannya lagi roti yang ketiga kalinya dan berkatalah Abid: “Hai tukang batu, semoga Allah membangun sebuah rumah untukmu di syurga.”
Tukang batu itu pulang ke desanya, dan para penghuni desa itu berkata kepada Nabi Isa a.s: “Tukang batu itu ternyata kembali lagi.”
Berkatalah Nabi Isa a.s: “Panggillah dia ke sini.”
Mereka memanggil tukang batu itu dan membawanya ke hadapan Nabi Isa a.s. Nabi Isa a.s berkata: “Hai tukang batu, ceritakanlah padaku apa yang engkau kerjakan hari ini dari amal-amal kebaikan.”
Maka tukang batu itu menceritakan tentang air, roti yang diberikannya dan doa-doa Abid untuk dirinya. Nabi Isa a.s berkata: “Bawa kemari begmu itu.” Diberikannya beg itu kepada Nabi Isa dan Nabi Isa pun membukanya. Tiba-tiba dalam beg itu terdapat seekor ular hitam yang dibelenggu dengan rantai besi. Berkatalah Nabi Isa a.s: “Hai ular hitam.”
Tiba-tiba ular itu menjawab: “Ya, wahai Nabi Allah.”
Nabi Isa a.s berkata lagi: “Bukankah engkau telah dikirim kepada orang ini?”
Ular itu berkata: “Benar, tetapi datang seorang ahli ibadah dari gunung itu, dia minta makan dan orang ini memberinya makan. Maka didoakanlah orang ini hingga tiga kali dan di sampingnya berdiri malaikat yang mengaminkan doa itu. Maka Allah mengutus malaikat dan membelengguku dengan rantai dari besi.”
Berkatalah Nabi Isa a.s pada: “Hai tukang batu, mulalah beramal kerana Allah telah mengampunimu dan menunjuki jalan kebaikan kepadamu.”

70. Seekor Elang, Nabi Sulaiman dan Pemilik Pohon


Ada seekor elang datang menghadap kepada Nabi Sulaiman a.s bin Daud a.s. Berkatalah elang itu, “Wahai Nabi Allah, ada seorang lelaki yang memiliki sebatang pohon dan aku mengerami telurku di atas pohon itu. Tetapi dia mengangkat anak-anakku, lalu dibawanya pulang.”
Nabi Sulaiman a.s memanggil lelaki pemilik pohon dan melarang perbuatan itu. Berkatalah Nabi Sulaiman a.s kepada dua setan: “Aku memerintahkan engkau berdua, jika datang tahun depan dan lelaki itu mengambil anak dari burung ini, maka tangkaplah dia dan belahlah dia menjadi dua bahagian. Lalu lemparkan sebagian di sebelahtimur dan sebagian lagi di sebelah barat.” 
Ketika datang tahun itu, pemilik pohon lupa pesan Nabi Sulaiman a.s dan dia hendak memanjat pohon. Tetapi sebelum memanjat, dia sempat bersedekah dengan sesuap makanan. Lalu diangkatnya anak burung itu dan di bawanya pulang. Burung elang datang menghadap kepada Nabi Sulaiman a.s dan melaporkan perbuatan pemilik pohon. Nabi Sulaiman a.s memanggil dua setan dan bermaksud menghukum kedua-duanya. Nabi Sulaiman a.s berkata: “Mengapa kamu berdua tidak melaksanakan tugas yang aku perintahkan?”
Mereka menjawab: “Wahai Khalifah Allah, sesungguhnya pemilik pohon ketika hendak memanjat pohon itu kami bermaksud menangkapnya. Tetapi karena dia telah bersedekah kepada seorang lelaki muslim dengan sepotong roti, maka Allah mengutus dua malaikat dari langit, sehingga mereka menangkap kami berdua dan melemparkan kami. Seorang dari kami dilemparkan ke sebelah timur dan yang lain dilempar ke sebelah barat dan dihalangilah usaha kami untuk mencelakakannya disebabkan sedekahnya.”

 71. Duduk Bertumpang Kaki

Seorang sufi ternama, Ibrahim bin Adham, dikenal orang tak pernah duduk dengan menumpangkan kakinya. Seorang muridnya kehairanan dan bertanya, “Wahai Guru, mengapa kau tak pernah duduk dengan bertumpang kaki?”
“Aku pernah melakukan itu satu kali,” jawab Ibrahim, “Tapi kemudian aku dengar sebuah suara dari langit: Hai Anak Adham, apakah seorang hamba duduk seperti itu di hadapan tuannya?” Aku segera duduk tegak dan memohon ampun.”

72. Kehebatan Lelaki Sejati

Tuanku, engkau boleh berjalan di atas air!” murid-muridnya berkata dengan penuh kekaguman kepada Bayazid Al-Busthami.
“Itu bukan apa-apa. Sepotong kayu juga boleh,” Bayazid menjawab.
“Tapi engkau juga terbang di angkasa.”
“Demikian juga burung-burung itu,” tunjuk Bayazid ke langit.
“Engkau juga mampu bepergian ke Ka’bah dalam semalam.”
“Setiap pengelana yang kuat pun akan mampu pergi dari India ke Demavand dalam waktu satu malam,” jawab Bayazid.
“Kalau begitu, apa kehebatan seorang lelaki sejati?” murid-muridnya ingin tahu.
“Lelaki sejati,” jawab Bayazid, “adalah mereka yang mampu melekatkan hatinya tidak kepada sesuatu pun selain Tuhan.”

73. Sibuk Mengurus Hati

Suatu ketika, seorang Arab datang ingin berguru kepada Abu Said Abul Khair, seorang tokoh sufi yang terkenal karena karamahnya dan gemar mengajar tasawuf di pengajian-pengajian. Rumah guru sufi itu terletak di tengah-tengah padang pasir. Ketika orang itu tiba, Abul Khair sedang memimpin majlis simaan (acara mendengarkan orang membaca doa, -red.) di tengah para pengikutnya. Waktu itu Abul Khair membaca Al-Fatihah. Ia tiba pada ayat: ghairil maghdubi alaihim, wa laz zalim. Orang Arab itu berfikir, ‘?Bagaimana mungkin aku boleh berguru kepadanya. Baca Al-Quran saja, ia tidak boleh. Orang itu mengurungkan niatnya untuk belajar kepada Abul Khair.
Begitu orang itu keluar, ia dihadang oleh seekor singa padang pasir yang buas. Ia mundur tetapi di belakangnya ada seekor singa lain yang menghalanginya. Lelaki Arab itu menjerit keras karena ketakutan. Mendengar teriakannya, Abul Khair turun keluar meninggalkan majlisnya. Ia menatap kedua ekor singa itu dan menegur mereka, Bukankah sudah kubilang jangan ganggu para tamuku!? Kedua singa itu lalu bersimpuh di hadapan Abul Khair.
Sang sufi lalu mengelus telinga keduanya dan menyuruhnya pergi. Lelaki Arab itu kehairanan, Bagaimana Anda dapat menaklukkan singa-singa yang begitu liar? Abul Khair menjawab, Aku sibuk memperhatikan urusan hatiku. Untuk kesibukanku memperhatikan hati ini, Tuhan menaklukkan seluruh alam semesta kepadaku. Sedangkan kamu sibuk memperhatikan hal-hal lahiriah, karena itu kamu takut kepada seluruh alam semesta.

74. Mengundang Tuhan Makan Malam


Pada suatu hari, beberapa orang dari Bani Israil datang menemui Musa as dan berkata, Wahai Musa, bukankah kau boleh bicara dengan Tuhan? Tolong sampaikan pada-Nya, kami ingin mengundang-Nya makan malam. Musa marah luar biasa. Ia berkata bahwa Tuhan tidak perlu makan atau minum.
Ketika Musa datang ke Gunung Sinai untuk berbicara dengan Tuhan, Tuhan bersabda,
Mengapa kau tidak menyampaikan kepada-Ku undangan makan malam dari hamba-Ku? Musa menjawab, Tapi Tuhanku, Engkau tidak makan. Engkau pasti tidak akan menerima undangan tolol seperti itu. Tuhan berkata, Simpan pengetahuanmu antara kau dan Aku. Katakan pada mereka, Aku akan datang memenuhi undangan itu.
Turunlah Musa dari Gunung Sinai dan mengumumkan bahwa Tuhan akan datang untuk makan malam bersama Bani Israil. Tentu saja semua orang, termasuk Musa, menyiapkan jamuan yang amat mewah. Ketika mereka sedang sibuk memasak hidangan-hidangan terlezat dan mempersiapkan segalanya, seorang kakek tua muncul tanpa diduga.
Orang itu miskin dan kelaparan. Ia meminta sesuatu untuk dimakan. Para koki yang sibuk memasak menolaknya, Tidak, tidak. Kami sedang menunggu Tuhan. Nanti ketika Tuhan datang, kita makan bersama-sama. Mengapa kamu tidak ikut membantu. Lebih baik kamu ikut mengambilkan air dari sumur!
Mereka tidak memberi apa-apa untuk kakek malang itu. Waktu berlalu tetapi Tuhan ternyata tidak datang. Musa menjadi amat malu dan tidak tahu harus berkata apa kepada para pengikutnya.
Keesokan harinya, Musa pergi ke Gunung Sinai dan berkata, Tuhan, apa yang Kau lakukan kepadaku?
Aku berusaha meyakinkan setiap orang bahwa Kau ada. Kau katakan Kau akan datang ke jamuan kami, tapi Kau ternyata tak muncul. Sekarang tidak ada yang akan mempercayaiku lagi!
Tuhan menjawab, Aku datang. Jika saja kau memberi makan kepada hamba-Ku yang miskin, kau telah memberi makan kepada-Ku. Tuhan bersabda, Aku, Yang tidak akan boleh dimasukkan ke seluruh semesta, boleh dimasukkan ke dalam hati hamba-Ku yang beriman.
Ketika kita berkhidmat kepada hamba Tuhan, kita telah berkhidmat kepada-Nya. Ketika kita mengabdi kepada makhluk, sesungguhnya kita juga mengabdi kepada Sang Khalik.

75. Bergantung PadaNya

Suatu saat, seorang sufi bernama Khafif pergi menunaikan haji dengan hanya membawa sebuah ember dan seutas tali untuk menimba air minumnya. Di tengah perjalanan, ia melihat beberapa ekor kijang sedang berdiri di tepian sumur, sedang meminum air dari sumur itu. Ketika Khafif mendekati sumur, kijang-kijang itu pun berlari menjauh dan permukaan air sumur mendadak turun.
Sekuat apa pun Khafif berusaha, ia tak juga dapat menimba air sumur itu. ia berdoa kepada Tuhan untuk menaikkan kembali permukaan air sumur itu seperti yang telah Tuhan lakukan untuk para kijang.
Lalu Suara Yang Agung menjawab, Kami tak dapat mengabulkan doamu; karena kau lebih bergantung kepada ember dan talimu daripada kepada kami. Ketika itu juga, Khafif membwang ember dan tali yang dibawanya dan permukaan air sumur pun langsung naik kembali. Segera Khafif menghapus rasa dahaganya.
Sepulang dari haji, Khafif menceritakan pengalamannya kepada Junaid Al-Baghdadi. Junaid berkata, Tuhan telah menguji kebergantunganmu kepadaNya. Jika saja kau menunggu sedikit lagi, air sumur itu akan meluap ke luar.

76. Kisah Darwis dan Saudagar

Kisah-Kisah Sufi :: Kisah Darwis dan Saudagar Pada suatu hari, seorang darwis sedang berdoa dengan khusyu. Seorang saudagar kaya mengamatinya dan tersentuh karena kekhusyuan dan ketulusan darwis itu. Kepada darwis itu, ia menawarkan sekantung penuh uang, “Aku tahu kau akan menggunakan uang ini di jalan Tuhan. Ambillah uang ini.” “Sebentar,” jawab sang darwis, “aku tak yakin apakah aku berhak untuk mengambil uangmu. Apakah kau orang kaya? Apakah kau punya uang lebih di rumahmu?” “Oh, iya. Setidaknya aku punya seribu keping emas di rumahku,” saudagar itu mengakui dengan bangga. “Apa kau ingin punya seribu keping emas lagi?” darwis itu bertanya. “Tentu saja. Setiap hari aku bekerja keras untuk mendapatkan lebih banyak lagi uang.” “Dan setelah itu, apa kau ingin punya lebih banyak lagi ribuan keping emas?” “Pasti. Setiap hari, aku berdoa agar aku dapat menghasilkan lebih banyak wang untukku.” Darwis itu lalu menyerahkan sekantung keping emas kembali kepada saudagar. “Maaf, aku tak dapat mengambil emasmu,” jawab darwis itu, “seorang yang kaya tak berhak untuk mengambil uang dari seorang pengemis.” “Bagaimana kau ini? Enak saja kau sebut dirimu orang kaya dan kau panggil aku pengemis!” saudagar itu marah-marah. Sang darwis menjawab, “Aku adalah orang kaya karena aku puas dengan apa saja yang Tuhan berikan kepadaku. Sementara kau adalah pengemis, karena tidak peduli berapa banyak yang kau miliki, kau selalu tidak puas, dan selalu meminta lebih kepada Tuhan.”

77. Kasih Tuhan Tak Berbatas II

Pada satu saat, Malik bin Dinar pergi berhaji ke Mekkah. Di dalam perjalanan, ia melewati padang ilalang dan hutan belantara. Pada satu tempat, ia tertegun melihat seekor gagak yang terbang membawa sebongkah roti di paruhnya.
Malik menyaksikan burung gagak itu dengan rasa curiga. Ia merasa bahwa ada sesuatu di balik terbangnya burung gagak dengan sepotong roti. Karena itu, Malik mengikuti jejak burung itu. Sampailah ia di sebuah gua. Ia mendekat dan masuk mulut gua. Ia memandang sekilas isi gua itu. Ia terkejut, ternyata di dalam gua itu terdapat sesosok tubuh dengan tangan dan kaki yang terikat. Si gagak yang ia ikuti tengah memasukkan roti itu ke mulut orang yang terikat, sedikit demi sedikit. Setelah roti itu habis, gagak terbang kembali ke angkasa.
Malik tertegun melihat semua ini dan bertanya kepada laki-laki yang terikat itu, Hai siapakah engkau? Orang itu menjawab, Semula aku akan pergi haji. Di tengah perjalanan, hartaku dirampas para penyamun. Mereka mengikatku dan melemparkanku ke tempat ini. Sudah lima hari aku tidak menemukan makanan tetapi aku masih bersabar dan berdoa. Aku yakin bahwa Dia (Allah) akan mengabulkan doa hamba-Nya yang ditimpa kemalangan. Setelah itu, datang seekor gagak diutus Tuhan. Setiap hari burung itu memberikan makanan dan minuman untukku.
Setelah mendengar cerita orang itu, Malik bin Dinar melepaskan ikatannya. Orang itu segera bersujud mensyukuri perlindungan dan penjagaan Tuhan yang tak terputus untuknya.
Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan menuju Baitullah.

78. Kasih Tuhan Tak Berbatas I

Suatu hari, Dzunnun Al-Mishri hendak mencuci pakaian di tepi sungai Nil. Tiba-tiba ia melihat seekor kalajengking yang sangat besar. Binatang itu mendekati dirinya dan segera akan menyengatnya.
Dihinggapi rasa cemas, Dzunnun memohon perlindungan kepada Allah swt agar terhindar dari cengkeraman hewan itu. Ketika itu pula, kalajengking itu membelok dan berjalan cepat menyusuri tepian sungai.
Dzunnun pun mengikuti di belakangnya. Tidak lama setelah itu, si kalajengking terus berjalan mendatangi pohon yang rindang dan berdaun banyak. Di bawahnya, berbaring seorang pemuda yang sedang dalam keadaan mabuk. Si kalajengking datang mendekati pemuda itu. Dzunnun merasa khawatir kalau-kalau kalajengking itu akan membunuh pemuda mabuk itu.
Dzunnun semakin terkejut ketika melihat di dekat pemuda itu terdapat seekor ular besar yang hendak menyerang pemuda itu pula. Akan tetapi yang terjadi kemudian adalah di luar dugaan Dzunnun. Tiba-tiba kalajengking itu berkelahi melawan ular dan menyengat kepalanya. Ular itu pun tergeletak tak berkutik.
Sesudah itu, kalajengking kembali ke sungai meninggalkan pemuda mabuk di bawah pohon. Dzunnun duduk di sisi pemuda itu dan melantunkan syair, Wahai orang yang sedang terlelap, ketahuilah, Yang Maha Agung selalu menjaga dari setiap kekejian yang menimbulkan kesesatan. Mengapa si pemilik mata boleh sampai tertidur? Padahal mata itu dapat mendatangkan berbagai kenikmatan
Pemuda mabuk itu mendengar syair Dzunnun dan bangun dengan terperanjat kaget. Segera Dzunnun menceritakan kepadanya segala yang telah terjadi.
Setelah mendengar penjelasan Dzunnun, pemuda itu sadar. Betapa kasih sayang Allah sangat besar kepada hambanya. Bahkan kepada seorang pemabuk seperti dirinya, Allah masih memberikan perlindungan dan penjagaan-Nya.

79. Kisah Raja dan Budak Hitam


Kisah-Kisah Sufi :: Kisah Raja dan Budak Hitam Raja Harun Al-Rasyid, seorang dari keturunan Bani Abbasiyah, memiliki seorang budak perempuan yang berparas buruk, berkulit hitam, dan tidak enak dipandang mata.
Pada suatu hari, Raja menaburkan uang untuk semua budaknya. Para budak saling berebut dan berlomba untuk mendapatkan uang tersebut kecuali seorang budak perempuan hitam yang buruk rupa itu. Ia tetap diam dan hanya memandang wajah Baginda.
Raja merasa amat heran dan bertanya, Mengapa kau diam saja? Ikutlah bersama teman-temanmu memperebutkan uang.
Budak itu menjawab, Wahai Baginda khalifah, jika semua budak berlomba untuk mendapatkan uang taburan Baginda, maka yang hamba impikan berbeda dengan mereka. Yang hamba angankan bukan uang taburan itu tapi yang hamba inginkan adalah sang pemilik uang taburan itu.
Mendengar jawaban budak itu, Raja Harun tercengang dan merasa takjub. Karena rasa kagumnya, ia jadikan budak itu sebagai permaisurinya.
Berita perkawinan seorang raja dengan budaknya tersebar kepada para pejabat lainnya. Mereka semua mencemooh Raja Harun dan mencela Raja yang mempersunting seorang budak hitam. Raja mendengar semua cemoohan ini, ia lalu mengumpulkan semua pejabat itu dan menegur mereka.
Kemudian Raja memerintahkan untuk mengumpulkan semua budak di negerinya. Ketika semua budak telah berkumpul di hadapan Raja, Raja memberikan kepada masing-masing budak segelas berlian untuk dihancurkan.
Namun, semua budak menolak pemberian itu. Kecuali si budak hitam yang buruk rupa itu. Tanpa ragu, gelas itu diterima dan ia pecahkan. Menyaksikan hal ini, para pejabat itu berkata, Lihatlah budak hitam yang berperilaku sangat menjijikan ini!
Raja lalu menoleh ke arah budak hitamnya dan bertanya, Mengapa kau hancurkan gelas itu? Budak hitam menjawab, Aku lakukan hal ini karena perintahmu.
Menurut pendapat hamba, jika gelas ini aku pecahkan, berarti aku telah mengurangi perbendaharaan Khalifah.
Tapi jika hamba tidak lakukan perintah Tuan, berarti aku telah melanggar titah Khalifah. Bila gelas ini hamba hancurkan, hamba pastilah seorang yang gila. Namun bila gelas ini tidak hamba pecahkan, berarti hamba telah melanggar perintah Khalifah.
Bagiku, pilihan yang pertama lebih mulia daripada yang kedua. Mendengar jawaban yang singkat itu, semua pejabat yang hadir di tempat itu tercengang dan mengakui kecerdasan budak hitam itu. Akhirnya mereka menaruh hormat kepadanya dan memahami mengapa sang Khalifah jatuh hati kepadanya.

80. Bayazid Al-Busthami Pergi Berhaji

Seorang tokoh sufi besar, Bayazid Al-Busthami suatu saat pergi naik haji ke Mekkah. Pada haji kali pertama, ia menangis. “Aku belum berhaji,” isaknya, “karena yang aku lihat cuma batu-batuan Ka’bah saja.”
Ia pun pergi haji pada kesempatan berikutnya. Sepulang dari Mekkah, Bayazid kembali menangis, “Aku masih belum berhaji,” ucapnya masih di sela tangisan, “yang aku lihat hanya rumah Allah dan pemiliknya.”
Pada haji yang ketiga, Bayazid merasa ia telah menyempurnakan hajinya. “Karena kali ini,” ucap Bayazid, “aku tak melihat apa-apa kecuali Allah subhanahu wa ta’ala….”

81. Tiga Nasihat

  fabel sufi Pada suatu hari, ada seseorang menangkap burung. Burung itu berkata kepadanya, Aku tak berguna bagimu sebagai tawanan. Lepaskan saja aku. Nanti aku beri kau tiga nasihat.Si burung berjanji akan memberikan nasihat pertama ketika berada dalam genggaman orang itu. Yang kedua akan diberikannya kalau ia sudah berada di cabang pohon dan yang ketiga ketika ia sudah mencapai puncak bukit.
Orang itu setuju, lalu ia meminta nasihat pertama. Kata burung itu, Kalau kau kehilangan sesuatu, meskipun engkau menghargainya seperti hidupmu sendiri, jangan menyesal.
Orang itu pun melepaskannya dan burung itu segera melompat ke dahan. Disampaikannya nasihat yang kedua, Jangan percaya kepada segala yang bertentangan dengan akal, apabila tak ada bukti.
Kemudian burung itu terbang ke puncak gunung. Dari sana ia berkata, Wahai manusia malang! Dalam diriku terdapat dua permata besar, kalau saja tadi kau membunuhku, kau akan memperolehnya. Orang itu sangat menyesal memikirkan kehilangannya, namun katanya, setidaknya, katakan padaku nasihat yang ketiga itu!
Si burung menjawab, Alangkah tololnya kau meminta nasihat ketiga sedangkan yang kedua pun belum kau renungkan sama sekali. Sudah kukatakan padaku agar jangan kecewa kalau kehilangan dan jangan mempercayai hal yang bertentangan dengan akal. Kini kau malah melakukan keduanya. Kau percaya pada hal yang tak masuk akal dan menyesali kehilanganmu. Aku pun tidak cukup besar untuk menyimpan dua permata besar! Kau tolol! Oleh karenanya kau harus tetap berada dalam keterbatasan yang disediakan bagi manusia.
Catatan:
Dalam lingkungan darwis, kisah ini dianggap sangat penting untuk mengakalkan fikiran siswa sufi, menyiapkannya menghadapi pengalaman yang tidak boleh dicapai dengan cara-cara biasa. Di samping penggunaannya sehari-hari di kalangan sufi, kisah ini terdapat juga dalam karya klasik Rumi, Matsnawi. Kisah ini juga ditonjolkan dalam Kitab Ketuhanan karya Fariduddin Aththar, salah seorang guru Rumi. Kedua tokoh sufi itu hidup pada abad ketiga belas.

82. Musyawarah Para Burung

musyawarah burung 4Dikisahkan, segala burung di dunia, yang dikenal atau tidak dikenal, datang berkumpul. Mereka sama-sama memiliki satu pertanyaan, siapakah raja mereka? Di antara mereka ada yang berkata, “Rasanya tak mungkin negeri dunia ini tidak memiliki raja. Maka rasanya mustahil bila kerajaan burung-burung tanpa penguasa! Jadi, kita semua memiliki Raja, ya, Raja.”
Semua burung tertegun, seperti ada keraguan yang mengawang-awang.
“Keadaan semacam ini tak bisa dibiarkan terus menerus. Hidup kita ini akan percuma bila sepanjang hayat kita, kita tidak pernah mengetahui, dan mengenal siapa Raja kita sesungguhnya.”
Masing-masing dari mereka masih berfikir dan terdiam. Lalu kembali ada yang berteriak, “Lalu apa yang harus kita lakukan?”
musyawarah burung 1“Tentu saja kita harus berusaha bersama-sama mencari seorang raja untuk kita semua; karena tidak ada negeri yang memiliki tatanan yang baik, tanpa seorang raja.· Mereka pun mulai berkumpul dan bersidang untuk memecahkan persoalan. Burung Hudhud dengan semangat dan penuh rasa percaya diri, tampil ke depan dan menempatkan diri di tengah majelis burung-burung itu. Di dadanya tampak perhiasan yang melambangkan bahwa dia telah memiliki pancaran ruhaniah yang tinggi. Dan jambul di kepalanya tegak berdiri mahkota yang melambangkan keagungan dan kebenaran, dan dia juga memiliki pengetahuan luas tentang baik dan buruk.
Burung-burung sekalian, kata Hudhud, kita mempunyai raja sejati, ia tinggal jauh di balik gunung-gunung Qaf. Ribuan daratan dan lautan terbentang sepanjang perjalanan menuju tempatnya. Namanya Simurgh. Aku kenal raja itu dengan baik, tapi aku tak bisa terbang sendiri menemuinya. Bebaskan dirimu dari rasa malu, sombong, dan ingkar. Dia pasti akan melimpahkan cahaya bagi mereka yang sanggup melepaskan belenggu diri. Mereka yang demikian akan bebas dari baik dan buruk, karena berada di jalan kekasih-Nya. Sesungguhnya Dia dekat dengan kita, tapi kita jauh dari-Nya.
musyawarah burung 3Dikisahkan, pada suatu malam sang Maharaja Simurgh terbang di kegelapan malam. Tiba-tiba jatuhlah sehelai bulunya yang membuat geger seluruh penduduk bumi. Begitu mempesonanya bulu Simurg hingga membuat tercengang dan terheran-heran. Semua penduduk gegap gempita ingin menyaksikan keindahan dan keelokannya. Dan dikatakan kepada mereka, “Andaikata sehelai bulu tersebut tidak jatuh, niscaya tidak akan ada makhluk yang bernama burung di muka bumi ini.”
Kemudian burung Hudhud melanjutkan pembicaraannya, bahwa untuk menggapai istana Simurg mereka harus bersatu, saling bekerja sama dan tidak boleh saling mendahului. Setelah mendengar cerita yang disampaikan oleh burung Hudhud, semua burung-burung bersemangat ingin sekali secepatnya pergi menghadap sang Maharaja Simurg. Namun, burung Hudhud menambahkan, bahwa perjalanan menuju istana Simurg tidak semudah yang dibayangkan, melainkan harus melewati ribuan rintangan dan guncangan dahsyat. Perjalanan juga sarat dengan penderitaan, kepedihan dan kesengsaraan.
“Apakah kalian sudah siap ?” kata burung Hudhud, menguji keseriusan mereka. Setelah mereka mendengarkan penjelasan bagaimana suka dukanya, pahit getirnya perjalanan menuju istana Simurg, ternyata semangat sebagian burung menjadi pudar dan turun.
musyawarah burung 2Namun, di antara burung-burung, ada seekor burung Kenari yang memberanikan diri menyampaikan pendapatnya, “Aku adalah Imamul Asyiqin, imamnya orang-orang yang asyik dan rindu. Aku sangat keberatan untuk ikut berangkat, bagaimana nanti orang-orang rindu dengan kemerduan kicauanku bila aku harus meninggalkan mereka. Bagaimana mungkin aku dapat berpisah dari kembang-kembang mekarku ?” demikian alasan burung Kenari.
Selanjutnya, burung Merak berkata, “Dulu aku hidup di syurga bersama Adam, lantas aku diusir dari syurga, rasanya aku ingin kembali ke tempat tinggalku lagi. Karena itu, aku tidak mau ikut dalam rombongan.”
Kemudian disusul oleh Itik, “Aku sudah biasa hidup dalam kesucian, dan aku juga terbiasa berenang di tempat yang kering kerontang. Aku tidak mungkin hidup tanpa air,” kilah Itik.
Begitu juga burung Garuda, “Saya sudah biasa hidup senang di gunung, bagaimana mungkin aku sanggup meninggalkan tempatku yang menyenangkan”, alasan Garuda.
Kemudian disusul burung Gelatik, “Aku hanya seekor burung kecil, dan lemah, takkan mungkin sanggup ikut mengembara sejauh itu,” kata burung Gelatik.
Lantas burung Elang ikut menyahut, “Semua orang sudah tahu kedudukanku yang tinggi ini, maka tidak mungkin aku meninggalkan tempat dan kedudukan yang mulia ini, ” kata burung Elang.
Burung Hudhud sebagai pemimpin sangat bijak dan sabar mendengar semua keluhan dan alasan burung-burung yang enggan berangkat. Namun demikian, burung Hudhud tetap bersemangat memberikan dorongan dan motivasi kepada mereka. “Kenapa kalian harus berberlindung di balik dalil-dalil nafsumu, sehingga semangatmu yang sudah membara menjadi padam? Padahal kalian tahu bahwa perjalanan menuju istana Simurgh adalah perjalanan suci, kenapa harus takut dan bimbang dengan prasangka yang ada pada dirimu?” ucap Hudhud.
Kemudian ada seekor burung menyela, “Dengan cara apa kita bisa sampai ke tempat Maharaja Simurgh yang jauh dan sulit itu? “Dengan bekal himmah (semangat) yang tinggi, kemauan yang kuat, dan tabah menghadapi segala cobaan dan rintangan. Bagi orang yang rindu, seperti apapun cobaan akan dihadapi, dan seberapa pun rintangan akan dilewati. Perlu diketahui bahwa Maharaja Simurg sudah jelas dan dekat, laksana matahari dengan cahayanya,” jawab Hudhud meyakinkan. Sabarlah, bertawakkallah, karena bila kalian telah sanggup menempuh perjalanan itu, kalian akan tetap berada dalam jalan yang benar,·demikian lanjut Hudhud.
Setelah itu, bangkitlah semangat burung-burung seolah-olah baru saja mendapatkan kekuatan baru untuk terus melangkah menuju istana Simurg. Akhirnya, burung-burung yang berjumlah ribuan sepakat untuk berangkat bersama-sama tanpa satupun yang tertinggal.
Perjalanan panjang telah dimulai, perbekalan telah disiapkan. Burung Hudhud yang didaulat menjadi pemimpin mereka telah mengatur persiapan, dengan membagi rombongan menjadi beberapa kelompok. Setelah perjalanan cukup lama menembus lorong-lorong waktu, kegelisahan mulai datang menimpa mereka. “Mengapa perjalanan sudah lama dan jauh, kok tidak sampai-sampai?” guman mereka di dalam hati. Mulailah mereka dihinggapi rasa malas karena menganggap perjalanan terlalu lama, mereka bosan karena tidak lekas sampai. Perasaan mereka diliputi keraguan dan kebimbangan. Kemudian sebagian burung ada yang memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan.
Namun burung-burung lain yang masih memiliki stamina kuat dan himmah yang tinggi tidak menghiraukan penderitaan yang mereka alami, dan melanjutkan perjalanan yang maha panjang itu.
Tiba-tiba rintangan datang kembali, terpaan angin yang sangat kencang menerpa mereka sehingga membuat bulu-bulu indah yang dibanggakan berguguran. Kegagahan burung-burung perkasa pun mulai pudar. Kedudukan dan pangkat yang tinggi sudah tidak terpikirkan. Berbagai macam penyakit mulai menyerang mereka, kian lengkaplah penderitaan yang dirasakan oleh para burung tersebut. Badan mereka kurus kering, penyakit datang silih berganti membuat mereka makin tidak berdaya. Semua atribut duniawi yang dulu disandang dan dibanggakan, sekarang tanggal tanpa sisa, yang ada hanyalah totalitas kepasrahan dalam ketidak berdayaan. Mereka hanyut dalam samudera iradatullah dan tenggelam dalam gelombang fana’.
Pada akhirnya Cuma sedikit dari mereka yang benar-benar sampai ke tempat yang teramat mulia dimana Simurg membangun mahligainya. Dari ribuan burung yang pergi, tinggal 30 ekor yang masih bertahan dan akhirnya sampai di gerbang istana Simurgh. Namun kondisi mereka sangat memprihatinkan, tampak gurat-gurat kelelahan di wajah mereka. Bahkan bulu-bulu yang menempel di tubuh mereka rontok tak bersisa. Di sini terlihat, meski mereka berasal dari latar belakang berbeda, namun pada proses puncak pencapaian spiritual adalah sama, yaitu dalam kondisi telanjang bulat dan lepas dari pakaian basyariyah.
Kemudian di depan gerbang istana mereka beristirahat sejenak sambil mengatur nafas. Tiba-tiba datang penjaga istana menghampiri mereka, “Apa tujuan kalian susah payah datang ke istana Simurgh?” kata penjaga istana. Serentak mereka menjawab, “Saya datang untuk menghadap Maharaja Simurg, berilah kami kesempatan untuk bertemu dengannya.”
Tanpa diduga, terdengar suara sayup-sayup menyapa mereka dari dalam istana, “Salaamun qaulam min rabbir rahiim” sembari mempersilahkan mereka masuk ke dalam. Lalu mereka masuk secara bersama-sama. Kemudian terbukalah kelambu hijab satu demi satu yang berjumlah ribuan. Mata mereka terbelalak memandang keindahan yang amat mempesona, keindahan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, keindahan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Tatkala seluruh hijab tersingkap, ternyata yang dijumpai adalah wujud dirinya. Burung-burung pun saling bertanya dan terkagum-kagum, “Lho kok aku sudah ada disini?” begitu guman mereka dalam hati. Seolah-olah mereka berada di depan cermin sehingga yang ada adalah wujud dirinya. Maka datanglah suara lembut menjawabnya, “Mahligai Simurgh ibarat cermin, maka siapapun yang sampai pada mahligai ini, tidak akan melihat wujud selain wujud diri sendiri. Perjumpaan ini di luar angan dan pikirmu, dan juga tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, namun hanya dapat dirasakan dengan rasa. Karena itu, engkau harus keluar dari dalam dirimu sehingga engkau menjadi sosok pribadi Insan Kamil.”
Akhirnya, mereka memahami hakikat dirinya, setelah melewati tahapan fana’ billah hingga mencapai puncak baqa’ billah. Maka hilanglah sifat-sifat kehambaan dan kekal dalam ketuhanan.
Dikutip dari Majalah “KASYAF”.
Diadaptasi dari Buku “Musyawarah Para Burung“, karya Fariduddin Attar

83. Burung India

fabel sufiSeorang saudagar memelihara burung dalam sangkar. Ia akan berangkat ke India, tanah asal burung itu, dan menanyakan barangkali binatang itu meminta oleh-oleh dari sana. Burung itu meminta kebebasannya, tetapi ditolak. Karena itu ia minta saudagar itu pergi ke hutan di India, lalu mengabarkan tentang keadaannya yang dalam kurungan kepada burung-burung lain yang masih bebas.
Saudagar itu pun melaksanakan pesan tersebut, dan begitu ia mengucapkan kata-katanya, seekor burung serupa dengan burung piaraannya jatuh dari sebuah pohon, tak sadarkan diri di tanah.
Si Saudagar berpendapat bahwa itu tentulah saudara burung piaraannya, dan iapun merasa sedih telah menyebabkan kematiannya.
Ketika ia pulang, burungnya bertanya apakah tuannya membawa kabar gembira dari India.
“Tidak,” jawab saudagar itu, “kabar buruklah yang aku bawa. Salah seekor saudaramu tak sadar diri dan jatuh dekat kakiku ketika kusiarkan kabar tentang keadaanmu.”
Segera setelah kata-kata itu diucapkan, burung yang dalam sangkar itu pun tak sadarkan diri dan jatuh ke dasar sangkar.
“Kabar kematian saudaranya menyebabkannya mati juga,” pikir saudagar itu. Dengan sedih diambilnya burung itu dari sangkarnya, lalu diletakkannya di ambang jendela. Segera saja burung itu hidup kembali, terbang ke pohon terdekat.
“Kini kau tahu,” kata Si Burung, “bahwa yang kau kira kabar buruk itu, ternyata merupakan kabar baik bagiku. Dan pesan, yakni cara untuk membebaskan diriku, ternyata telah disampaikan kepadaku lewat kamu, yang dulu menangkapku.” Dan burung itupun terbang, bebas merdeka akhirnya.
Catatan
Fabel Jalaluddin Rumi ini merupakan salah satu yang menekankan pentingnya pengajaran tak langsung dalam Sufisme .
Peniru dan sistem yang diatur sesuai dengan pemikiran konvensional, baik di Barat maupun di Timur, umumnya memilih penekanan pada “sistem” dan “program,” dan bukan pada totalitas pengalaman yang dijalankan dalam mazhab Sufi.
Diambil Dari:
Judul Buku: Kisah-Kisah Sufi, Kumpulan kisah nasehat para guru sufi selama seribu tahun yang lampau.
Oleh Idries Shah
Terjemahan: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

84. Pintu Sorga

Zaman dahulu adalah seorang lelaki yang baik hatinya. Ia telah menjalani hidupnya dengan melakukan segala hal yang memungkinkan orang masuk sorga. Ia memberi harta kepada si miskin, ia mencintai sesamanya, dan ia mengabdi kepada mereka. Karena mengingat pentingnya kesabaran, ia senantiasa bertahan terhadap kesulitan yang besar dan tak diduga-duga, sering itu semua demi kebahagiaan orang lain. Iapun mengadakan perjalanan jauh-jauh untuk mendapatkan pengetahuan. Kerendahhatian dan perilakunya yang pantas ditiru begitu dikenal sehingga ia dipuji-puji sebagai seorang yang bijaksana dan warga yang baik; pujian itu terdengar mulai dari Timur sampai ke Barat, Utara sampai ke Selatan.
Segala kebaikan itu memang dijalankan selama ia ingat melakukannya. Namun ia memiliki kekurangan, yakni kurang perhatian. Kecenderungan itu memang tidak berat, dan ditimbang dengan kebaikannya yang lain, hal itu merupakan cacat kecil saja. Ada beberapa orang miskin yang tak tertolongnya, sebab selalu saja ia kurang memperhatikan kebutuhan mereka itu. Kasih sayang dan pengabdian pun kadang-kadang terlupakan apabila yang dipikirkannya sebagai kebutuhan pribadi muncul dalam dirinya.
Ia suka sekali tidur. Dan kadang-kadang kalau ia sedang tidur, kesempatan mendapatkan pengetahuan, atau memahaminya, atau melaksanakan kerendahhatian, atau menambah jumlah tindakannya yang terpuji kesempatan semacam itu lenyap begitu saja, tak akan kembali lagi.
Wataknya yang baik meninggalkan bekas pada dirinya; begitu juga halnya dengan wataknya yang buruk, yakni kurangnya perhatian itu.
Dan kemudian ia meninggal. Menyadari dirinya berada di balik kehidupan ini, dan sedang berjalan menuju pintu-pintu Taman Berpagar, orang itu istirahat sejenak. Ia mendengarkan kata-hatinya. Dan ia merasa bahwa kesempatannya memasuki Gerbang Agung itu cukup besar.
Disaksikannya gerbang itu tertutup; dan kemudian terdengar suara berkata kepadanya, “Siagalah selalu; sebab gerbang hanya terbuka sekali dalam seratus tahun.” Ia pun duduk menunggu, gembira membayangkan apa yang akan terjadi. Namun, jauh dari kemungkinan untuk menunjukkan kebaikan terhadap manusia, ternyata ia menyadari bahwa kemampuannya untuk memperhatikan tidak cukup pada dirinya. Setelah siaga terus selama waktu yang rasanya sudah seabad kepalanya terkantuk-kantuk. Segera saja pelupuk matanya tertutup. Dan pada saat yang sekejap itu, gerbangpun terbuka. Sebelum mata si lelaki itu terbuka sepenuhnya kembali, gerbang itupun tertutup: dengan suara menggelegar yang cukup dahsyat untuk membangunkan orang-orang mati.
Catatan :
Kisah ini merupakan bahan pelajaran darwis yang disenangi; kadang-kadang disebut “Parabel Tentang Kurangnya Perhatian,” Meskipun terkenal sebagai kisah rakyat, asal-usulnya tak diketahui. Beberapa orang menganggapnya ciptaan Hadrat Ali, Kalifah Keempat. Yang lain mengatakan bahwa kisah itu begitu penting, sehingga tentunya diucapkan sendiri oleh Nabi, secara rahasia. Jelas kisah ini tidak terdapat dalam Hadits Nabi.
Bentuk sastra yang kita pilih ini berasal dari seorang darwis tak dikenal dari abad ketujuh belas, Amil Baba, yang naskah-naskahnya menekankan bahwa “pengarang sejati adalah orang yang karyanya tak bernama (anonim), sebab dengan cara itu tak ada yang berdiri antara pelajar dan yang dipelajarinya.”

85. Dan Musa Pun Jatuh Pingsan

Nabi Musa as diatas Gunung  SinaiNabi Musa ‘alaihis-salaam’ telah memenuhi panggilan Allah swt., ia pun menitipkan Bani Israil ke Nabi Harun as., saudaranya, untuk naik ke gunung Sinai (Thuursina), gunung Allah yang keramat itu. Setelah ia menyempurnakan 40 malam yang diisi dengan puasa dan beribadat sendirian di atas gunung itu, Allah swt. pun berfirman dan menurunkan Taurat kepadanya. Kemudian Nabi Musa as. pun sangat rindu untuk dapat melihat Wajah Sang Kekasih yang telah berkata-kata kepadanya, Wajah Rabb-nya.
“Dan tatkala Musa datang menurut waktu yang telah Kami tentukan, dan telah berfirman Rabb-nya kepadanya, berkatalah ia: ‘Ya Rabbi perlihatkanlah (Diri-Mu) kepadaku, agar aku dapat memandang Engkau’. Berkatalah Allah: ‘Engkau sekali-kali tidak akan mampu untuk melihat-Ku, akan tetapi arahkanlah pandangan (engkau) ke gunung itu, maka jika ia tetap pada tempatnya niscaya engkau dapat melihat-Ku!’.”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.
Setelah mendengar permintaan Nabi Musa as. itu, kemudian Allah swt. berfirman: “Wahai putra Imran, sesungguhnya tidak akan ada seorang pun yang sanggup untuk melihat-Ku, kemudian ia mampu untuk tetap hidup!”
Nabi Musa as. berkata: “Rabbi, tidak ada sesuatu pun yang menyekutui-Mu, sesungguhnya melihat-Mu dan kemudian mati itu lebih aku sukai daripada aku terus hidup dengan tanpa melihat-Mu! Rabbi, sempurnakanlah nikmat, anugrah, dan hikmat-Mu kepadaku dengan mengabulkan permohonanku ini, setelah itu aku rela mati!”
Ibnu Abbas ra., sahabat Rasulullah saw., meriwayatkan bahwa ketika Allah swt. mengetahui bahwa Nabi Musa as. ingin sekali permohonannya dikabulkan, maka berfirmanlah Allah swt.: “Pergilah engkau, dan lihatlah batu yang ada di atas puncak gunung itu, duduklah engkau di atas batu itu, kemudian Aku akan menurunkan balatentara-Ku kepadamu!”
Nabi Musa as. pun melaksanakan perintah Allah swt. tersebut. Dan ketika ia telah berada di atas batu itu, Allah swt. pun memerintahkan balatentara-Nya, para Malaikat hingga langit ketujuh, untuk menampakkan diri kepadanya.
Diperintahkan-Nya para Malaikat penghuni langit dunia untuk menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Mereka pun berlalu di hadapan Nabi Musa as. sambil mengeraskan suara tasbih dan tahlil mereka, bagaikan suara petir yang menyambar-nyambar.
Kemudian, para Malaikat penghuni langit kedua diperintahkan-Nya untuk menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as., mereka pun melaksanakannya. Mereka berlalu di hadapan Nabi Musa as. dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam. Mereka ini bersayap dan memiliki raut muka, diantara mereka ada yang berbentuk seperti singa. Mereka mengeraskan suara-suara tasbihnya.
Mendengan teriakan suara itu, Nabi Musa as. pun merasa ngeri, dan kemudian berkata: “Ya Rabbi, sungguh aku menyesal atas permohonanku. Rabbi, apakah Engkau berkenan untuk menyelamatkan aku dari tempat yang aku duduki ini?”
Pimpinan dari kelompok Malaikat tersebut berkata: “Hai Musa, bersabarlah atas apa yang engkau minta, apa yang engkau lihat ini baru sebagian kecil saja!”
Allah swt. kemudian memerintahkan para Malaikat penghuni langit ketiga agar mereka turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Lalu, keluarlah Malaikat-malaikat yang tak terhitung jumlahnya dengan beragam bentuk dan warnanya. Bentuk mereka ada yang seperti api yang menjilat-jilat, mereka memekikkan tasbih dan tahlil dengan suara yang hiruk-pikuk.
Mendengar suara ini semakin terkejutlah Nabi Musa as. dan timbullah rasa su’udzdzan dalam dadanya, bahkan berputus asa untuk hidup. Kemudian pemimpin para Malaikat dari kelompok ketiga ini berkata: “Wahai putra Imran, bersabarlah hingga engkau melihat lagi apa yang engkau tidak sanggup lagi untuk melihatnya!”
Allah swt. kemudian menurunkan wahyu kepada para Malaikat penghuni langit keempat, “Turunlah kamu sekalian kepada Musa dengan mengumandangkan tasbih!”
Para Malaikat langit keempat ini pun turun. Diantara mereka ada yang berbentuk seperti kobaran api yang menjilat-jilat, dan ada pula yang seperti salju. Mereka mempunyai suara yang melengking dengan mengumandangkan tasbih dan taqdis. Suara mereka berbeda dengan suara Malaikat-malaikat terdahulu. Kepada Nabi Musa as. ketua dari kelompok ini berkata: “Hai Musa! Bersabarlah atas apa yang engkau minta!”
Demikianlah, penghuni dari setiap langit hingga penghuni langit ketujuh satu demi satu turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. dengan warna dan bentuk yang beragam. Semua Malaikat tersebut bergerak maju sambil cahayanya menyambar semua mata yang ada. Mereka ini datang dengan membawa tombak-tombak panjang. Setiap tombak itu panjangnya sepanjang sebatang pohon kurma yang tinggi dan besar. Tombak-tombak itu bagaikan api yang bersinar terang-benderang melebihi sinar matahari.
Nabi Musa as diatas Gunung SinaiNabi Musa as. menangis sambil meratap-ratap, katanya: “Ya Rabbi, ingatlah aku, jangan Engkau lupakan diriku ini! Aku adalah hamba-Mu! Aku tidak mempunyai keyakinan bahwa aku akan selamat dari tempat yang aku duduki ini! Jika aku keluar, aku akan terbakar, dan jika aku tetap di tempat ini maka aku akan mati!”
Ketua kelompok Malaikat itu pun berkata kepada Nabi Musa as.: “Nyaris dirimu dipenuhi dengan ketakutan, dan nyaris pula hatimu terlepas! Tempat yang kamu gunakan untuk duduk inilah merupakan tempat yang akan kamu pergunakan untuk melihat-Nya!”
Kemudian turunlah Malaikat Jibril as., Mika’il as., dan Israfil as. beserta seluruh Malaikat penghuni ketujuh langit yang ada, termasuk para Malaikat pemikul Al-’Arsy dan Al-Kursi. Mereka secara bersama-sama menghadap kapada Nabi Musa as. seraya berkata: “Wahai orang yang terus-menerus salah! Apa yang menyebabkanmu naik ke atas bukit ini? Mengapa kamu memberanikan diri meminta kepada Rabb-mu untuk dapat melihat kepada-Nya!?”
Nabi Musa as. terus menangis hingga gemetaranlah kedua lututnya, dan seakan-akan luruh tulang-tulang persendiannya.
Ketika Allah swt. melihat semua itu, maka ditampakkan-Nya lah kepada Nabi Musa as. tiang-tiang penyangga Al-’Arsy, lalu Nabi Musa as. bersandar pada salah satu tiang tersebut sehingga hatinya menjadi tenang.
Malaikat Israfil kemudian berkata kepadanya: “Hai Musa! Demi Allah, kami ini sekalipun sebagai pemimpin-pemimpin para Malaikat, sejak kami semua diciptakan, kami tidak berani untuk mengangkat pandangan mata kami ke arah Al-’Arsy! Karena kami sangat khawatir dan sangat takut! Mengapa kamu sampai berani melakukan hal ini wahai hamba yang lemah!?”
Setelah hatinya tenang, Nabi Musa as. menjawab: “Wahai Israfil! Aku ingin mengetahui akan Keagungan Wajah Rabb-ku, yang selama ini aku belum pernah melihatnya”
Allah swt. kemudian menurunkan wahyu kepada langit: “Aku akan menampakkan-Diri, bertajalli pada gunung itu!”
Maka bergetarlah seluruh langit dan bumi, gunung-gunung, matahari, bulan, mega, surga, neraka, para Malaikat dan samudera. Semua tersungkur bersujud, sementara Nabi Musa as. masih memandang ke arah gunung itu.
“Tatkala Rabb-nya menampakkan Diri (bertajalli) di atas gunung itu, maka hancur luluh lah gunung itu dan Musa pun jatuh pingsan”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.
Nabi Musa as. seakan-akan mati karena pancaran Cahaya Allah swt. Yang Mulia, dan ia terjatuh dari batu, dan batu itu sendiri terjungkal, terbalik menjadi semacam kubah yang menaungi Nabi Musa as. agar tidak terbakar Cahaya.
Kemudian Allah swt. mengutus Malaikat Jibril as. untuk membalikkan batu itu dari tubuh Nabi Musa as., dan membimbingnya berdiri. Wajah Nabi Musa as. memancarkan cahaya kemuliaan, rambutnya memutih karena Cahaya.
“Maka setelah Musa tersadar kembali, dia berkata: ‘Maha Suci Engkau, aku sungguh bertaubat kepada-Mu, dan aku adalah orang yang pertama kali beriman!”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.
Nabi Musa as. bertaubat atas apa yang ia minta, dan ia berkata: “Saya beriman, bahwa sesungguhnya tidak ada seorang pun yang akan mampu melihat-Mu dengan mata lahir, kecuali ia akan mati!”
Diadaptasi dari terjemahan kitab “Mukhtashar Kitaabit-Tawwabiin“, karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisy.

86. Kisah Salman al-Farisi Mencari Kebenaran

Salman al-Farisi pada awal hidupnya adalah seorang bangsawan dari Persia yang menganut agama Majusi. Namun dia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Pergolakan batin itulah yang mendorongnya untuk mencari agama yang dapat menentramkan hatinya.
Kisah Salman diceritakan langsung kepada seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad bernama Abdullah bin Abbas:
Salman dilahirkan dengan nama Persia, Rouzbeh, di kota Kazerun, Fars, Iran. Ayahnya adalah seorang Dihqan (kepala) desa. Dia adalah orang terkaya di sana dan memiliki rumah terbesar.
Ayahnya menyayangi dia, melebihi siapa pun. Seiring waktu berlalu, cintanya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut kehilangan Salman. Ayahnya pun menjaga dia di rumah, seperti penjara.
Ayah Salman memiliki sebuah kebun yang luas, yang menghasilkan pasokan hasil panen berlimpah. Suatu ketika ayahnya meminta dia mengerjakan sejumlah tugas di tanahnya. Tugas dari ayahnya itulah yang menjadi awal pencarian kebenaran.
“Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melewati orang-orang itu (di gereja) dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan.”
“Ketika saya melihat mereka, saya menyukai salat mereka dan menjadi tertarik terhadapnya (yakni agama). Saya berkata (kepada diriku), ‘Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami’”.
Salman memiliki pemikiran yang terbuka, bebas dari taklid buta. “Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku.”
Dan ketika pulang, ayahnya bertanya. Salman pun menceritakan bertemu dengan orang-orang Nasrani dan mengaku tertarik. Ayahnya terkejut dan berkata: “Anakku, tidak ada kebaikan dalam agama itu. Agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik.”
“Tidak, agama itu lebih baik dari milik kita,” tegas Salman.
Ayah Salman pun bersedih dan takut Salman akan meninggalkan agamanya. Jadi dia mengunci Salman di rumah dan merantai kakinya.
Salman tak kehabisan akan dan mengirimkan sebuah pesan kepada penganut Nasrani, meminta mereka mengabarkan jika ada kafilah pedagang yang pergi ke Suriah. Setelah informasi didapat, Salman pun membuka rantai dan kabur untuk bergabung dengan rombongan kafilah.
Ketika tiba di Suriah, dia meminta dikenalkan dengan seorang pendeta di gereja. Dia berkata: “Saya ingin menjadi seorang Nasrani dan memberikan diri saya untuk melayani, belajar dari anda, dan salat dengan anda.”
Sang pendeta menyetujui dan Salman pun masuk ke dalam gereja. Namun tak lama kemudian, Salman menemukan kenyataan bahwa sang pendeta adalah seorang yang korup. Dia memerintahkan para jemaah untuk bersedekah, namun ternyata hasil sedekah itu ditimbunnya untuk memperkaya diri sendiri.
Ketika pendeta itu meninggal dunia dan umat Nasrani berkumpul untuk menguburkannya, Salman mengatakan bahwa pendeta itu korup dan menunjukkan bukti-bukti timbunan emas dan perak pada tujuh guci yang dikumpulkan dari sedekah para jemaah.
Setelah pendeta itu wafat, Salman pun pergi untuk mencari orang saleh lainnya, di Mosul, Nisibis, dan tempat lainnya.
Pendeta yang terakhir berkata kepadanya bahwa telah datang seorang nabi di tanah Arab, yang memiliki kejujuran, yang tidak memakan sedekah untuk dirinya sendiri.
Salman pun pergi ke Arab mengikuti para pedagang dari Bani Kalb, dengan memberikan uang yang dimilikinya. Para pedagang itu setuju untuk membawa Salman. Namun ketika mereka tiba di Wadi al-Qura (tempat antara Suriah dan Madinah), para pedagang itu mengingkari janji dan menjadikan Salman seorang seorang budak, lalu menjual dia kepada seorang Yahudi.
Singkat cerita, akhirnya Salman dapat sampai ke Yatsrib (Madinah) dan bertemu dengan rombongan yang baru hijrah dari Makkah. Salman dibebaskan dengan uang tebusan yang dikumpulkan oleh Rasulullah SAW dan selanjutnya mendapat bimbingan langsung dari beliau.
Betapa gembira hatinya, kenyataan yang diterimanya jauh melebihi apa yang dicita-citakannya, dari sekadar ingin bertemu dan berguru menjadi anugerah pengakuan sebagai muslimin di tengah-tengah kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang disatukan sebagai saudara.
Kisah kepahlawanan Salman yang terkenal adalah karena idenya membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam Perang Khandaq. Ketika itu Madinah akan diserang pasukan Quraisy yang mendapat dukungan dari suku-suku Arab lainnya yang berjumlah 10.000 personel. Pemimpin pasukan itu adalah Abu Sufyan. Ancaman juga datang dari dalam Madinah, di mana penganut Yahudi dari Bani Quradhzah akan mengacau dari dalam kota.
Rasulullah SAW pun meminta masukan dari sahabat-sahabatnya bagaimana strategi menghadapi mereka. Setelah bermusyawarah akhirnya saran Salman Al Farisi atau yang biasa dipanggil Abu Abdillah diterima. Strategi Salman memang belum pernah dikenal oleh bangsa Arab pada waktu itu. Namun atas ketajaman pertimbangan Rasulullah SAW, saran tersebut diterima.
Atas saran Salman itulah perang dengan jumlah pasukan yang tak seimbang dimenangkan kaum Muslimin.
Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, Salman dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga dia wafat.
Diolah dari Wikipedia, The Search for The Truth -by a Man Known as Salman the Persian karangan Dr Saleh as-Saleh, dan sumber-sumber lainnya. (jri)

87. Isa Dan Orang-Orang Bimbang

Diceritakan oleh Sang Guru Jalaludin Rumi dan yang lain-lain, pada suatu hari Isa, putra Mariam, berjalan-jalan di padang pasir dekat Baitulmukadis bersama-sama sekelompok orang yang masih suka mementingkan diri sendiri.
Mereka meminta dengan sangat agar Isa memberitahukan kepada mereka Kata Rahasia yang telah dipergunakannya untuk menghidupkan orang mati. Isa berkata, “Kalau kukatakan itu padamu, kau pasti menyalahgunakannya.”
Mereka berkata, “Kami sudah siap dan sesuai untuk pengetahuan semacam itu; tambahan lagi, hal itu akan menambah keyakinan kami.”
“Kalian tak memahami apa yang kalian minta,” katanya -tetapi diberitahukannya juga Kata Rahasia itu.
Segera setelah itu, orang-orang tersebut berjalan di suatu tempat yang terlantar dan mereka melihat seonggok tulang yang sudah memutih. “Mari kita uji keampuhan Kata itu,” kata mereka, Dan diucapkanlah Kata itu.
Begitu Kata diucapkan, tulang-tulang itupun segera terbungkus daging dan menjelma menjadi seekor binatang liar yang kelaparan, yang kemudian merobek-robek mereka sampai menjadi serpih-serpih daging.
Mereka yang dianugerahi nalar akan mengerti. Mereka yang nalarnya terbatas bisa belajar melalui kisah ini.
Catatan
Isa dalam kisah ini adalah Yesus, putra Maria. Kisah ini mengandung gagasan yang sama dengan yang ada dalam Magang Sihir, dan juga muncul dalam karya Rumi, di samping selalu muncul dalam dongeng-dongeng lisan para darwis tentang Yesus. Jumlah dongeng semacam itu banyak sekali.
Yang sering disebut-sebut sebagai tokoh yang suka mengulang-ngulang kisah ini adalah salah seorang di antara yang berhak menyandang sebutan Sufi, Jabir putra al-Hayan, yang dalam bahasa Latin di sebut Geber, yang juga penemu alkimia Kristen.
Ia meninggal sekitar 790. Aslinya ia orang Sabia, menurut para pengarang Barat, ia membuat penemuan-penemuan kimia penting.

88. Orang yang Berjalan di Atas Air

Seorang darwis yang berpegang kepada kaidah, yang berasal dari mazhab yang saleh, pada suatu hari berjalan menyusur tepi sungai. Ia memusatkan perhatian pada berbagai masalah moral dan ajaran, sebab itulah yang menjadi pokok perhatian pengajaran Sufi dalam mazhabnya. Ia menyamakan agama, perasaan, dengan pencarian kebenaran mutlak.Tiba-tiba renungannya terganggu oleh teriakan keras: Seseorang terdengar mengulang-ulang suatu ungkapan darwis. Tak ada gunanya itu, katanya kepada diri sendiri. Sebab orang itu telah salah mengucapkannya. Seharusnya diucapkannya yâ hû, tapi ia mengucapkannya u yâ hû.
Kemudian ia menyadari bahwa sebagai darwis yang lebih teliti, ia mempunyai kewajiban untuk meluruskan ucapan orang itu. Mungkin orang itu tidak pernah mempunyai kesempatan mendapat bimbingan yang baik, dan karenanya telah berbuat sebaik-baiknya untuk menyesuaikan diri dengan gagasan yang ada di balik suara yang diucapkannya itu.
Demikianlah darwis yang pertama itu menyewa perahu dan pergi ke pulau di tengah-tengah arus sungai, tempat asal suara yang didengarnya tadi.
Didapatinya orang itu duduk di sebuah gubuk alang-alang, bergerak-gerak sangat sukar teratur mengikuti ungkapan yang diucapkannya itu. Sahabat, kata darwis pertama, Anda keliru mengucapkan ungkapan itu. Saya berkewajiban memberitahukan hal ini kepada Anda, sebab ada pahala bagi orang yang memberi dan menerima nasihat. Inilah ucapan yang benar. Lalu ia memberitahukannya ucapan itu. Terimakasih, kata darwis yang lain itu dengan rendah hati.
Darwis pertama turun ke perahunya lagi, sangat puas, sebab baru saja berbuat amal. Bagaimana pun kalau orang boleh mengulang-ulang ungkapan rahasia itu dengan benar, ada kemungkinan boleh berjalan di atas air. Hal itu memang belum pernah disaksikannya sendiri, tetapi berdasarkan alasan tertentu- darwis pertama itu ingin sekali boleh melakukannya. Kini ia tak mendengar lagi suara gubuk alang-alang itu, tapi ia yakin bahwa nasihatnya telah dilaksanakan sebaik-baiknya.
Kemudian didengarnya lagi ucapan u yâ hû yang keliru itu ketika darwis yang di pulau tersebut mulai mengulang-ulang ucapannya…. Ketika darwis pertama merenungkan hal itu, memikirkan betapa manusia memang suka bersikeras mempertahankan kekeliruan, tiba-tiba disaksikannya pemandangan yang menakjubkan. Dari arah pulau itu, darwis kedua tadi tampak menuju perahunya, berjalan di atas air….
Karena takjubnya, ia pun berhenti mendayung. Darwis kedua pun mendekatinya, katanya, Saudara, maaf saya mengganggu Anda. Saya datang untuk menanyakan cara yang benar untuk mengucapkan ungkapan yang Anda beritahukan kepada saya tadi; sulit benar rasanya mengingat-ingatnya

89. Pedagang Rahasia Kebenaran

Seorang guru mistik, setelah ia mencapai pengetahuan yang serba rahasia mengenai kebenaran sejati, yaitu pengetahuan yang hanya dapat dicapai oleh segelintir manusia, ia bermukim di Basrah.
Di sana ia memulai sebuah usaha dan dalam beberapa tahun saja telah memperoleh kemajuan.
Pada suatu hari seorang guru sufi yang telah mengenalnya beberapa tahun yang lalu, namun masih berada di atas jalan yang ditempuh oleh para pencari kebenaran, singgah di tempat kediamannya.
“Betapa gundah hatiku menyaksikan engkau yang telah meninggalkan pencarian dan jalan kaum mistik,” berkata sang guru sufi. Pedagang yang arif bijaksana itu hanya tersenyum dan tidak memberi komentar apa-apa.
Sang guru sufi kemudian meneruskan perjalanan dan didalam wejangan-wejangannya dikemudian hari ia sering kisahkan, betapa seseorang bekas sufi yang kemudian beralih kepada cita-cita yang rendah dalam dunia perdagangan karena ia tampaknya tak memiliki tekad yang perlu untuk menyelesaikan perjalanan.
Tetapi sang guru sufi pengelana ini akhirnya bertemu dengan Khaidir, sang penunjuk jalan rahasia. Si guru sufi memohon kepada Khaidir untuk mengantarkannya kepada guru arif bijaksana pada zaman itu, yang akan memberkahi terang ke dalam hatinya.
Khaidir berkata:
“Jumpailah seseorang pedagang anu, duduklah di kakinya, dan laksanakanlah kerja kasar yang disuruhnya”.
Sang guru sufi tidak habis pikir, iapun berkata dengan tergagap:
“Tetapi betapa mungkin bahwa pedagang itu adalah salah seorang dari manusia-manusia terpilih, apalagi sebagai guru agung zaman kini?”
Khaidir menjawab:
“Karena ketika ia mendapatkan terang ia pun telah berhasil memperoleh pengetahuan duniawi. Untuk pertama kali ia rnenyadari bahwa sikap manusia suci menarik orang-orang tamak yang berpura-pura mencari pengetahuan spirituil dan menolak orang-orang tulus yang tidak takjub kepada penampilan lahiriah. Aku telah menunjukkan kepadanya betapa guru-guru yang saleh dapat ditenggelamkan oleh pengikut-pengikutnya. Maka ia memberi pengajaran dengan diam-diam dan bagi orang-orang yang dangkal penglihatan ia hanyalah seorang pedagang biasa.”

90. 7 Langit & 7 Malaikat Penjaga

Telah diceritakan oleh Ibnu al-Mubarak tentang seorang laki-laki yang bernama Khalid bin Ma’dan, dimana ia pernah bertanya kepada Mu’adz bin Jabal ra., salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw.
“Wahai Mu’adz! Ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang telah engkau dengar langsung dari Rasulullah saw., suatu hadits yang engkau hafal dan selalu engkau ingat setiap harinya disebabkan oleh sangat kerasnya hadits tersebut, sangat halus dan mendalamnya hadits tersebut. Hadits yang manakah yang menurut engkau yang paling penting?”
Kemudian, Khalid bin Ma’dan menggambarkan keadaan Mu’adz sesaat setelah ia mendengar permintaan tersebut, “Mu’adz tiba-tiba saja menangis sedemikian rupa sehingga aku menduga bahwa beliau tidak akan pernah berhenti dari menangisnya. Kemudian, setelah beliau berhenti dari menangis, berkatalah Mu’adz: Baiklah aku akan menceritakannya, aduh betapa rinduku kepada Rasulullah, ingin rasanya aku segera bersua dengan beliau”
Selanjutnya Mu’adz bin Jabal ra. mengisahkan sebagai berikut, “Ketika aku mendatangi Rasulullah saw., beliau sedang menunggangi unta dan beliau menyuruhku untuk naik di belakang beliau. Maka berangkatlah aku bersama beliau dengan mengendarai unta tersebut. Sesaat kemudian beliau menengadahkan wajahnya ke langit, kemudian bersabdalah Rasulullah saw.:”
“Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang memberikan ketentuan (qadha) atas segenap makhluk-Nya menurut kehendak-Nya, ya Mu’adz!”. Aku menjawab, “Labbaik yaa Sayyidal Mursaliin”.
“Wahai Mu’adz! Sekarang akan aku beritakan kepadamu suatu hadits yang jika engkau mengingat dan tetap menjaganya maka (hadits) ini akan memberi manfaat kepadamu di hadhirat Allah, dan jika engkau melalaikan dan tidak menjaga (hadits) ini maka kelak di Hari Qiyamah hujjahmu akan terputus di hadhirat Allah Ta’ala!”
“Wahai Mu’adz! Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah menciptakan tujuh Malaikat sebelum Dia menciptakan tujuh lelangit dan bumi. Pada setiap langit tersebut ada satu Malaikat yang menjaga khazanah, dan setiap pintu dari pintu-pintu lelangit tersebut dijaga oleh seorang Malaikat penjaga, sesuai dengan kadar dan keagungan (jalaalah) pintu tersebut.
Maka naiklah al-Hafadzah (malaikat-malaikat penjaga insan) dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang telah ia lakukan semenjak subuh hari hingga petang hari. Amal perbuatan tersebut tampak bersinar dan menyala-nyala bagaikan sinar matahari, sehingga ketika al-Hafadzah membawa naik amal perbuatan tersebut hingga ke Langit Dunia mereka melipat gandakan dan mensucikan amal tersebut. Dan ketika mereka sampai di pintu Langit Pertama, berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya! Akulah ‘Shaahibul Ghiibah’, yang mengawasi perbuatan ghiibah (menggunjing orang), aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal ini melewatiku untuk menuju ke langit yang berikutnya!”
Kemudian naiklah pula al-Hafadzah yang lain dengan membawa amal shalih diantara amal-amal perbuatan seorang hamba. Amal shalih itu bersinar sehingga mereka melipat-gandakan dan mensucikannya. Sehingga ketika amal tersebut sampai di pintu Langit Kedua, berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya, karena ia dengan amalannya ini hanyalah menghendaki kemanfaatan duniawi belaka! Akulah ‘Malakal Fakhr’, malaikat pengawas kemegahan, aku telah diperintah Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan ini melewatiku menuju ke langit berikutnya, sesungguhnya orang tersebut senantiasa memegahkan dirinya terhadap manusia sesamanya di lingkungan mereka!”. Maka seluruh malaikat mela’nat orang tersebut hingga petang hari.
Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba yang lain. Amal tersebut demikian memuaskan dan memancarkan cahaya yang jernih, berupa amal-amal shadaqah, shalat, shaum, dan berbagai amal bakti (al-birr) yang lainnya. Kecemerlangan amal tersebut telah membuat al-Hafadzah takjub melihatnya, mereka pun melipat-gandakan amal tersebut dan mensucikannya, mereka diizinkan untuk membawanya. Hingga sampailah mereka di pintu Langit Ketiga, maka berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya! Akulah ‘Shaahibil Kibr’, malaikat pengawas kesombongan, aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini lewat dihadapanku menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya pemilik amal ini telah berbuat takabbur di hadapan manusia di lingkungan (majelis) mereka!”
Kemudian naiklah al-Hafadzah yang lainnya dengan membawa amal seorang hamba yang sedemikian cemerlang dan terang benderang bagaikan bintang-bintang yang gemerlapan, bagaikan kaukab yang diterpa cahaya. Kegemerlapan amal tersebut berasal dari tasbih, shalat, shaum, haji dan umrah. Diangkatlah amalan tersebut hingga ke pintu Langit Keempat, dan berkatalah Malaikat penjaga pintu langit kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah, punggung, dan perut dari si pemiliknya! Akulah ‘Shaahibul Ujbi’, malaikat pengawas ‘ujub (mentakjubi diri sendiri), aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya si pemilik amal ini jika mengerjakan suatu amal perbuatan maka terdapat ‘ujub (takjub diri) didalamnya!”
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba hingga mencapai ke Langit Kelima, amalan tersebut bagaikan pengantin putri yang sedang diiring diboyong menuju ke suaminya. Begitu sampai ke pintu Langit Kelima, amalan yang demikian baik berupa jihad, haji dan umrah yang cahayanya menyala-nyala bagaikan sinar matahari. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya dan pikulkanlah pada pundaknya! Akulah ‘Shaahibul Hasad’, malaikat pengawas hasad (dengki), sesungguhnya pemilik amal ini senantiasa menaruh rasa dengki (hasad) dan iri hati terhadap sesama yang sedang menuntut ilmu, dan terhadap sesama yang sedang beramal yang serupa dengan amalannya, dan ia pun juga senantiasa hasad kepada siapapun yang berhasil meraih fadhilah-fadhilah tertentu dari suatu ibadah dengan berusaha mencari-cari kesalahannya! Aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku untuk menuju ke langit berikutnya!”
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang memancarkan cahaya yang terang benderang seperti cahaya matahari, yang berasal dari amalan menyempurnakan wudhu, shalat yang banyak, zakat, haji, umrah, jihad, dan shaum. Amal perbuatan ini mereka angkat hingga mencapai pintu Langit Keenam. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu ini kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya, sesungguhnya sedikitpun ia tidak berbelas kasih kepada hamba-hamba Allah yang sedang ditimpa musibah (balaa’) atau ditimpa sakit, bahkan ia merasa senang dengan hal tersebut! Akulah ‘Shaahibur-Rahmah’, malaikat pengawas sifat rahmah (kasih sayang), aku telah diperintahkan Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini melewatiku menuju ke langit berikutnya!”
Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang lain, amal-amal berupa shaum, shalat, nafaqah, jihad, dan wara’ (memelihara diri dari perkara-perkara yang haram dan subhat/meragukan). Amalan tersebut mendengung seperti dengungan suara lebah, dan bersinar seperti sinar matahari. Dengan diiringi oleh tiga ribu malaikat, diangkatlah amalan tersebut hingga mencapai pintu Langit Ketujuh. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya, pukullah anggota badannya dan siksalah hatinya dengan amal perbuatannya ini! Akulah ‘Shaahibudz-Dzikr’, malaikat pengawas perbuatan mencari nama-diri (ingin disebut-sebut namanya), yakni sum’ah (ingin termashur). Akulah yang akan menghijab dari Rabb-ku segala amal perbuatan yang dikerjakan tidak demi mengharap Wajah Rabb-ku! Sesungguhnya orang itu dengan amal perbuatannya ini lebih mengharapkan yang selain Allah Ta’ala, ia dengan amalannya ini lebih mengharapkan ketinggian posisi (status) di kalangan para fuqaha (para ahli), lebih mengharapkan penyebutan-penyebutan (pujian-pujian) di kalangan para ulama, dan lebih mengharapkan nama baik di masyarakat umum! Aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini lewat dihadapanku! Setiap amal perbuatan yang tidak dilakukan dengan ikhlash karena Allah Ta’ala adalah suatu perbuatan riya’, dan Allah tidak akan menerima segala amal perbuatan orang yang riya’!”
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba berupa shalat, zakat, shaum, haji, umrah, berakhlak baik, diam, dan dzikrullah Ta’ala. Seluruh malaikat langit yang tujuh mengumandang-kumandangkan pujian atas amal perbuatan tersebut, dan diangkatlah amalan tersebut dengan melampaui seluruh hijab menuju ke hadhirat Allah Ta’ala. Hingga sampailah dihadhirat-Nya, dan para malaikat memberi kesaksian kepada-Nya bahwa ini merupakan amal shalih yang dikerjakan secara ikhlash karena Allah Ta’ala.
Maka berkatalah Allah Ta’ala kepada al-Hafadzah, “Kalian adalah para penjaga atas segala amal perbuatan hamba-Ku, sedangkan Aku adalah Ar-Raqiib, Yang Maha Mengawasi atas segenap lapisan hati sanubarinya! Sesungguhnya ia dengan amalannya ini tidaklah menginginkan Aku dan tidaklah mengikhlashkannya untuk-Ku! Amal perbuatan ini ia kerjakan semata-mata demi mengharap sesuatu yang selain Aku! Aku yang lebih mengetahui ihwal apa yang diharapkan dengan amalannya ini! Maka baginya laknat-Ku, karena ini telah menipu orang lain dan telah menipu kalian, tapi tidakklah ini dapat menipu Aku! Akulah Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib, Maha Melihat segala apa yang ada di dalam hati, tidak akan samar bagi-Ku setiap apa pun yang tersamar, tidak akan tersembunyi bagi-Ku setiap apa pun yang bersembunyi! Pengetahuan-Ku atas segala apa yang akan terjadi adalah sama dengan Pengetahuan-Ku atas segala yang baqa (kekal), Pengetahuan-Ku tentang yang awal adalah sama dengan Pengetahuan-Ku tentang yang akhir! Aku lebih mengetahui perkara-perkara yang rahasia dan lebih halus, maka bagaimana Aku dapat tertipu oleh hamba-Ku dengan ilmunya? Bisa saja ia menipu segenap makhluk-Ku yang tidak mengetahui, tetapi Aku Maha Mengetahui Yang Ghaib, maka baginya laknat-Ku!”
Maka berkatalah malaikat yang tujuh dan 3000 malaikat yang mengiringi, “Yaa Rabbana, tetaplah laknat-Mu baginya dan laknat kami semua atasnya!”, maka langit yang tujuh beserta seluruh penghuninya menjatuhkan la’nat kepadanya.
Setelah mendengar semua itu dari lisan Rasulullah saw. maka menagislah Mu’adz dengan terisak-isak, dan berkata, “Wahai Rasulullah! Engkau adalah utusan Allah sedangkan aku hanyalah seorang Mu’adz, bagaimana aku dapat selamat dan terhindar dari apa yang telah engkau sampaikan ini?”
Berkatalah Rasulullah saw., “Wahai Mu’adz! Ikutilah Nabi-mu ini dalam soal keyakinan sekalipun dalam amal perbuatanmu terdapat kekurangan. Wahai Mu’adz! Jagalah lisanmu dari kebinasaan dengan meng-ghiibah manusia dan meng-ghiibah saudara-saudaramu para pemikul Al-Qur’aan. Tahanlah dirimu dari keinginan menjatuhkan manusia dengan apa-apa yang kamu ketahui ihwal aibnya! Janganlah engkau mensucikan dirimu dengan jalan menjelek-jelekan saudara-saudaramu! Janganlah engkau meninggikan dirimu dengan cara merendahkan saudara-saudaramu! Pikullah sendiri aib-aibmu dan jangan engkau bebankan kepada orang lain”
“Wahai Mu’adz! Janganlah engkau masuk kedalam perkara duniamu dengan mengorbankan urusan akhiratmu! Janganlah berbuat riya’ dengan amal-amalmu agar diketahui oleh orang lain dan janganlah engkau bersikap takabbur di majelismu sehingga manusia takut dengan sikap burukmu!”
“Janganlah engkau berbisik-bisik dengan seseorang sementara di hadapanmu ada orang lain! Janganlah engkau mengagung-agungkan dirimu dihadapan manusia, karena akibatnya engkau akan terputus dari kebaikan dunia dan akhirat! Janganlah engkau berkata kasar di majelismu dan janganlah engkau merobek-robek manusia dengan lisanmu, sebab akibatnya di Hari Qiyamah kelak tubuhmu akan dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka Jahannam!”
“Wahai Mu’adz! Apakah engkau memahami makna Firman Allah Ta’ala: ‘Wa naasyithaati nasythan!’ (‘Demi yang mencabut/menguraikan dengan sehalus-halusnya!’, An-Naazi’aat [79]:2)? Aku berkata, “Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Apakah itu wahai Rasulullah?”
Rasulullah saw. bersabda, “Anjing-anjing di dalam Neraka yang mengunyah-ngunyah daging manusia hingga terlepas dari tulangnya!”
Aku berkata, “Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Ya Rasulullah, siapakah manusia yang bisa memenuhi seruanmu ini sehingga terhindar dari kebinasaan?”
Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Mu’adz, sesungguhnya hal demikian itu sangat mudah bagi siapa saja yang diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala! Dan untuk memenuhi hal tersebut, maka cukuplah engkau senantiasa berharap agar orang lain dapat meraih sesuatu yang engkau sendiri mendambakan untuk dapat meraihnya bagi dirimu, dan membenci orang lain ditimpa oleh sesuatu sebagaimana engkau benci jika hal itu menimpa dirimu sendiri! Maka dengan ini wahai Mu’adz engkau akan selamat, dan pasti dirimu akan terhindar!”
Khalid bin Ma’dan berkata, “Sayyidina Mu’adz bin Jabal ra. sangat sering membaca hadits ini sebagaimana seringnya beliau membaca Al-Qur’aan, dan sering mempelajari hadits ini sebagaimana seringnya beliau mempelajari Al-Qur’aan di dalam majelisnya”.
Sumber: Dicopas dari catatan Kang Zamzam A J Tanuwijaya di Facebook.

91. Kisah Hafizh, Sang Penuang Cahaya

Inilah sepenggal kisah Syamsuddin Muhammad (1320-1389), yang kemudian dikenal dengan nama Hafizh, sang Pujangga Tuhan, penyair-sufi terkemuka. Dikisahkan bahwa saat ia berusia 21 tahun, ia bekerja sebagai pembantu pembuat roti. Pada suatu hari, Hafizh disuruh mengantar roti ke sebuah rumah besar. Saat ia sedang berjalan di halaman rumah besar itu, ia bertatap-pandang dengan seorang gadis yang menakjubkannya yang tengah berdiri di teras rumah. Tatap mata sang gadis itu demikian menawan hatinya. Hafizh pun jatuh cinta kepada sang gadis itu, meskipun sang gadis tidak mempedulikannya. Gadis itu putri seorang bangsawan yang kaya raya, sementara ia sendiri hanya seorang pembantu pembuat roti yang miskin. Gadis itu sangat cantik, sementara Hafizh berpostur pendek dan secara fisik tidak menarik, keadaan itu tanpa harapan.
Beberapa bulan berlalu, Hafizh pun menggubah beberapa puisi dan kidung-kidung cinta untuk merayakan kecantikan sang gadis pujaan dan kerinduan kepadanya. Orang-orang mendengarkan ia melagukan puisi-puisinya, dan ia mengulang-ulangnya. Puisi-puisi itu begitu menyentuh, sehingga ia menjadi terkenal di seantero Syiraz.
Hafizh selanjutnya menjadi demikian terpandang sebagai seorang pujangga, dan ia hanya memikirkan kekasihnya itu. Begitu berhasrat ia memenangkan hati sang gadis, ia pun menempuh berbagai upaya. Ia pun melakukan upaya disiplin ruhani yang berat, ia berkhalwat di makam seorang Waliyullah sepanjang malam selama 40 hari. Ia mengikuti sebuah saran, bahwa barangsiapa yang dapat menuntaskan langkah yang berat itu maka hasrat kalbunya akan dikabulkan. Setiap siang ia bekerja di toko roti, dan ketika malam tiba ia pun berkhalwat dan berdzikir sepanjang malam demi cintanya kepada sang gadis. Cintanya demikian kuat, membuatnya mampu menyelesaikan khalwat itu.
Pada fajar di hari ke-40, tiba-tiba muncullah sesosok malaikat di hadapan Hafizh, ia meminta Hafizh untuk mengucapakan apa yang menjadi keinginannya. Hafizh demikian terperangah, ia belum pernah melihat sesosok wujud yang demikian indah dan gemerlapan seperti sang malaikat itu. Dalam keterpukauannya Hafizh berfikir, “Jika utusan-Nya saja begitu indah, pastilah Tuhan jauh lebih indah!”
Sambil menatap cahaya malaikat Tuhan yang berkilauan, lupalah Hafizh menyangkut segala hal tentang sang gadis itu, sirnalah segala keinginanya. Dan, dari lisannya hanya keluar kata-kata: “Aku menginginkan Tuhan!”
Sang malaikat, yakni Jibril as. kemudian mengarahkan Hafizh kepada seorang guru ruhani yang hidup di Syiraz, yaitu Muhammad Aththar, sang pembuat parfum. Jibril as. memerintahkan Hafizh untuk melayani sang guru dengan segala cara, dan keinginanya itu akan terkabul. Hafizh bergegas menemui sang guru, dan mereka memulai bekerja bersama-sama, saat itu juga. Sang pujangga ini adalah seorang penuang Cahaya ke dalam sebuah sendok …
Diadaptasi dari bagian biografi Hafizh, buku “Hafizh: Aku Mendengar Tuhan Tertawa”, Daniel Ladinsky.

92. Tuhan Melihat Hatimu

Pada suatu hari, Hasan Al-Basri pergi mengunjungi Habib Ajmi, seorang sufi besar lain. Pada waktu salatnya, Hasan mendengar Ajmi banyak melafalkan bacaan salatnya dengan keliru. Oleh karena itu, Hasan memutuskan untuk tidak salat berjamaah dengannya. Ia menganggap kurang pantaslah bagi dirinya untuk salat bersama orang yang tak boleh mengucapkan bacaan salat dengan benar.
Di malam harinya, Hasan Al-Basri bermimpi. Ia mendengar Tuhan berbicara kepadanya, “Hasan, jika saja kau berdiri di belakang Habib Ajmi dan menunaikan salatmu, kau akan memperoleh keridaan-Ku, dan salat kamu itu akan memberimu manfaat yang jauh lebih besar daripada seluruh salat dalam hidupmu. Kau mencoba mencari kesalahan dalam bacaan salatnya, tapi kau tak melihat kemurnian dan kesucian hatinya. Ketahuilah, Aku lebih menyukai hati yang tulus daripada pengucapan tajwid yang sempurna.

93. Kepala Ikan untuk Sang Nelayan

Seorang nelayan salih di Tunisia tinggal di sebuah gubuk yang sederhana dari tanah liat. Setiap hari ia melayarkan perahunya untuk menangkap ikan. Setiap hari, ia terbiasa menyerahkan seluruh hasil tangkapannya pada orang-orang miskin dan hanya menyisakan sepotong kepala ikan untuk ia rebus sebagai makan malamnya.
Nelayan itu lalu berguru kepada syaikh besar sufi, Ibn Arabi. Seiring dengan berlalunya waktu, ia pun menjadi seorang syaikh seperti gurunya.
Suatu saat, salah seorang murid sang nelayan akan mengadakan perjalanan ke Spanyol. Nelayan itu memintanya untuk mengunjungi Syaikhul Akbar, Ibn Arabi. Nelayan itu berpesan agar dimintakan nasihat bagi dirinya. Ia merasakan kebuntuan dalam jiwanya.
Pergilah murid itu ke kota kediaman Ibn Arabi. Kepada penduduk setempat, ia menanyakan tempat tinggal sang syaikh. Orang-orang menunjukkan kepadanya sebuah puri indah bagai istana yang berdiri di puncak suatu bukit. “Itulah rumah Syaikh,” ujar mereka.
Murid itu amat terkejut. Ia berfikir betapa amat duniawinya Ibn Arabi dibandingkan dengan gurunya sendiri, yang tak lebih dari seorang nelayan sederhana.
Dengan penuh keraguan, ia pun pergi mengunjungi rumah mewah yang ditunjukkan. Sepanjang perjalanan ia melewati ladang-ladang yang subur, jalanan yang bersih, dan kumpulan sapi, domba, dan kambing. Setiap kali ia bertanya kepada orang yang dijumpainya, selalu ia memperoleh jawaban bahwa pemilik dari semua ladang, lahan, dan ternak itu tak lain ialah Ibn Arabi. Tak henti-hentinya ia bertanya kepada diri sendiri, bagaimana mungkin seorang materialistik seperti itu boleh menjadi seorang guru sufi.
Ketika tiba ia di puri tersebut, apa yang paling ditakutinya terbukti. Kekayaan dan kemewahan yang disaksikannya di rumah sang syaikh tak pernah ia bayangkan, bahkan dalam mimpinya. Dinding rumah itu terbuat dari marmer, seluruh permukaan lantainya ditutupi oleh karpet-karpet mahal. Para pelayannya mengenakan pakaian dari sutra. Baju mereka lebih indah dari apa yang dipakai oleh orang terkaya di kampung halamannya.
Murid itu meminta untuk bertemu dengan sang syaikh. Pelayan menjawab bahwa Syaikh Ibn Arabi sedang mengunjungi khalifah dan akan segera kembali. Tak lama kemudian, ia menyaksikan sebuah arak-arakan mendekati puri tersebut. Pertama muncul pasukan pengawal kehormatan yang terdiri dari tentara khalifah, lengkap dengan perisai dan senjata yang berkilauan, mengendarai kuda-kuda arabia yang gagah. Lalu muncullah Ibn Arabi dengan pakaian sutra yang teramat indah, lengkap dengan surban yang lazim dipakai para sultan.
Si murid lalu dibawa menghadap Ibn Arabi. Para pelayan yang terdiri dari para pemuda tampan dan gadis cantik membawakan kue-kue dan minuman. Murid itu pun menyampaikan pesan dari gurunya. Ia menjadi tambah terkejut dan geram ketika Ibn Arabi mengatakan kepadanya, “Katakanlah pada gurumu, masalahnya adalah ia masih terlalu terikat kepada dunia.”
Tatkala murid itu kembali ke kampungnya, guru nelayan itu dengan antusias menanyakan apakah ia sempat bertemu dengan syaikh besar itu. Dipenuhi keraguan, murid itu mengaku bahwa ia memang telah menemuinya. “Lalu,” tanya nelayan itu, “apakah ia menitipkan kepadamu suatu nasihat bagiku?”
Pada awalnya, si murid enggan mengulangi nasihat dari Ibn Arabi. Ia merasa amat tak pantas mengingat betapa berkecukupannya ia lihat kehidupan Ibn Arabi dan betapa berkekurangannya kehidupan gurunya sendiri.
Namun karena guru itu terus memaksanya, akhirnya murid itu pun bercerita tentang apa yang dikatakan oleh Ibn Arabi. Mendengar itu semua, nelayan itu berurai air mata. Muridnya tambah kehairanan, bagaimana mungkin Ibn Arabi yang hidup sedemikian mewah, berani menasihati gurunya bahwa ia terlalu terikat kepada dunia.
“Dia benar,” jawab sang nelayan, “ia benar-benar tak peduli dengan semua yang ada padanya. Sedangkan aku, setiap malam ketika aku menyantap kepala ikan, selalu aku berharap seandainya saja itu seekor ikan yang utuh.

94. Aku Mencium Bau Sorga

Sebelum Meninggal Dia Mengatakan, “Aku Mencium Bau Surga!”
Seorang Doktor bercerita kepadaku, “Pihak rumah sakit menghubungiku dan memberitahukan bahwa ada seorang pasien dalam keadaan kritis sedang dirawat. Ketika aku sampai, ternyata pasien tersebut adalah seorang pemuda yang sudah meninggal -semoga Allah merahmatinya-. Lantas bagaimana detail kisah wafatnya. Setiap hari puluhan bahkan ribuan orang meninggal. Namun bagaimana keadaan mereka ketika wafat? Dan bagaimana pula dengan akhir hidupnya?
Pemuda ini terkena peluru nyasar, dengan segera kedua orang tuanya -semoga Allah membalas kebaikan mereka- melarikannya ke rumah sakit militer di Riyadh. Di tengah perjalanan, pemuda itu menoleh kepada ibu bapaknya dan sempat berbicara. Tetapi apa yang ia katakan? Apakah ia menjerit dan mengerang sakit? Atau menyuruh agar segera sampai ke rumah sakit? Ataukah ia marah dan jengkel? Atau apa?
Orang tuanya mengisahkan bahwa anaknya tersebut mengatakan kepada mereka, ‘Jangan khawatir! Saya akan meninggal… tenanglah… sesungguhnya aku mencium bau surga.!’ Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan ia mengulang-ulang kalimat tersebut di hadapan pada dokter yang sedang merawat. Meskipun mereka berusaha berulang-ulang untuk menyelamatkannya, ia berkata kepada mereka, ‘Wahai saudara-saudara, aku akan mati, jangan kalian menyusahkan diri sendiri… karena sekarang aku mencium bau surga.’
Kemudian ia meminta kedua orang tuanya agar mendekat lalu mencium keduanya dan meminta maaf atas segala kesalahannya. Kemudian ia mengucapkan salam kepada saudara-saudaranya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, ‘Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah. ‘ Ruhnya melayang kepada Sang Pencipta SWT.
Allahu Akbar… apa yang harus kukatakan dan apa yang harus aku komentari… semua kalimat tidak mampu terucap… dan pena telah kering di tangan… aku tidak kuasa kecuali hanya mengulang dan mengingat Firman Allah SWT,
‘Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.’ (Ibrahim: 27).
Tidak ada yang perlu dikomentari lagi.”
Ia melanjutkan kisahnya,
“Mereka membawanya untuk dimandikan. Maka ia dimandikan oleh saudara Dhiya’ di tempat memandikan mayat yang ada di rumah sakit tersebut. Petugas itu melihat beberapa keanehan yang terakhir. Sebagaimana yang telah ia ceritakan sesudah shalat Maghrib pada hari yang sama.
I. Ia melihat dahinya berkeringat. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin meninggal dengan dahi berkeringat.” Ini merupakan tanda-tanda Husnul Khatimah.
II. Ia katakan tangan jenazahnya lunak demikian juga pada persendiannya seakan-akan dia belum mati. Masih mempunyai panas badan yang belum pernah ia jumpai sebelumnya semenjak ia bertugas memandikan mayat. Padahal tubuh orang yang sudah meninggal itu dingin, kering dan kaku.
III. Telapak tangan kanannya seperti seorang yang membaca tasyahud yang mengacungkan jari telunjuknya mengisyaratkan ketauhidan dan persaksiaannya, sementara jari-jari yang lain ia genggam.
Subhanallah… sungguh indah kematian seperti ini. Kita bermohon semoga Allah menganugrahkan kita Husnul Khatimah.
Saudara-saudara tercinta… kisah belum selesai…
Saudara Dhiya’ bertanya kepada salah seorang pamannya, apa yang ia lakukan semasa hidupnya? Tahukah anda apa jawabannya?
Apakah anda kira ia menghabiskan malamnya dengan berjalan-jalan di jalan raya? Atau duduk di depan televisi untuk menyaksikan hal-hal yang ter-larang? Atau ia tidur pulas hingga terluput mengerjakan shalat? Atau sedang meneguk khamr, narkoba dan rokok? Menurut anda apa yang telah ia kerjakan? Mengapa ia dapatkan Husnul Khatimah yang aku yakin bahwa saudara pembaca pun mengidam-idamkannya; meninggal dengan mencium bau surga.
Ayahnya berkata,
‘Ia selalu bangun dan melaksanakan shalat malam sesanggupnya. Ia juga membangunkan keluarga dan seisi rumah agar dapat melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Ia gemar menghafal al-Qur’an dan termasuk salah seorang siswa yang berprestasi di SMU’.”
Aku katakan, “Maha benar Allah yang berfirman,
‘Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengam-pun lagi Maha Penyayang.’ (Fushshilat: 30-32).”
Dalam sebuah hadits yang terdapat dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Ada tujuh golongan orang yang akan mendapat naungan Allah pada hari tiada naungan selain dari naunganNya…di antaranya, seorang pemuda yang tumbuh dalam melakukan ketaatan kepada Allah.”
Dalam sebuah hadits shahih dari Anas bin an-Nadhr RA, ketika perang Uhud ia berkata, “Wah…angin surga, sungguh aku telah mecium bau surga yang berasal dari balik gunung Uhud.”
(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN KARYA MUHAMMAD BIN SHALIH AL-QAHTHANI, PENERBIT DARUL HAQ, TELP.021-4701616 sebagai yang dinukil dari Qishash wa ‘Ibar karya Doktor Khalid al-Jabir)

 


 


 


 

 


 

1 komentar:

  1. http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/01/michelle-ziudith-dan-dimas-anggara-tak.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/01/lakukan-hal-ini-selama-5-menit-dijamin.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/01/makna-letak-tahi-lalat-di-telinga.html

    QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE
    Come & Join Us!

    BalasHapus