Minggu, 13 Februari 2011

[17] Kisah-kisah Kematian Yang Indah

1. Jamaah Haji Asal Medan Wafat Saat Memimpin Salat

image

Jeddah, CyberNews. Berita dukacita kembali datang dari jamaah haji Indonesia di tanah suci. Suwandi Harun Nasution (59), jamaah asal Kloter 16 Embarkasi Polonia Medan (MES), meninggal dunia, Jumat (29/10), sekitar pukul 19.30 atau beberapa saat setelah mendarat di tanah suci Mekkah Al-Mukarramah.
Suwandi mengembuskan napas terakhir saat menjadi imam salat di kompleks Terminal Haji Bandara King Abdul Azis Jeddah.
Awalnya, almarhum yang juga pimpinan KBIH Al Adliya ini diminta menjadi imam salat jamak Maghrib dan Isya. Saat salat maghrib semua berjalan normal-normal saja. Almarhum pun lantas melanjutkan memimpin salat Isya berjamaah.
“Namun ketika sujud rakaat pertama, almarhum lama sekali. Karena tidak bangun-bangun terus jamaah menjadi heran dan ketika didekati ternyata sudah sakaratulmaut,” ujar Zaenal Abidin, adik sepupu almarhum.
Nyawa Suwandi tetap tidak tertolong meski sudah dilarikan ke klinik kesehatan sekitar 100 meter dari lokasi kejadian. Saat meninggal dunia, almarhum sudah mengenakan kain ihram karena selepas mendarat jamaah kloter 16 MES langsung berniat ihram.
Jamaluddin, dokter yang memeriksa Suwandi mengatakan, almarhum kemungkinan meninggal dunia saat perjalanan dari masjid di kompleks bandara menuju klinik bandara. Dari buku kesehatan terungkap bahwa selama ini almarhum mengidap penyakit darah tinggi (hipertensi) dan diabetes. Dia meninggal karena serangan jantung.
Menurut penuturan keluarga korban, Suwandi tercatat sudah 17 kali menunaikan haji. Dengan meninggalnya Suwandi ini, maka hingga malam ini jumlah jamaah Indonesia yang telah wafat di tanah suci sudah mencapai 24 orang.
( metrotvnews /CN12 )

2. Jamaah Asal Batam Meninggal Saat Sujud di Masjid Nabawi


Masjid Nabawi

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH–Hal yang indah bagi seorang Muslim salah satunya adalah meninggal dunia di tempat yang baik dalam keadaan baik. Itulah yang terjadi pada seorang jamaah calon haji (calhaj) asal Batam, Hadi Bin Sidi Sudi.
Pria itu wafat saat sedang melaksanakan shalat di Masjid Nabawi. Laporan yang diterima dokter kelompok penerbangan (kloter) 7 Batam,  Meri Murniati, saat Shalat Dzuhur berjamaah di Masjid Nabawi tubuh Hadi tidak bergerak lalu tumbang dan dipegangi temannya.
”Padahal pagi hari masih dalam keadaan sehat,” kata Murniati seperti dikutip dari Media Center Haji, Kamis (21/10).
Hadi kemudian dibawa ke RS Al Anshor dan dinyatakan sudah meninggal dunia. Menurut dokter Meri, pria berusia 73 tahun itu memang termasuk satu dari 118 pasien risiko tinggi (risti) yang dipantau dokter kloter 7 Batam.
“Dia punya riwayat hipertensi. Tapi dia tidak ada keluhan. Tadi pagi saya visit, saya ketemu bapak dan kondisinya bagus,” jelas dokter Meri.
Hadi yang naik haji bersama istrinya, Tironap binti Giring Dulelo, baru berada di Madinah selama 2 hari. Pasangan ini tiba di Madinah bersama kloter 7 Batam lainnya pada Senin (18/10).
Hingga kini total jamaah yang meninggal di tanah suci berjumlah 9 orang, 1 orang meninggal di Jeddah dan 8 meninggal di Madinah. Selasa (19/10) kemarin tiga jamaah wafat di Madinah yaitu Sukirlan Hadi Suprapto bin Suratman asal Magelang, Mutanto bin Reksodiredjo dari kloter Solo 10 (SOC 10), dan Ibrahim Adam Bin Nafaur dari kloter Ujung Pandang 8 (UPG 8).
Sebelumnya calhaj yang sudah wafat yakni Munasir bin Rahman, Sudarmin bin Adam (55) asal Banda Aceh dan Mutaminah binti H Sueb kloter 6 Bekasi. Sedangkan yang meninggal di Jeddah adalah Siswanto asal embarkasi Medan kloter 2 Sumut.
Berdasarkan data Sanitasi dan Surveilans (pendataan) Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI), Madinah hingga kini jamaah yang dirawat berjumlah 16 orang. Delapan jamaah dievakuasi dengan ambulans ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji karena kondisinya yang sudah tidak memungkinkan untuk naik bus.

3. Masuk Surga Setelah Meninggalkan Kekufuran Padahal Belum Pernah Sujud Kepada Allah


Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu pernah berkata:”Tahukah kalian siapakah orang yang masuk Surga tetapi tidakpernah shalat walaupun sekali?” Kemudian dia sendiri yang menjawab: “Dia adalah Amr bin Tsabit”. Ibnu Ishaq berkata bahwa Hushain bin Muhammad pernah berkata: “Aku bertanya kepada Mahmud bin Labid,’Bagaimana kisah Amr bin Tsabit itu?’, ia menjawab,’Dulunya, Amr bin Tsabit itu menolak agama Islam. Akan tetapi, saat terjadi perang Uhud dia menjadi simpatik kepada Islam. Kemudian dia mengambil pedangnya dan bergabung dengan kaum muslimin.
Saat perang sedang berkecamuk dia masuk ke kancah peperangan sampai akhirnyadia terluka. Ketika ditemukan oleh orang-orang yang sekabilah dengannya, mereka bertanya,’Apa yang membuatmu datang ke mari? Apakah karena kasihan pada kaum kabilahmu, ataukah karena kau ingin masuk Islam?’ Dia jawab,’Ya, karena aku ingin masuk agama Islam, aku telah berjihad bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga aku terluka begini’. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi ura sallam bersabda,’Sungguh dia adalah ahli Surga.”‘ Dalam riwayat lain disebutkan: Kemudian dia meninggal -karena lukanya- maka dia masuk surga dan tidak pernah melaksanakan shalat sekalipun ( Fathul Bari Syarh Shahihul Bukhari (6/25) Kitab Al-jihad. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Sanad hadits ini shahih) .
Kisah tersebut juga diriwayatkan dengan redaksi lain Az-Zuhri dan Urwah berkata: “Ada seorang budak hitam dari Habasyah yang tinggal di daerah Khaibar, saat itu dia sedang menggembalakan kambing milik tuannya. Ketika dia melihat penduduk Khaibar telah memegang senjata perang mereka, dia bertanya,’Mau apa kalian?’, mereka menjawab,’Kami akan memerangi orang laki-laki yang mengaku nabi itu.’ Saat mendengar kata “Nabi” disebut dia langsung pergi dengan kambingnya menghadap kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian bertanya pada beliau,’Kepada apa Anda mengajak orang?’ Nabi menjawab,’Aku akan mengajakmu kepada Islam kepada persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku ini adalah utusar Allah, dan aku juga mengajak agar kau tidak menyembah kecuali kepada Allah’.
Kemudian si budak tadi berkata ‘Apa yang bisa aku dapatkan bila aku mengikrarkan persaksian tadi dan beriman kepada Allah?’. Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,’Kau akan mendapatkan Surga bila mati atas hal itu.’ Lalu dia masuk Islam dan berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,’Hai Nabi Allah, kambing-kambing ini adalah amanat yang ada padaku.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan, ‘Keluarkan kambing-kambing itu dari laskar kami dan lemparilah dengan batu kerikil niscaya Allah akar membantumu memberikan amanat itu pada yang punya. Lalu dia kerjakan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ternyata kambing-kambing itu kembali pulang kepada pemiliknya, hingga tuannya yang Yahudi itu tahu bahwa budaknya telah masuk Islam. Setelah itu beliau memberikan nasihat-nasihat kepada kaum muslimin.”
Dalam riwayat ini juga disebutkan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sdllam memberikan bendera komando kepada Ali radhiallahu ‘anhu Dan di bawah kepemimpinan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu budak hitam itu meninggal. Kaum muslimin yang ada saat itu menggotongnya ke tempat berkumpulnya pasukan Islam, kemudian memasukkannya ke dalam kemah. Mereka berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menengok ke dalam kemah lalu berkata kepada para sahabat: “Sungguh, Allah telah memuliakan budak ini dan menggiringnya menuju kebaikan.
Agama Islam telah benar-benar berada dalam hatinya. Sungguh, aku telah melihat di sisi kepalanya dua bidadari yang cantik.” Al-Hafizh Al-Baihaqi meriwayatkan kisah ini dengan sanadnya dari Jabir bin Abdillah, dia berkata: “Suatu saat kami pernah bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di perang Khaibar. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan pasukannya lain datanglah seseorang dengan kambing-kambing yang sedang digembalakannya” Untuk selanjutnya riwayat ini sama dengan kisah budak hitam di atas.
Dalam riwayat tersebut dikatakan bahwa orang tersebut akhirnya ter bunuh dalam keadaan syahid, sementara dia tidak pernah bersujud kepada Allah Szlbhanahu wa Ta’ala sekalipun!”

4. Doanya Agar Dilahap Burung Dikabulkan Allah

Abu Qudamah, salah seorang komandan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang Romawi berkisah, “Ketika aku jadi Amir (komandan pasukan), aku pernah memerintahkan kaum Muslimin agar berpartisipasi dalam jihad di jalan Allah. Lalu datanglah seorang wanita membawa secarik kertas dan bungkusan (kantong), lalu aku buka kertasnya untuk membaca dan melihat apa isinya, ternyata di dalam kertas itu tertulis, ‘Bismillaahirrahmaanirrahiim, dari seorang wanita, hamba Allah kepada Amir (komandan) pasukan kaum Muslimin. Salaamullah ‘alaika, amma ba’du: sesungguhnya engkau telah memerintahkan kami agar berpartisipasi dalam jihad di jalan Allah sedangkan aku tidak punya daya upaya untuk berjihad atau pun berperang. Karena itu, aku titipkan kantong ini yang berisi rambutku. Silahkan ambil agar diikatkan ke kudamu, semoga saja Allah mencatatkan bagiku sesuatu dari pahala para mujahidin.”
Abu Qudamah melanjutkan, “Aku pun bersyukur kepada Allah karena telah menganugerahkan wanita tersebut taufiq dan tahulah aku bahwa kaum Muslimin ikut merasakan betapa besar kewajiban yang harus diemban dan bersatu padu untuk menghadapi musuh-musuh mereka. Tatkala kami sudah menghadapi musuh, aku melihat seorang anak yang masih ingusan, yang aku pikir belum layak untuk ikut berperang karena usianya yang terlalu muda. Karenanya, aku pun menghardiknya karena kasihan terhadapnya. namun dia malah berkata, ‘Bagaimana bisa kamu menyuruhku kembali padahal Allah telah berfirman, ‘Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat.” (Q.s.,at-Taubah:41).’
Lalu aku tinggalkan dia, kemudian dia menyongsongku seraya berkata, ‘Tolong pinjamkan aku 3 buah anak panah.’
Lalu aku berkatanya seraya terkagum-kagum terhadapnya sekaligus kasihan, ‘Aku akan pinjamkan kepadamu apa yang kamu mau asalkan nanti bila Allah menganugerahimu mati syahid, kamu tidak lupa meminta syafa’at (pertolongan) untukku –ketika berbicara dengannya seakan aku merasa begitu mencintai dan menghormatinya-.
‘Ya, insya Allah,’ katanya
Aku pun memberinya tiga buah anak panah tersebut, kemudian ia menyongsong musuh dengan gagah dan bersemangat. Dia terus menghantam musuh-musuhnya, sementara musuh-musuh pun berhasil melukainya hingga akhirnya dia tersungkur jatuh di medan peperangan. Sepanjang jalannya peperangan, mataku tidak lepas-lepas dari menatapnya karena begitu terkagum-kagum sekaligus kasihan terhadapnya. Tatkala dia sudah jatuh tersungkur, aku menghampirinya dan berkata kepadanya, ‘Apakah kamu mau makan atau minum.?’
‘Tidak, aku malah bersyukur kepada Allah atas apa yang kualami ini akan tetapi aku punya hajat (wasiat) kepadamu.’
‘Dengan senang hati wahai anakku, perintahkan kepadaku apa yang kamu maui,’ jawabku
‘Tolong sampaikan salamku untuk ibuku, kemudian berikanlah barang-barang ini kepadanya,’ pesannya dalam detik-detik terakhir menghembuskan nafasnya
‘Siapa ibumu, wahai pemuda,’ tanyaku
‘Ibuku adalah wanita yang telah memberimu rambutnya itu agar diikat ke kudamu ketika ia tidak mampu untuk ikut berperang di jalan Allah, jawabnya
‘Semoga Allah memberkahi keluargamu,’ kemudian dia pun berpisah dengan alam dunia yang fana ini.
Lalu aku lakukan apa yang semestinya, namun tatkala telah aku kuburkan, tiba-tiba bumi memuntahkan jasadnya, lalu aku ulangi lagi sekali lagi, namun bumi kembali memuntahkannya. Lalu aku gali sedalam-dalamnya kemudian menguburkannya tetapi tetap saja bumi memuntahkannya lagi. Aku berkata dalam hati, ‘barangkali saja ketika keluar untuk berjihad, dia tidak mendapat restu dari ibunya.’ Lantas aku melakukan shalat dua raka’at dan berdoa kepada Allah agar menyingkap rahasia mengenai si anak ini. Tiba-tiba aku mendengar ada yang berkata, ‘Wahai Abu Qudamah, tinggalkan urusan Wali Allah tersebut.!’ Maka, tahulah aku bahwa ada janji Allah bersamanya. Tatkala kami sedang terpaku melihat hal itu semua, tiba-tiba datang seekor burung menyongsong lalu memakannya. Aku pun terheran-heran dengan peristiwa itu. Kemudian aku kembali menemui ibunya untuk melaksanakan wasiat putranya tersebut. Maka, tatkala dia melihatku, berkatah ia, ‘Wahai Abu Qudamah, apa yang ada di balik kedatanganmu; ingin melawat (ta’ziah) atau mengucapkan selamat.?’
Aku balik bertanya kepadanya, ‘Apa maksudnya itu.?”
“Jika putraku telah meninggal biasa, berarti kamu datang untuk berta’ziah. Tetapi jika ia terbunuh di jalan Allah dan mati syahid, berarti kamu datang untuk mengucapkan selamat,” katanya
Lalu aku menceritakan kepadanya kisah putranya tersebut; aku ceritakan perihal burung dan apa yang dilakukannya terhadapnya. Maka berkatalah sang ibu tersebut,
“Sungguh, Allah telah mengabulkan doanya.”
“Apa doanya,?” tanyaku
“Sesungguhnya dia selalu berdoa kepada Allah di dalam semua shalatnya, penyendiriannya, di pagi dan sore harinya, ‘Ya Allah kumpulkanlah aku di dalam tembolok (penampungan makanan) burung. Segala puji bagi Allah karena telah merealisasikan cita-citanya dan mengabulkan doanya,”jawabnya
Abu Qudamah mengakhiri kisahnya, “Lalu aku pun berpaling darinya dengan memetik sebuah pengetahuan berharga kenapa Allah mencatatkan kemenangan atas kami terhadap para musuh.”
(SUMBER: Mi`atu Qishshah Wa Qishshah Fii Aniisi ash-Shaalihiin Wa Samiir al-Muttaqiin, karya Muhammad Amin al-Jundy, h.45-48)

5. Pengantin Bidadari

Raudhah Al Muhibbin wa Al Musytaqin (Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu)
Sebagai seorang pengantin, wanita lebih cantik dibanding seorang gadis. Sebagai seorang ibu, wanita lebih cantik dibanding seorang pengantin. Sebagai istri dan ibu, ia adalah kata-kata terindah di semua musim dan dia tumbuh menjadi lebih cantik bertahun-tahun kemudian.
***
Syahdan, di Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama Zulebid. Dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya termasuk orang yang rajin dan taat. Dari sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong berkecukupan. Sebagai seorang yang telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul yaitu menikah. Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun selalu ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.
Akhirnya pada suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
“Coba engkau temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagimu”, nasihat mereka.
Zulebid kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi. Sambil tersenyum beliau berkata, “Maukah engkau saya nikahkan dengan putri si Fulan?”
“Seandainya itu adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri si Fulan itu terkenal akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun.
“Katakanlah aku yang mengutusmu”, sahut Baginda Nabi.
“Baiklah ya Rasul”, dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.
Sesampai di rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan, “Ada keperluan apakah hingga saudara datang ke rumah saya?” Tanya Fulan.
“Rasulullah saw yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A.” Jawab Zulebid sedikit gugup.
“Wahai anak muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku.” Fulan menemui putrinya dan bertanya, “bagaimana pendapatmu wahai putriku?”
Jawab putrinya, “Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi istrinya.”
Akhirnya pagi itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata,” duhai Anda yang di wajahnya terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu?”
Jawab istrinya, ” Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku. Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada kebahagiaan selain menanti tibanya malam yang dinantikan para pengantin.”
Zulebid tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu ketika kemudian terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang. Zulebid masuk kembali ke rumah dan menemui istrinya.
“Duhai istriku yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku, demikian besar tumbuhnya cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua kecintaanku itu. Aku mohon keridhoanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang. Kiranya Allah mengetahui semua arah jalan hidup kita ini.”
Istrinya menyahut, “Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya kecintaanku kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhoku menyertaimu”
***
Zulebid lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke medan perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing hingga beberapa orang musuh pun tewas ditangannya. Ia bertarung merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat Tauhid, ketika sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya. Menancap tepat di dadanya.
Zulebid terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang berseliweran di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tak beraturan, pedangnya pun mulai terkulai terlepas dari tangannya. Sambil bersandar di antara tumpukan korban, ia merasa panggilan Allah sudah begitu dekat.
Terbayang wajah kedua orangtuanya yang begitu dikasihinya. Teringat akan masa kecilnya bersama-sama saudaranya. Berlari-larian bersama teman sepermainannya. Berganti bayangan wajah Rasulullah yang begitu dihormati, dijunjung dan dikaguminya. Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang baru dinikahinya pagi tadi. Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan. Wajah cantik itu demikian sejuk memandangnya sambil mendoakannya. Detik demi detik, syahadat pun terucapkan dari bibir Zulebid. Perlahan-lahan matanya mulai memejam, senyum menghiasinya, Zulebid pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada.
***
Senja datang Angin mendesau, sepi. Pasir-pasir beterbangan. Berputar-putar.
Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Di antara para mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang tengah bersandar di tumpukan mayat musuh. Akhirnya dikuburkanlah jenazah zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada lain.
Tanpa dimandikan…
Tanpa dikafankan…
Tanah terakhir ditutupkan ke atas makam Zulebid. Rasulullah terpekur di samping pusara tersebut. Para sahabat terdiam membisu. Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis. Air mata berlinang di dari pelupuk mata beliau. Lalu beberapa waktu kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum. Wajah beliau berubah menjadi cerah. Belum hilang keheranan shahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau.
Akhirnya keadaan kembali seperti semula. Para shahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah. “Wahai Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?”
Jawab Rasul, “Aku menangis karena mengingat Zulebid. Oo..Zulebid, pagi tadi engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia. Seharusnya saat ini Engkau sedang menantikan malam Zafaf, malam yang ditunggu oleh para pengantin.”
“Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?” Tanya sahabat lagi.
“Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang hendak menjemput Zulebid,” Jawab Rasulullah.
“Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?” Tanya mereka lagi.
“Aku mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking banyaknya bidadari yang menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut memegangi tangan dan kaki Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya….”
***
Di rumah, istri Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali. Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi, Pencipta segala Maha Karya.
Malam menjelang. Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan dan nyata. Lamat-lamat ia seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan pula.
Terdengar Zulebid berkata, “Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini apabila aku menyebut namamu akan menggumamkan cemburu padamu.”
Dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku.
Istri Zulebid, terdiam. Matanya basah. Ada sesuatu yang menggenang disana. Seperti tak lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi. Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir. Ia menggerakkan bibirnya.
“Suamiku, aku mencintaimu. Dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita. Aku ikhlas.”
***
Somewhere over the rainbow, way up high
There’s a land that I heard of once on a lullaby
Somewhere over the rainbow, skied are blue
And the dreams that you dare to dream
really do come true..
Dan, akan kemanakah kumbang terbang
Pada siapa rindu mendendam
Kekasih yang terkasih
Pencinta dan yang dicinta
Semua berurai air mata
Sedih, ataukah bahagia…..?
***
Untuk para pengantin bidadari

6. Dia Mencium Bau Surga

Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Hurairah rhodiyallaahu ‘anhu, Rasululllah shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, ” Ada tujuh golongan orang yang mendapat naungan Allah pada hari tiada naungan selain dari naunganNya… diantaranya, seorang pemuda yang tumbuh dalam melakukan ketaatan kepada Allah.”
Dan di dalam sebuah hadits shohih yang berasal dari Anas bin an-Nadhr rhodiyallaahu ‘anhu, ketika perang Uhud ia berkata,”Wah …. angin surga, sungguh aku telah mencium wangi surga yang berasal dari balik gunung Uhud.”
***
Seorang Dokter bercerita kepadaku, ” Pihak rumah sakit menghubungiku dan memberitahukan bahwa ada seorang pasien dalam keadaaan kritis sedang dirawat. Ketika aku sampai, ternyata pasien tersebut adalah seorang pemuda yang sudah meninggal – semoga Allah merahmatinya -. Lantas bagaimana detail kisah wafatnya. Setiap hari puluhan bahkan ribuan orang meninggal. Namun bagaimana keadaan mereka ketika wafat? Dan bagaimana pula dengan akhir hidupnya?
Pemuda ini terkena peluru nyasar, dengan segera kedua orang tuanya -semoga Allah membalas segala kebaikan mereka- melarikannya ke rumah sakit militer di Riyadh. Di tengah perjalanan, pemuda itu menoleh kepada ibu bapaknya dan sempat berbicara. Tetapi apa yang ia katakan? Apakah ia menjerit dan mengerang sakit? Atau menyuruh agar segera sampai ke rumah sakit? Ataukah ia marah dan jengkel ? Atau apa?
Orang tuanya mengisahkan bahwa anaknya tersebut mengatakan kepada mereka, ‘Jangan khawatir! Saya akan meninggal … tenanglah … sesungguhnya aku mencium wangi surga.!’ Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan ia mengulang-ulang kalimat tersebut di hadapan para dokter yang sedang merawat. Meskipun mereka berusaha berulang-ulang untuk menyelamatkannya, ia berkata kepada mereka, ‘Wahai saudara-saudara, aku akan mati, maka janganlah kalian menyusahkan diri sendiri… karena sekarang aku mencium wangi surga.’
Kemudian ia meminta kedua orang tuanya agar mendekat lalu mencium keduanya dan meminta maaf atas segala kesalahannya. Kemudian ia mengucapkan salam kepada saudara-saudaranya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, ‘Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah’ Ruhnya melayang kepada Sang Pencipta subhanahu wa ta’ala.
Allahu Akbar … apa yang harus aku katakan dan apa yang harus aku komentari… Semua kalimat tidak mampu terucap … dan pena telah kering di tangan… Aku tidak kuasa kecuali hanya mengulang dan mengingat Firman Allah subhanahu wa ta’ala, ” Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat.” (Ibrahim : 27)
Tidak ada yang perlu dikomentari lagi.
Ia melanjutkan kisahnya,
“Mereka membawa jenazah pemuda tersebut untuk dimandikan. Maka ia dimandikan oleh saudara Dhiya’ di tempat pemandian mayat yang ada di rumah sakit tersebut. Petugas itu melihat beberapa keanehan yang terakhir. Sebagaimana yang telah ia ceritakan sesudah shalat Magrib pada hari yang sama.
Ia melihat dahinya berkeringat. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullaah Shallallaahu ‘alahi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin meninggal dengan dahi berkeringat” . Ini merupakan tanda-tanda khusnul khatimah.
Ia katakan tangan jenazahnya lunak demikian juga pada persendiannya seakan-akan dia belum mati. Masih mempunyai panas badan yang belum pernah ia jumpai sebelumnya semenjak ia bertugas memandikan mayat. Pada tubuh orang yang sudah meninggal itu (biasanya-red) dingin, kering dan kaku.
Telapak tangan kanannya seperti seorang yang membaca tasyahud yang mengacungkan jari telunjuknya mengisyaratkan ketauhidan dan persaksiannya, sementara jari-jari yang lain ia genggam.
Subhanalllah … Sungguh indah kematian seperti itu. Kita memohon semoga Allah subhanahu wa ta’ala menganugrahkan kita khusnul khatimah.
Saudara-saudara tercinta … kisah belum selesai…
Saudara Dhiya’ bertanya kepada salah seorang pamannya, apa yang ia lakukan semasa hidupnya? Tahukah anda apa jawabnya?
Apakah anda kira ia menghabiskan malamnya dengan berjalan-jalan di jalan raya?
Atau duduk di depan televisi untuk menyaksikan hal-hal yang terlarang? Atau ia tidur pulas hingga terluput mengerjakan shalat? Atau sedang meneguk khamr, narkoba dan rokok? Menurut anda apa yang telah ia kerjakan? Mengapa ia dapatkan husnul khatimah (insyaAllah -red) yang aku yakin bahwa saudara pembaca pun mengidam-ngidamkannya; meninggal dengan mencium wangi surga.
Ayahnya berkata, “Ia selalu bangun dan melaksanakan shalat malam sesanggupnya. Ia juga membangunkan keluarga dan seisi rumah agar dapat melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah. Ia gemar menghafal al-Qur’an dan termasuk salah seorang siswa yang berprestasi di SMU.”
Aku katakan, “Maha benar Allah” yang berfirman (yang artinya-red)
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’ Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fhushilat:30- 32)
***
Diambil dari : Serial Kisah Teladan Karya Muhammad bin Shalih Al-Qahthani, sebagaimana yang dinukil dari Qishash wa ‘Ibar karya Doktor Khalid al-Jabir.

7. Tatkala Nabi Ibrahim As Dijemput Malaikat Maut

Alkisah menurut shirah, pernah Nabi Ibrahim as berdialog dengan Malaikat Maut soal sakratulmaut. Sahabat Allah itu bertanya, “Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu saat engkau mencabut nyawa manusia yang gemar berbuat dosa?”
Malaikat menjawab pendek: “Engkau tak akan sanggup.”
“Aku pasti sanggup,” tegas beliau.
“Baiklah, berpalinglah dariku,” pinta si Malaikat.
Saat Nabi Ibrahim as berpaling kembali, di hadapannya telah berdiri sesosok makhluk berkulit legam dengan rambut berdiri, berbau busuk, dan berpakaian serba hitam. Dari hidung dan mulutnya tersembur jilatan api. Seketika itu pula Nabi Ibrahim as jatuh pingsan!
Ketika tersadar kembali, beliau pun berkata kepada Malaikat Maut, “Wahai Malaikat Maut, seandainya para pendosa itu tak menghadapi sesuatu yang lain dari wajahmu di saat kematiannya, niscaya cukuplah itu menjadi hukuman untuknya.”
Di kesempatan lain, kisah yang diriwayatkan oleh ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbas ini, menceritakan Nabi Ibrahim as meminta Malaikat Maut mengubah wujudnya saat mencabut nyawa orang-orang beriman. Dengan mengajukan syarat yang sama kepada Ibrahim as, Malaikat Maut pun mengubah wujudnya. Maka di hadapan Nabi yang telah membalikkan badannya kembali, telah berdiri seorang pemuda tampan, gagah, berpakaian indah dan menyebar aroma wewangian yang sangat harum.
“Seandainya orang beriman melihat rupamu di saat kematiannya, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan amal baiknya,” kata Nabi Ibrahim as.

8. Rahasia Tiga Syair Di Atas Tiga Kuburan

seorang soleh bercerita bahwa pada suatu hari dia datang ke sebuah desa dan melihat tiga kuburan berjajar di tempat yang berdekatan. Dia tertarik terhadap ketiga kuburan tersebut karena di atasnya ada tertulis beberapa bait syair.
Pada kubur pertama tertulis syair;
Bagaimana orang yang tahu Tuhan akan menyoalnya
merasa mewah dan nikmat dalam hidupnya?
Dia akan menyiksa orang yang zalim dalam hidupnya
dan akan membalas baik orang yang baik amalnya
Pada kubur kedua tertulis:
Bagaimana akan terasa nimatkehidupan ini
bagi yang meyakini kematian akan datang
merenggut dalam sekejap mata dan tiba-tiba
kematian akan menghempasnya dengan kerajaan
yang besar dan megah
dan akan menempatkannya di dalam kubur sempit
sesungguhnya dia adalah calon penghuninya
Pada kubur ketiga terdapat syair:
Bagaimana akan terasa nikmat  kehidupan ini
bagi yang sadar dirinya akan pindah ke kubur
di sanalah pemuda akan digugat kedudukannya
wajah jelita yang yang dibanggakan
akan lenyap serta merta
tinggallah badan dan anggota menanggung siksa
Orang soleh tadi pergi kepada seorang tua yang banyak tahu tentang cerita desanya.
“Wahai Syeikh! Aku melihat sesuatu yang ajaib di dalam desamu ini.” kata orang soleh.
“Apa itu?” tanya Syeikh.
“Aku berjumpa dengan tiga pusara yang masing-masing di atasnya tertulis beberapa syair.” kata orang soleh sambil membacakan kandungan syair-syair yang telah dilihatnya.
“Sebetulnya cerita ketiga kubur tersebut lebih ajaib daripada bait-bait syair yang kamu lihat di atas kuburnya.”
“Apa itu,? tolong ceritakan kepadaku.”
Syeikh menceritakan bahawa penghuni ketiga kubur itu adalah tiga orang adik beradik yang pekerjaannya berlainan. Yang pertama seorang zuhud, yang kedua seorang gubernur yang berkuasa dan yang ketiga seorang saudagar kaya. Walaupun berlainan profesi, ketiga-tiganya hidup rukun dan saling hormat menghormati antara satu dengan yang lain.
Suatu ketika saudara yang zuhud sakit, dan apabila dirasa bahwa ajalnya sudah dekat, berkumpullah kedua suadaranya yang lain sambil menanyakan halnya. Mereka menawarkan kepada si zahud untuk menyedekahkan hartanya bagi kepentingan saudaranya yang hampir meninggal itu. Akan tetapi dia menolak.
“Aku tidak berhajat kepada hartku. Akan tetapi aku minta kepadamu berdua agar berjanji kepadaku akan sesuatu yang tidak akan kamu mungkiri selepas kematianku nanti.”
“Boleh, sila katakan, apa hajatmu?”
“Apabila aku mati, kamu mandikan, kafankan dan solatkan mayatku. Setelah itu kamu kebumikan di bumi yang agak tinggi. Setelah itu tuliskan di pusaraku itu dua bait syair ini: Bagaimana orang yang tahu Tuhan akan menyoalnya
merasa mewah dan nikmat dalam hidupnya
Dia akan menyeksa orang zalim dalam hidupnya
dan akan membalas baik orang yang baik amalnya “Selepas itu hendalah engkau berdua datang ke kuburku setiap hari dan baca syair itu, semoga ia akan menjadi pengajaran bagimu berdua.”
Setelah berwasiat demikian, dia pun meninggal dunia. Dua adik beradiknya melaksanakan apa yang diamanahkan kepadanya. Setiap hari kedua-duanya datang dan membaca syair itu sehingga menangis. Adik yang menjadi gubernur datang dengan mengenderai kuda bersama pengawal-pengalnya. Dia berdiri di sisi kubur abangnya sambil membaca syair tersebut dan menangis kerana kandungannya mengena pada dirinya. Pada hari ketiga, dia datang lagi sebagaimana biasa sambil diiringkan oleh pengawal-pengawalnya, lalu berdiri di sisi pusara membaca syair dan menangis. Apabila dia akan pulang, tiba-tiba mendengar bunyi benturan yang kuat dari dalam kubur yang menyebabkan hatinya gementar. Kemudian pulang dengan perasaan takut, gementar dan risau. Pada malam hari dia bermimpi melihat abangnya datang.
“Wahai abangku, bunyi apa yang aku dengar dari dalam kuburmu semalam?”
“Itulah bunyi pukulan terhadap ahli kubur yang zalim. Dikatakan kepadaku: “Kamu lihat orang zalim itu? Mengapa engkau tidak menolongnya?” jawab abangnya.
Setelahterjaga dari tidurnya, si gubernur itu resah dan dipenuhi rasa takut dan gementar yang berkepanjangan. Dia segera memanggil saudaranya yang menjadi saudagar dan menceritakan tentang mimpinya.
“Wahai saudaraku, aku yakin bahwa Allah tidak berwasiat agar menuliskan bait syair itu di atas pusaranya melainkan hanya untuk memberi peringatan kepadaku.” kata gubernur kepada saudaranya yang menjadi peniaga.
Kemudian dia berkata kepada para pegawai dan orang-orang yang ada disekitarnya: “Aku persaksikan kepadamu semua, bahwa mulai saat ini aku sudah bukan pemimpinmu lagi buat selama-lamanya.”
Dia meletak jabtan serta menhabiskan sisa-sisa hidupnya semata-mata untuk beribadah kepada Allah sambil mengembara ke bukit-bukit dan perkampungan sehingga ajal datang menjemputnya di hadapan sebagian bekas rakyatnya. Pada hari-hari terakhir sebelum kewafatannya, saudaranya yang menjadi peniaga telah mendengar kabar mengenai bekas gubernr itu. Dia segera datang ke tempatnya untuk menanyakan apa-apa yang diperlukan.
“Silahkan berwasiat wahai saudaraku!” kata si saudagar.
“Apa yang akan aku wasiatkan. Aku sudah tidak punya apa-apa harta untuk diwasiatkan. Hanya saja aku minta kepadamu agar mau berjanji untuk melaksanakan sesuatu setelah kematianku nanti.”
“Boleh, Coba katakan.”
“Apabila aku mati nanti, kuburkanlah di samping kubur saudaraku dan tulislah di atas pusaraku syair ini: Bagaimana akan terasa nikmat kehidupan ini
bagi yang meyakini kematian akan datang
merenggut dalam sekejap mata dan tiba-tiba
kematian akan menghempasnya dengan kerajaan
yang besar dan megah
dan akan menempatkannya di dalam kubur sempit
sesungguhnya dia adalah calon ahlinya “Hendaklah engkau berziarah ke kuburku setelah tiga hari dari kematianku dan berdoalah kepada Allah semoga Dia merahmati arwahku.”
Setelah berwasiat demikian, bekas gubernur itu pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Saudaranya segera menyempurnakan pengurusan mayatnya sehingga selesai dikuburkan. Sebagai memenuhi janjinya, dia menulis syair yang telah ditentukan di atas pusara saudaranya itu, kemudian pulang.
Tiga hari setelah penguburan, si saudagar datang berziarah ke kubur saudaranya dan berdoa kepada Allah semoga arwah saudaranya dicucuri rahmat. Apabila dia membaca syair yang tertulis di pusara saudaranya itu, dia pun menangis karena sangat terkesan akan maksudnya. Setelah itu, dia pun bersiap sedia untuk pulang, tapi tiba-tiba terdengar bunyi gelegar yang sangat hebat dari dalam kubur sehingga membuatnya terperanjat dan hampir-hampir tidak sadarkan diri. Dia pun pulang dalam keadaan sangat ketakutan.
Pada malam harinya, dia bermimpi melihat saudaranya yang telah meninggal dunia datang menghampirinya.
“Wahai saudaraku, engkau datang menziarahi kami?”
“Ya. Setelah ini tidak ada ziarah lagi. Aku telah tenang dengan rumahku yang baru.
“Bagaimana keadaanmu sekarang?”
“Alhamdulillah baik.”
“Bagimana keadaan abang kita?”
“Dia berkumpul bersama umat-umat yang baik.”
“Apa pesan engkau kepadaku?
“Barangsiapa yang telah melakukan sesuatu, dia akan mendapatkannya. Oleh itu, jagalah waktu hidupmu sebelum datang masa matimu.” kata saudara yang telah mati.”
Sejak itu, si peniaga mengasingkan diri dari urusan dunianya dan hatinya senantiasa ingat pada mati. Harta kekayaannya dibagi bagikan kepada fakir miskin dan dia sendiri menumpukan hidup beribadah kepada Allah. Anaknya yang sudah jadi seorang pemuda yang tegapbadan dan bagus wajahnya juga bekerja sebagai peniaga yang berhasil. Beberapa waktu telah berlalu. Ajal bekas saudagar yang telah jadi sufi itu pun hampir menjemputnya. Keluarga dan anaknya telah berkumpul.
“Berwasiatlah sesuatu wahai ayah.” kata anaknya. “Wahai anakku! Ayahku sudah tidak punya apa-apa harta untuk diwasiatkan. Akan tetapi hanya minta kepadamu agar berjanji untuk melakukan sesuatu setelah kematianku.”
“Boleh, boleh. tolong  katakan wahai ayah.”
“Apabila aku mati, kuburkan di dekat kubur paman-pamanmu  dan tuliskan syair pada pusaraku: Bagaimana akan terasa nikmat kehidupan ini
bagi yang sadar dirinya akan pindah ke kubur
di sana kedudukan pemuda akan digugat
wajah jelita yang dibanggakan
akan lenyap serta merta
tinggallah badan dan anggota menanggung siksa “Kemudian hendaklah engkau berziarah ke kuburku sehingga tiga hari. Berdoalah kepada Allah semoga Allah mencucuri rahmat kepadaku.”
“Insya Allah, saya akan melakukannya.” jawab si anak.
Setelah dia meninggal dunia, anaknya segera melakukan semua yang diamanahkan kepadanya. Dia berziarah ke kubur ayahnya setiap hari sambil berdoa untuk ayahnya dan membaca syair yang tertulis di pusaranya. Pada hari ketiga dia mendengar suara dari dalam kubur yang sangat menggerikan dan membangkitkan bulu roma dan memucatkan muka. Dia pulang kepada keluarganya dalam keadaan takut dan gementar.
Pada sebelah malamnya pula, dia bermimpi melihat ayahnya datang sambil berkata: “Wahai anakku! Sesungguhnya engkau berada sangat dekat denganku, duniamu sudah berada di penghujungnya dan maut lebih dekat dari itu lagi. Oleh karena itu bersiap sedialah engkau untuk menempuh perjalananmu dan periksalah keadaan kendaraanmu. Alihkan perhatianmu dari melengkapi isi rumah yang engkau tempati sekarang pada rumah yang bakal engkau tempati buat selama-lamanya. Janganlah engkau tertipu seperti orang-orang sebelummu yang telah tertipu oleh keinginan pada harta sehingga tidak sempat membuat persediaan untuk pergi. Akibatnya, mereka menyesal yang tidak berkesudahan setelah mati. Padahal penyesalan ketika itu sudah tidak ada maknanya lagi. Wahai anakku! Segera laksanakan, segera laksanakan!.”
Mimpi pemuda terhenti, karea dia terjaga dari tidurnya dalam keadaan terkejut dan takut serta faham apa yang akan terjadi pada dirinya. Pada keesokan paginya dia pun segera mengerjakan apa-apa yang perlu. Semua hutang-hutangnya dijelaskan, hartanya disedekahkannya kepada fakir miskin. Pada pagi hari ketiga dari hari bermimpi, dia memanggil semua keluarganya dan anaknya kemudian berwasiat dan mengucapkan salam.
Setelah itu dia menghadap Kiblat, mengucapkan dua kalimah Syahadah dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Orang ramai datang berduyun-duyun menguruskan mayatnya dan berziarah ke kuburnya serta berdoa di sana.
Radiallahu ‘anhum.

9. Darah Syuhada Jaminan Kemenangan

USAI perang Uhud, beberapa kabilah di sekitar
Madinah datang menghadap Rasulullah mengajukan
permohonan, “Kami ingin mempelajari Islam. Kirimlah
kepada kami sebagian dari pengikut-pengikut Anda
kepada kabilah kami untuk mengajar kami!”
Rasulullah mengabulkan permintaan mereka dan
mengirimkan bersama mereka beberapa orang sahabat
yang mendalam keilmuannya tentang al-Qur’an. Ketika
rombongan tiba di jalan perbatasan dekat kabilah mereka,
Haram bin Malhan, salah seorang yang diutus Rasulullah
berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Kalian tunggu di
sini sampai aku kembali dari mempelajari sikap kabilah
yang sesungguhnya!”
Haram pergi bersama warga kabilah dan mulai mengajarkan
Islam kepada mereka. Namun penduduk kabilah
itu sejak semula sudah mempunyai niatan jahat dan
undangan yang mereka sampaikan hanyalah cara untuk
menjebak orang-orang Islam yang memenuhinya, mereka
menyerang Haram. Salah seorang dari mereka melemparnya
dengan tombak dan menembus pinggangnya.
Haram tersungkur ke tanah dan tubuhnya bersimbah
darah. la mengambil darahnya dengan telapak tangannya
dan mengusapkannya ke wajah dan kepala. Lalu beseru,
“Demi Tuhan pemelihara Kabah! Sungguh aku telah menunaikan
tugasku karena darah seorang syahid menjelma
menjadi bunga dari pemenuhan kewajiban.”
—Shekaler Tarum Muslim (Daulat AH Khan Khadim)

10. Meninggal Karena Penggalan Pedang Allah

Ketika Manshur bin Ammar menjalankan ibadah haji, ia tinggal di salah satu kampung di kota Kuffah. Karena suatu keperluan, pada suatu malam yang gelap gulita, ia pergi keluar rumah seorang diri.
Ketika sedang berjalan, tiba-tiba ia mendengar suara seseorang yang mengadu.
“Ya Allah. Demi Keagungan-Mu aku tak menghendaki perbuatan maksiatku ini untuk menentang-Mu. Kulakukan ini bukan karena kebodohanku, tetapi karena kesalahan yang kuperbuat. Aku terlena sehingga tak kusadari diriku terperosok ke lembah kemaksiatan. Kini aku mendambakan Anugerah-Mu. Sudilah Engkau menerima alasanku ini. Jika antara aku dan Engkau ada tabir, sehingga Engkau tak menerima alasanku ini dan tak mampu mengampuninya, betapa lamanya aku akan menanggung nestapa dan siksa. “
Kemudian suara itu diam. Manshur menyusulnya dengan bacaan ayat suci Al-Qur’an Surat At Tahrim :  ” Yaa ayyuhaladziina aamanu quuanfusakum waahlikum naara, wa quuduhan naasu wal khijarah. ‘alaiha mlaaikatun ghilaazun syidaadun laa ya’shuunallaha maa amarahum wa yaf ‘aluuna maa yu’maruun ” ( Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya para malaikat yang kasar dan keras, serta tak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka selalu dikerjakan sesuai perintah-Nya). 
Kemudian Manshur mendengar jeritan yang keras dan sesuatu yang bergerak-gerak.Tak lama kemudian gerakan itu berhenti. Manshur lalu meninggalkan tempat itu dan meneruskan langkahnya untuk menyelesaikan keperluannya.
Keesokan harinya, Manshur mendatangi tempat dimana tadi malam ia mendengar suara rintihan. Tetapi ditempat itu terdengar suara riuh, terlihat banyak orang berta’ziyah. Dan disitu terlihat seoranmg perempuan tua menangis, meratap disamping jenazah orang yang meninggal itu, dan ternyata perempuan tua itu adalah ibunya.
“Pasti Allah akan membalas orang yang telah membunuh anakku ini, ” kata perempuan itu disela tangisnya.
Kemudian dia membaca ayat Al-Qur’an tentang siksaan itu. “Saat anakku sedang shalat, kemudian jatuh tersungkur hingga meninggal karena mendengar bacaan ayat itu ” katanya lagi.
Malam harinya, ketika Manshur sedang tidur ia bermimpi jumpa dengan orang yang meninggal itu. Dalam mimpinya Manshur bertanya, ” Apa yang diperbuat Allah terhadapmu?”
“Yang diperbuat Allah kepadaku adalah seperti yang diperbuat-Nya terhadap orang yang mati syahid dalam perang B adar, ” jawab laki-laki itu.
“Mengapa demikian?” tanya Manshur lagi.
Sebab mereka mati karena penggalan pedang Dzat Yang Maha Pengampun.

11. Calon Pengantin Bidadari dari Syurga

Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut :
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu?min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka”
Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih, bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:”Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?” “Ya, benar, anak muda” kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:”Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan sorga.” Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.
Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:”Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . .” Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab: “Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: “Pergilah kepada Ainul Mardiyah.” Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . .”
“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu” Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.
Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: “Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . …”
Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu.” Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”.
Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia.
“Ya Ayuhallazi na’amanu Wattujahidduna fisabilillah Bi Amwalikum Wa’an fusikum, Dzalikum khoirolakum inkuntum ta’lamunna”.
Wahai orang orang yang beriman, membela lah kamu sekalian dijalan Allah dengan harta dan diri kalian, Demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengerti.

12. Ahli Ibadah Mati Syahid Bersama Ayahnya Dalam Satu Hari

Muhammad Ibn Thalhah Ibn Ubaidillah dilahirkan di salah satu rumah yang termulia bagi para pejuang di masa Rasulullah SAW. Ia hidup dan tumbuh dalam naungan perjuangan. Di bawah asuhan ayah yang pemberani dan beriman. Rasulullah SAW bersabda berkenaan dengan dirinya: “Barangsiapa ingin melihat seorang syahid yang berjalan di muka bumi, lihatlah Thalhah Ubaidillah.”
Yang pertama kali terlihat oleh si bayi (Muhammad Ibn Thalhah) setelah kelahirannya ke dunia ini adalah wajah Nabi SAW. Waktu itu ia dibawa ke hadapan Rasul lalu Nabi bertanya: “Nama apa yang engkau berikan padanya?” Mereka menjawab, “Muhammad.” Kata Nabi: “Itu namaku.” Julukannya Abu Al-Qasim. Kemudian baginda SAW mendoakan bayi tersebut dengan kebaikan dan berkah.
Menjelang usia mudanya, Muhammad Ibn Thalhah tekun beribadah dan khusyu dalam sujud. Di bawah asuhan ayahnya mampu menghafal Al-Quran. Ayahnya termasuk salah seorang dari orang-orang yang pertama kali masuk Islam (as-Sabiqun al-Awwalun). Ia juga termasuk salah seorang dari 10 orang yang diberitakan masuk syurga. Juga termasuk salah seorang yang jadikan Umar sebagai calon khalifah dalam dewan permusyawaratan.
Beliau tertimpa musibah di waktu perang Uhud. Rasulullah SAW merawatnya sendiri, artinya merawat dengan tangan baginda sendiri kepada Thalhah yang terkena anak panah sehingga tangannya terasa kaku. Rasulullah mengangkat Thalhah kepunggungnya dan membawanya sampai jauh dari para pemanah.
Pada waktu itu Rasulullah berkata: “Wajib bagi Thalhah!” Artinya Thalhah telah melakukan suatu amal yang mewajibkannya masuk syurga.
Thalhah mendidik anaknya, Muhammad, dengan pendidikan yang mulia sehingga Muhammad tekun beribadah kepada Allah. Tidak ada kesenangan duniawi dengan segala perhiasannya, yang dapat menggantikannya dari kesibukan berzikir kepada Allah dan membaca Al-Quran. Jika ia hendak sholat, di malam hari ia munajat kepada Allah, sehingga lupa akan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Bahkan ia tidak tahu telah berapa lama waktunya berlalu. Oleh karena itu ia dijuluki sebagai ahli sujud, karena banyaknya sujud yang ia lakukan kepada Allah Azzawa Jalla.
Baginya belum merasa cukup jika hanya mendengar nasihat dari ayahnya. Ia sendiri mendengar dari Rasulullah SAW. Muhammad Ibn Thalhah juga mengunjungi ibu saudaranya Zainab binti Jahsy. Ia duduk dan mendengarkan nasihatnya yang ia terima dari Rasul. Dengan demikian ia tahu bagaimana beliau berinteraksi dengan keluarga dan pembantunya. Ia tahu bagaimana Rasulullah menerima wahyu. Hal ini makin memberinya kekuatan iman dan dapat menambah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia melaksanakan ibadah solat, puasa dan menjauhi gemerlapnya dunia dan nafsu syahwat, bahkan tetap di jalan yang lurus dalam setiap ucapan dan perbuatan.
Di samping Muhammad Ibn Thalhah menghafal Kitabullah ia juga memperhatikan ayat-ayatnya pada saat membacanya. Ia menghafal banyak hadist Nabi dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Oleh kerana itu ia mencapai kedudukan yang tinggi di antara manusia. Beliau merasa cukup dengan keadaan sederhana, merendah, tidak angkuh terhadap yang miskin, meskipun Allah memberinya kesenangan duniawi sehingga menjadikannya termasuk orang-orang yang kaya.
Sebagaimana halnya Muhammad Ibn Thalhah mulia kerana amalan hidupnya yang penuh dengan beribadah kepada Allah tidak condong pada gemerlapan kehidupan duniawi dan kenikmatannya, ia juga terhindar dari terlibatnya kehidupan kaum muslimin yang terjerumus dalam fitnah setelah wafatnya Rasulullah. Karena itu ketika Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan terbunuh di rumahnya dalam keadaan sedang membaca Al-Quran di biliknya, Muhammad Ibn Thalhah bertanya-tanya sambil bercucuran air mata membasahi janggutnya, siapa gerangan yang membunuh Amirul Mukminin?
Apakah Muhammad Ibn Abu Bakar terlibat dalam pembunuhan tersebut ataukah isu itu hanya sengaja memalingkan dari keadaan yang sebenarnya yang dilakukan oleh orang-orang derhaka? Setelah jelas bahawa putera Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak terlibat, fikirannya mantap dan semangat cintanya berkobar. Ia amat mengharapkan agar putera Abu Bakar tersebut tidak terlibat dalam pembunuhan Amirul Mukminin.
Wafatnya Utsman merupakan awal terjadinya fitnah yang keji dan kemudian berlanjut dengan terpecahnya barisan umat Islam. Kaum muslimin membaiat Saidina Ali sebagai khalifah. Semuanya membaiat, kecuali Muawiyah dan penduduk Syam. Peristiwanya berlangsung amat cepat. Terjadilah perang unta di mana Ummul Mukminin Aisyah ra. terlibat di dalamnya.
Thalhah termasuk pemerhati atas terbunuhnya Utsman Ibn Affan. Oleh karena itu sebenarnya ia tidak sepenuhnya terlibat dalam pertempuran ini. Justeru itu Bani Umaiyah memperoleh keuntungan darinya demi melaksanakan balas dendam. Hal ini terbukti ketika Marwan Ibn Al-Hakam mengarahkan panahnya ke Thalhah.
Saat itu Thalhah berseru: “Saya tidak menuntut balas setelah hari ini!” Thalhah menemui ajalnya, ia gugur sebagai syahid.
Adapun Muhammad Ibn Thalhah, ia sebenarnya condong kepada pihak Saidina Ali, tetapi karenna taat pada ayahnya yang terlibat dalam memerangi Saidina Ali maka ia ada di pihak lawan Ali. Meskipun demikian ia tidak berusaha membunuh seseorang. Apabila seseorang mengangkat senjata melawannya, ia berkata: “Aku ingatkan engkau dengan seorang sahabat karib!” Lalu ia menjauhinya.
Begitu seterusnya sampai datang seorang lelaki berhati keras bernama Isham Ibn Muqsyair an-Nashri menurut pendapat yang terkuat, tidak mempedulikan kata-katanya, “Aku ingatkan engkau dengan seorang sahabat karib.” Orang ini langsung mengangkat senjata ke arahnya, menikam dengan tikaman mematikan. Maka Muhammad jatuh, darahnya mengalir, lalu si pembunuh berdiri sambil melagukan beberapa syair berikut ini: Timbullah kekuatan sebagai tanda kekuasaan Tuhan
Sedikit sekali rintangan yang dijumpai oleh seorang muslim
la terpanah di bahagian bawah dadanya
Dua tangan dan mulutnya jatuh terbanting
Saat tertikam ia mengingatkanku sebagai sahabat karib
Mengapa tidak ia ucapkan sahabat karib sebelum maju? Dengan cara itulah ia mati syahid. Ia terbunuh sebagai hamba yang menegakkan ayat-ayat Allah. Ia mengingatkan tentang sahabat karib, tapi tidak terdengar dan tidak terjawab.
Setelah pertempuran selesai, Saidina Ali, puteranya Hasan, Muhammad Ibn Abu Bakar, dan Amar Ibn Yasir memeriksa medan perang, tiba-tiba Hasan melihat mayat yang wajahnya tertelungkup. Kemudian ia membalikkan badannya, dan setelah diperhatikan ia berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un (sesungguhnya segala sesuatu itu bagi Allah dan sesungguhnya segala sesuatu itu akan kembali kepada Allah).
Demi Allah, orang ini termasuk bahagian dari orang Quraisy.” Ayahnya bertanya kepadanya: “Siapa ia, wahai anakku?” Jawab Hasan, “Muhammad Ibn Thalhah.” Saidina Ali kemudian berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Orang ini ahli sujud dan pemelihara Kaabah. Ia adalah pemuda yang soleh.” Setelah itu beliau duduk, nampak sedih dan pilu. Hasan berkata kepadanya: “Wahai ayahku, dulu aku pernah mencegahmu melakukan perjalanan ini, tapi si anu dan si anu mengalahkan pendapatmu.” Jawab Saidina Ali: “Dulunya begitu (sekarang sudah terjadi), wahai anakku. Aku berharap seandainya 20 tahun yang lalu aku sudah meninggal.”
Allah menghendaki agar Thalhah dan puteranya dimakamkan dalam satu kubur. Langit membukakan pintu rahmat dan keredaan bagi kedua pahlawan syahid ini.

13. Mati Syahid di Atas Salib

Suatu saat, Rasulullah  Saw. ingin mengetahui gerak-gerik kaum kafir Quraisy maka beliau mengirim sepuluh pejuangnya untuk melakukan misi tersebut.Di antara sepuluh pejuang yang diutus oleh Rasulullah Saw. tersebut adalah Khubaib bin Ady dan Zaid bin Ditstsinah.Mereka dipimpin oleh Ashim bin Tsabit. Kemudian, ketika mereka tiba di suatu tempat yang berada di antara Asfan dan Mekah, suku Hayyan dari kabilah Hudzail sempat melihat mereka, lalu suku Hayyan itu mengintai para pejuang utusan dan berhasil membunuh delapan orang di antara mereka sedang sisanya Khudaib dan zaid bin Ditstsinah berhasil mereka tangkap. Setelah itu, keduanya dijual oleh suku Hayyan kepada kaum kafir Quraisy, lalu mereka menyiksa Zaid hingga tewas sedangkan Khubaib masih dibiarkan hidup.
Suatu ketika, Khubaib meminta izin kepada mereka untuk melaksanakan sholat tetapi mereka tidak mengizinkannya dengan harapan agar Khubaib mau kembali kepada kekafirannya, tepai akhirnya Khubaib tetap melakukan sholat meski tidak diijinkan olah kaum kafir Quraisy. Khubaib berkata, ” Demi Allah, seandainya kalian tidak mengancam untuk membunuhku maka niscaya aku akan tambah lagi sholatku. ” kemudian mendoakan mereka, ” Ya Allah, hitunglah jumlah mereka dan bunuhlah mereka semuanya!” Karena didoakan seperti itu maka kaum kafir Quraisy menyalibnya dan Khubaib sempat melantunkan sebuah syair sebelm kematiannya menjemput,
Aku tidak peduli bila harus dibunuh
karena aku seorang muslim
Karena setelah itu,
tempat tinggalku berada di sisi Allah
Sedang hidup seperti itu sungguh indah
Dan Mungkin juga nanti akan bertemu
dengan para kekasih tercinta. “
Setelah itu kaum kafir quraisy menimpali ucapan Khubaib tersebut, ” Apakah kamu ingin Muhammad menggantikan tempatmu?Sedangkan kamu sendiri akan sehat dan senang tengah berada di antara keluargamu?”
Khubaib menjawab, “Demi Allah, aku sama sekali tidak ingin berada di tengah keluargaku sambil menikmati indahnya dunia sedangkan Rasulullah Saw. sedang tersakiti walau tertusuk duri sekalipun.”
ABu Sufyan sempat mendengar jawaban yang terlontar itu lalu memberikan komentar,
“Demi Allah, aku tidak pernah melihat seorangpun yang mencintai orang lain dseperti cintanya sahabat Muhammad kepadanmya.”
Selesai bercakap-cakap, anak-anak panah kaum kafir Quraisy segera berhamburan melesat ketubuh Khubaib dan tombak Abu Maisarah dari bani Abdud Daar yang mengakhiri n yawa Khubaib, maka ia pun pergi menuju Tuhannya sebagai pahlawan syahid dengan gagah berani.
Dipetik dari Buku “100 Kisah Teladan Tokoh Besar” karya Muhammad Sa’id Mursi & Qasim Abdullah Ibrahim

14. Para Malaikat pun Memandikan Jenazah Hanzhalah

Dari Abdullah bin Az-Zubair Radhiyallahu Anhu, ia berkata,  ” Saya mendengar Rasulullah SAW  bersabda saat Hanzhalah bin Abi Amir terbunuh setelah dia dan Abu Sufyan bin Al-Harits bertemu, dan setelah Syaddad bin Al-Aswad mengayunkan pedang dan berhasil membunuhnya.
Sesungguhnya sahabat kalian ini dimandikan oleh para malaikat. “
Lalu mereka bertanya kepada istrinya tentangnya, maka istrinya menjawab,  “Dia keluar ketika mendengar suara dahsyat dalam keadaan junub.  “Rasulullah SAW bersabda,
“  Karena itulah para malaikat memandikannya.  “
Kemulian ini tidak hanya diberikan kepada Hanzhalah seorang, tetapi juga diberikan kepada Hamzah Radhiyallahu Anhu paman Nabi SAW. Nabi telah bersabda,
“Saya melihat para malaikat memandikan Hamzah bin abdul Muthalib dan Hanzhalah bin Ar-Rahib.  “

15. Sebuah Rumah di Surga

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata , “Termasuk keutamaan Aisyah istri Fir’aun adalah lebih memilih dibunuh dan diazab di dunia daripada mencicipi kenikmatan semuanya. ” Kemudian Ibnu Katsir berkata, “Ibnu Jarir meriwayatkan sanadnya, dari Sulaiman At-Taimi, “Bahwa istri fir’aun disiksa di terik matahari, ketika mereka meninggalkannya, para malaikat memayunginya dengan sayap=sayap mereka, dan ia melihat rumahnya di surga. ”
Ibnu Jarir berkata, “Istri Fir’aun bertanya, “Siapa yang menang?”  Dijawab, “Musa dan Harun menang,” maka ia mengatakan, “Saya beriman terhadap Tuhan Musa dan Harun. “  Lalu Fir’aun mengirimkan utusan kepadanya seraya berkata, “Lihatlah batu cadas yang paling besar yang kalian jumpai, jika ia tetap dengan pendiriannya maka timpakan batu itu kepadanya, namun jika dia menarik perkataannya maka ia adalah istriku.”  Ketika mereka mendatanginya, ia mengangkat pandangannya ke langit, ia melihat rumahnya di surga, maka ia tetap dengan pendiriannya dan nyawanya dicabut.”
Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Sesungguhnya Fir’aun menyiapkan pasak untuk menyiksa istrinya; empat pasak di kedua tangan dan kedua kakinya. Kertika mereka meninggalkannya, maka para malaikat menaunginya. Lalu istri Fir’aun berkata, “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamat-kanlah saya dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah saya dari kaum yang zhalim,” (At-Tahrim: ll) maka tampaklah olehnya sebuah rumah di surga.

16. Cahaya Keluar dari Kuburannya

Syekh Al-Qahthani bercerita, bahwa ia pernah menurunkan mayat laki-laki ke kuburannya di malam yang sangat gelap sekali dan cuaca sedang mendung. Laki-laki yang meninggal dunia itu termasuk salah seorang da’i yang meninggal pada malam Jumat akibat operasi.Dan, iku mensholatinya Syekh Abdul Aziz bin Baz Rahimullah yang memberikan pengajian di sebuah mesjid besar di mana si mayat disholatkan.
Setelah pengajian selesai, kami berangkat ke kuburan dan saya minta seorang teman mencari lampu atau senter untuk menerangi kuburan, tetapi dia terlambat.Maka saya meraba-raba liang lahat dengan tanganku, dan berkata kepada teman lainnya, “Berikan mayat kepadaku . “
Namun, ketika saya meletakkan dari arah kedua kakinya ke kuburannya, tali pengikatnya terlepas dan tersingkaplah wajah si mayat, dan ternyata keluarlah cahaya dan sinar yang menerangi kuburan itu dan terlihat semua yang ikut bersamaku. Juga keluar bau minyak kesturi dari kuburan tersebut. Kemudian Syekh Al-Qahthani menyebutkan beberapa nama mereka yang ikut hadir dan menyaksikan peristiwa itu.

17. Ja’far Terbang Bersama Malaikat di Surga

Dalam Perang Mu’tah, Ja’far gugur dan tiga ribu pahlawan dan pemberani dari pembawa (hafizh) Al-Quran sebagai syahid di hadapan penyembah salib. Kaum Muslimin berperang melawan mereka. Zaid bin Haritsah berperang sambil membawa Panji Rasullah SAW sehingga meninggal di ujung tombak musuh, kemudian Ja’far mengambil alih panji tsb,berperang melawan musuh sampai terbunuh.
Ja’far melompat dari kudanya yang berwarna merah kekuning-kuningan, kemudian menyembelihnya. Jafar merupakan muslim pertama yang melakukan kurban dalam Islam, kemudian dia berperang melawan musuh sampai terbunuh.
Ibnu Hasyim berkata : “Telah berbicara kepadaku orang yang saya percayai dari ahli ilmu, bahwa Ja’far membawa panji dengan tangan kanannya, lalu putus terpotong, selanjutnya dia membawanya dengan tangan kirinya,lalu putus terpotong, kemudian dia menggigitnya dengan gigi-giginya sampai terbunuh, ketika itu usianya tiga puluh tiga tahun, sehingga Allah memberinya ganjaran berupa dua sayap di surga yang membawanya terbang kemana ia suka “
Dan dari Nafi’. bahwa Ibnu Umar memberitahu kepadanya, ” Saya berdiri di hadapan Ja’far ketika itu, lalu saya hitung terdapat limapuluh tusukan dan sabetan, dan tidak ada luka sama sekali di bel;akang tubuhnya, yakni punggungnya “.
Dan dari Ibnu Abbas Radyiyallahu Anhuma, ia berkata, ” Rasulullah SAW bersabda ” Saya masuk kesurga malam tadi, saya melihat Ja’far yang terbang bersama para malaikat dan Hamzah yang terbaring di pembaringannya ” .
Dan Ibnu Umar, apabila ia mengucapkan salam kepada Ibnu (anak) Ja’far, maka ia berkata, “ As-Salamu ‘Alaika Ya Ibna Dzil Janahain (semoga kedamaian atasmu wahai anak yang bersayap dua).”
Ibnu Katsir berkata, ” Karena sesungguhnya Allah telah mengganti kedua tangan Ja’far yang tepotong dengan dua sayap disurga “

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar